Hari berganti Minggu. Minggu berganti bulan keadaan Pak Sholeh bukan nya membaik malah tak kunjung sembuh. Beberapa saudara dan tetangga yang kemarin memberikan simpati, kini mulai jenuh dan mulai mendesas desus...
Sudah enam dukun atau orang pintar yang di datangi Sinta sejak kepergian Ratih, namun keadaan Pak Sholeh tetap sama saja dan kian memburuk saja. Tubuhnya yang tambun berangsur-angsur menyusut. Ada cekungan hitam di bawah matanya yang semakin menunjukkan kekurusannya.
"Aduuuhh.. tolong bu.... sakiiit !" teriak Pak Sholeh dengan suara parau.
Sinta memandangi sejenak tubuh suaminya, tubuh yang kian tak berdaging lagi, tubuh itu meliuk-liuk menahan sakit.
"Tolong bu...Sakit bangeeet..." sekali lagi teriakan Pak Sholeh keluar dari mulutnya. Dia meringis ke sakitan.
"Kalau sudah begini baru tau rasa kan ?,kemarin sudah di peringatkan Paklik Leman sebelum Parah, Bapak di suruh berobat ngeyel aja" Ucap Sinta geram.
"Ingat Tuhan bu...jangan terlalu percaya sama dukun" teriak Pak Sholeh dengan memegang kepalanya karna tak kuat menahan sakit.
Sinta menyibak selimut yang menutupi sebagian tubuh suaminya , mengambil sebotol minyak urut lalu menyiramkan minyak itu kearea kaki Pak Sholeh yang membengkak. Begitu miris melihat Kaki Pak Sholeh yang membengkak begitu besar sampai seakan-akan mau meletus.
Meskipun itu tidak cukup membantu, tapi Sinta tidak punya cara lain untuk meredakan sakit yang di derita suaminya. Tiba-tiba ia seperti melihat sesuatu yang bergerak-gerak di kaki suaminya yang bengkak. Sinta langsung beranjak dari tempatnya, mendekatkan bola matanya ke arah kaki Pak Sholeh yang bengkak.
"Pak kaki kamu kenapa ?" Tanya Sinta panik
"Kenapa ?" Pak Sholeh balik bertanya dengan nada heran.
Saat Sinta baru akan mengangkat kepalanya menjauhkan pandangannya dari bengkak kaki suaminya dan memberikan penjelasan.
Pak Sholeh mulai merasakan rasa sakit yang hebat, sampai ia berteriak kencang dan memukul-mukulkan tangannya ke kasur, dada, bahkan kepalanya . Tubuhnya tidak bisa bergerak hanya tangan dan kepalanya saja yang bisa ia gerakkan.
"Aaaarrrrggghhhh, sakiiiiiiit.....!!"
"Sssaaaakiiiiiittt.....!!"
"Aaaduuuuhhh....tolong bu.....sakit banget....!!!"
"Aaaaaaarrrrggghhh...!!"
Duuushh !
Sebuah cairan keluar dari kakinya yang bengkak, cairan berwarna merah kehitaman yang bercampur nanah. Tercium bau amis yang sangat busuk dan membuat siapapun yang menciumnya akan sangat mual.
Di antara cairan yang keluar dari bengkak kaki Pak Sholeh, ada juga benda-benda aneh yang turut keluar. Seperti paku, potongan silet , jarum berkarat dan ada satu binatang yang benar-benar membuat Sinta terlonjak dan berteriak histeris.
Sayangnya anak-anaknya sudah tertidur lelap di kamarnya masing, sehingga tidak ada yang dapat mendengar teriakan Sinta. Terlebih Pak Sholeh menempati kamar paling belakang yang jaraknya di pisahkan dapur dan ruang tengah.
Air mata Sinta mengalir deras, rasanya ia sudah tidak sanggup lagi melihat hal di luar nalar ini. Sedangkan Pak Sholeh terlihat pasrah, wajahnya pucat dan hampir kehilangan seluruh kekuatannya.
Segera Sinta mengambil air, menyiram bagian kaki suaminya untuk membersihkan cairan-cairan menjijikkan itu. Ia tak lagi peduli kasurnya akan basah, yang terpenting ia harus menyingkirkan benda-benda menjijikkan itu. Lalu mencari kelabang yang mengeliat diantara luka kaki Pak Sholeh.
Isi perutnya bergejolak ketika ia mencium aroma busuk saat membersihkan kaki suaminya. Aroma yang benar-benar busuk sampai menusuk hidungnya, membuatnya menahan mual sepanjang melakukan pembersihan itu. Aroma yang sama persis ia cium ketika melihat makhluk mengerikan tempo hari.
