Akhir

2K 101 10
                                    

Mengetahui Ratih ingin melakukan sesuatu terhadapnya, makhluk itu kembali menyerang Ratih dengan menyemburkan api dari dalam mulutnya dan membakar tubuh Ratih. Anehnya tubuh Ratih seperti di selimuti kabut ke emasan hingga semburan api makhluk itu tidak sampai membakar tubuhnya.

Mengetahui serangannya gagal mata makhluk itu melotot dan terbuka lebar. Sesaat kemudian makhluk itu lalu memanggil teman temannya yang berupa sosok pocong, kuntilanak serta beberapa makhluk menyeramkan lainnya untuk bersama sama menyerang Ratih . Awalnya serangan mereka tidak dapat mengenai Ratih, namun saking banyaknya serangan, tameng ghaib yang menyelimuti tubuhnya pun jebol. Ratih terpental beberapa meter akibat serangan para makhluk gaib yang gencar menyerangnya.

"Arrrgghh, uhuk...uhuk..." Ratih terbatuk, rasa panas seketika menyeruak kearea sekitar dada dan kepalanya. Dalam kamar sederhananya Ratih berguling guling kesakitan.
Matanya mulai memutih menengelamkan pupil matanya yang hitam.

Dalam keputus asaannya Ratih mendengar bisikan untuk melemparkan manik-manik berbentuk tasbih ke arah makhluk santet itu. Tanpa berfikir panjang lagi Ratih segera melemparkan manik-manik hitam itu ke arah makhluk tinggi besar yang sangat murka terhadapnya, dan seketika manik-manik itu seperti berubah menjadi bentuk rantai yang mengikat makhluk itu.

"Huuuuaaaaa....aargghh...!!"

Makhluk itu berteriak, meronta mencoba melepaskan diri, namun tangan serta badannya seperti menempel semakin erat setiap kali ia berupaya melepaskan diri. Sekali lagi Ratih mencoba mengumpulkan sisa kekuatan yang masih ia miliki untuk memanfaatkan ketidakberdayaan makhluk itu. Ia berjongkok dengan tubuh tertatih untuk bersiap menyerang makhluk tinggi besar itu. Ratih sudah tidak memperdulikan makhluk-makhluk aneh dan seram lainnya, tujuannya hanya fokus menyerang dan membinasakan makhluk yang selama ini menteror keluarganya.

Dengan sisa tenaga dan kesadaran yang masih ia miliki, Ratih berlari menyabetkan benda panjang kuningan berbentuk penggaris pemberian Ki Pamungkas secara membabi buta ke tubuh makhluk itu berkali kali hingga tubuh makhluk jahat itu terkoyak koyak dan hangus terbakar. Melihat Makhluk tinggi besar itu binasa dan terkalahkan, tiba-tiba para makhluk ghaib lainnya ikut menghilang entah kemana.

Ratih yang kehabisan tenaga pun berusaha merangkak mendekati ibu dan adiknya karena khawatir terjadi sesuatu yang buruk pada mereka, namun baru beberapa langkah saja, ia malah sudah jatuh pingsan.

Saat ia tersadar Ratih mendengar suara Nana yang menangis, sambil terus memanggil-manggil namanya dan memegangi tangannya.

"Mbak bangun mbak, sadar mbak" tangis Nana

"Mbaaak...buka matanya"

"Mbaaak....huhuhu...."

Perlahan-lahan Ratih membuka mata dan melihat kearah Nana sambil bertanya.

"Na, apa yang terjadi, kenapa banyak orang disini ?" Tanya Ratih pada Nana ketika ia mendengar suara riuh orang mengaji di luar.

"Hiks, Nina mbak....huhuhu"jawab Nana menangis

"Apa maksudmu?" tanya Ratih dengan wajah keheranan.

"Nina...mbak...huhuhuhu..."

"Apa yang terjadi ? Kenapa dengan Nina ?

"Ni-nina...Nina..."

"Na, cepat katakan apa yang terjadi pada Nina, jangan bikin mbak takut "

"Nina meninggal...huhuhu..." jawab Nana semakin berderai air mata.

Seketika Ratih berusaha untuk bangkit, namun tulang-tulangnya yang remuk redam membuatnya tidak berdaya dan hanya bisa tetap diam di atas ranjang. Ia melihat sekeliling, semuanya masih berantakan . Seluruh tubuhnya terasa sangat nyeri dan ngilu. Perut serta dadanya juga terasa sangat sakit.
Air mata mulai mengenangi matanya, bukan karena sakit yang di deritanya tapi karena dia tidak bisa menerima kenyataan kehilangan Nina adiknya.