Setelah selesai membersihkan kaki suaminya, ia mengumpulkan benda-benda asing yang berkarat itu dalam sebuah wadah kecil , lalu masuk ke kamar mandi untuk mencuci tangan dan mukanya. Entah kenapa pada saat ia memandangi wajahnya di depan cermin, timbul rada benci dan sesal yang teramat sangat.
Ia berdiri di depan kaca yang memang di gantung di kamar mandi. Bola matanya terdiam melihat tubuhnya di kaca.
"Kenapa...? Kenapa....? Kenapa semua petaka ini harus terjadi pada keluargaku"ucap Sinta berderai air mata. Kemudian ia mengingat Marni dan rasa benci itu seperti tak terkendali merasuki jiwanya. Sinta berteriak dan memukul kaca yang ada di hadapannya. Ia tidak lagi memperdulikan tangannya yang berdarah terkena pecahan kaca. Saat ini sakit yang paling ia rasakan adalah sakit hatinya.
Sinta hampir tak terkendali oleh rasa bencinya yang semakin kuat, bahkan ketika Pak Sholeh memanggilnya ia tidak lagi memperdulikannya. Sampai Nana terbangun dan mengedor pintu kamar mandi dimana Sinta menangis sejadi-jadinya.
Nana nampak cemas mengkhawatirkan ibunya yang menjerit dari balik pintu kamar mandi. Ia yang memang gampang panik dan penakut mendadak ikut menangis memanggil ibunya. Ia nampak mondar mandir membangunkan Nina dan bersama-sama membujuk ibunya untuk keluar dari kamar mandi.
Setelah hatinya sedikit tenang dan bisa mengontrol emosinya, Sinta membuka pintu kamar mandi dengan darah yang masih menetes dari tangannya. Nina melirik ke arah pecahan kaca yang berserakah di lantai kamar mandi. Beberapa tetes darah bercecer disana. Sedangkan Nana hanya fokus melihat kondisi ibunya yang berantakan.
Nana mendekap erat tubuh ibunya, dalam pelukannya ia menangis. Namun tangisan Nana itulah yang membuat Sinta tersadar, bahwa ia tidak boleh lemah, bagaimanapun juga ia masih memiliki Nana, Nina dan Ratih yang sedang berjuang menyelamatkan keluarganya.
Dengan segera ia menghapus air matanya, lalu menghapus air mata Nana mengunakan jarinya yang lain.
Setelah agak tenang ,bersama kedua anaknya Sinta mengangkat tubuh Pak Sholeh, membersihkan tempat tidurnyanya dan membuang kasurnya yang telah basah. Ia membiarkan Pak Sholeh tidur hanya beralaskan matras karna kakinya masih terus mengeluarkan cairan busuk.
Hampir sepanjang malam Sinta terjaga dengan teriakan kesakitan Pak Sholeh, sampai ia tertidur di samping suaminya ketika mendekati subuh.
Pagi itu berjalan seperti biasa nya. Sinta akan bersiap pergi ke pasar meskipun tubuhnya sangat lelah karna terjaga sepanjang malam tapi perekonomian keluarganya tidak boleh berhenti, jadi dia tetap harus mengantikan tugas suaminya untuk berjualan di pasar.
Di lihatnya Suaminya masih tertidur . Ia meletakkan Al-Qur'an di samping bantal yang di pakai Pak Sholeh, berharap ayat suci itu akan melindungi suaminya dari jin-jin dan setan yang menganggu dan menyakiti suaminya.
Di sentuhnya dengan lembut tangan suaminya sebelum ia berangkat."Aku baik-baik saja.."
sebuah suara keluar dari mulut Pak Sholeh dengan nada lirih tanpa membuka ke 2 mata nya.."Syukur lah..." jawab Sinta
Kembali Sinta menatap kaki suaminya yang mulai di kerubuti lalat. Aroma busuk masih terasa menyengat, ia pun menutupi kaki suaminya dengan plastik untuk menghindari bau yang menyebar dan lalat yang mulai berdatangan.
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
Santet Pring Sedapur
Mystery / ThrillerMungkin ada beberapa orang yang sudah mendengar nama Santet Pring sedapur , dimana santet ini terkenal sangat mematikan dan tidak akan pernah berakhir sampai keturunannya habis. Biasanya orang yang terkena santet ini akan meninggal satu persatu samp...