Lalu ia mencari keberadaan ibunya karena khawatir terjadi sesuatu pula pada ibunya. Ratih tidak ingat lagi apa yang sudah terjadi setelah makhluk itu binasa, yang ia ingat hanya kesakitan perut dan dada setelah mengalahkan makhluk menyeramkan itu hingga jatuh pingsan. Selepas itu dia tidak ingat apapun lagi.

Sinta berjalan mendekat ke arah kedua anaknya yang tersisa, ia menatap Ratih dengan air mata berlinang sambil duduk diatas kursi, lalu berkata dengan nada yang sedikit lembut namun membuat hati Ratih rasanya tercabik-cabik.

"Ratih, lihat ibu nak"

"Kenapa bu?"

"Sepertinya sudah tidak ada gunanya lagi ibu hidup, ibu telah gagal menjaga dan melindungi kalian, ibu adalah penyebab semua tragedi ini"

"Tidak bu , ibu tidak gagal, semua ini sudah jalannya. Ibu jangan terlalu menyalahkan diri sendiri, sekarang semuanya sudah berakhir"

"Tidak , ibu telah membuat kalian semua menderita dan pergi meninggalkan dunia ini dengan cepat hiks..."

Sinta pergi meninggalkan kedua anaknya dengan air mata berderai. Hatinya teramat sakit melihat kematian Nina yang tragis, ia benar-benar tidak bisa menerima kepergian putri bungsu yang sangat ia cintai. Ia menyesalkan dirinya sendiri, kenapa harus ada pertikaian yang merenggut nyawa, kenapa bukan nyawanya saja yang di ambil jika memang rasa sakit hati mereka disebabkan olehnya, kenapa harus orang-orang tersayangnya yang harus ia renggut, kenapa mereka begitu jahat . Segala bentuk pertanyaan dan penyesalan terus berputar-putar di otaknya, membuat ia merasa sangat depresi.
Sedangkan Nana dan Ratih masih terpaku dengan air mata mengalir di kedua pipi mereka.

Hari itu adalah hari yang sangat mencekam dan hari ini adalah hari dimana ia harus melepaskan kepergian Nina untuk yang terakhir kalinya. Nina telah berjuang begitu keras , merelakan dirinya sendiri demi menyelamatkan keluarganya. Sungguh sangat di sayangkan , gadis belia yang baru lulus SMA itu harus mati mengenaskan tercabik-cabik buaya. Ratih tidak bisa membayangkan betapa sakitnya Nina ketika ia menahan serangan buaya demi menancapkan Pring kuning untuk menangkal Santet Pring Sedapur. Hati Ratih benar-benar miris melihat begitu banyaknya jahitan di perut Nina, bahkan katanya sebagian usus Nina sampai keluar saking dalam dan lebarnya luka gigitan buaya.

.
.
.
.
.

*****

Beberapa hari kemudian, terdengar kabar kalau Junet tiba-tiba sakit parah . Tubuhnya mendadak kaku seperti bongkahan kayu, Ia tidak bisa menggerakan seluruh tubuhnya dan hanya bisa menggerakkan kepalanya. Banyak yang bilang kalau Junet mengalami gangguan stroke, adapula yang bilang Junet kena Santet, karena Katanya hampir setiap malam Junet berteriak kesakitan dan berbicara ngelantur kalau dia sedang di siksa banyak makhluk mengerikan. Memang banyak bagian tubuhnya yang memar, namun tidak ada yang tau siapa yang membuat luka memar ditubuhnya. Kebanyakan mereka menganggap itu efek obat dari sebagian sakit yang di deritanya .

Sejak Junet jatuh sakit, Marni hampir sama sekali tidak pernah terlihat dan tidak pernah keluar Rumah. Sedangkan Tutik juga mendadak menjadi sangat pendiam dan mulai jarang sekali bertandang ke Rumah Marni seperti sebelum-sebelumnya. Ia kerap kali terlihat seperti orang linglung, bahkan ketika ada salah satu tetangga yang menegurnya ia seperti seseorang yang sedang melamun dan kadang seperti tidak nyambung.

Selang beberapa bulan kemudian Ratih yang juga mengalami sakit parah setelah berperang melawan Santet Pring Sedapur akhirnya meninggal dunia. Ia meninggal dengan senyuman di bibirnya karena merasa lega, garis keturunan keluarganya masih bisa di selamatkan dan masih bisa berjalan normal seperti sedia kala.

TAMAT...

NB : Sebagian cerita ini adalah kisah nyata, namun sebagian lagi adalah imajinasi penulis.
Terima kasih buat para pembaca yang sudah membaca dan mengikuti alur cerita Santet Pring Sedapur, sampai jumpa di cerita selanjutnya.

Santet Pring SedapurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang