Perceraian

4K 153 3
                                    

   Dua pekan telah berlalu, kondisi Pak Sholeh mulai membaik bahkan bengkaknya mulai mereda, namun entah apa yang terjadi akhir-akhir ini kodisi emosi keluarga Sinta mulai tidak stabil, banyak diantara penghuni rumah itu yang mudah sekali marah dan tersulut emosi. Seperti ada hawa panas yang meliputi rumah itu hingga bawaannya mereka ingin marah aja.
sehingga hal sepele saja sudah bisa menyulut emosi mereka.

    Sinta juga sering mengomel dan marah-marah pada hal-hal kecil semisal Nana lupa mencuci piring atau Ratih membersihkan Rumah tidak bersih. Bahkan Pak Sholeh juga tak luput dari omelananya.


  Hal itu mengakibatkan Nana yang baru saja melahirkan akhirnya menjadi stres dengan omelan-omelan ibunya hingga melampiaskannya pada suaminya , Sedangkan Suaminya yang merasa tak bersalah pun kesal hingga terjadi pertengkaran demi pertengkaran .
Sampai akhirnya pertengkaran demi pertengkaran itu mengakibatkan suaminya pergi meninggalkannya.

 
   Nana duduk di sudut kamarnya memeluk erat bayinya selepas kepergian suaminya. Air mata mulai membasahi kedua pipinya ketika ia menatap wajah mungil putranya yang tak berdosa. Hingga airmatanya jatuh menetes ke dahi Varo dan membangunkannya tidur lelapnya. Varo mulai membuka matanya dan mengkedip kedipkanya di hadapan ibunya. Ia masih tak mengerti dengan perasaan ibunya saat ini ataupun memahami kalau ayahnya sudah mmeninggalkannya. Nana mengelus lembut kening putranya lalu memeluknya dengan erat membuat bayi itu kesulitan bernafas hingga akhirnya tangisan keras bayi itupun pecah. Nana berusaha menenangkan putranya dengan mengayun-ayunkan tanganya kekiri dan kekanan agar bayinya bisa diam. Sampai suara tangisan bayi itu di dengar oleh Ratih

"Ada apa ?" tanya Ratih sambil mengambil Varo dari gendongan ibunya.

Nana terdiam tak berkata apapun hingga Ratih menangkap aura kesedihan di wajah adiknya lalu pergi membawa Varo keluar kamar untuk memberi ruang adiknya yang mungkin sedang bersedih. Ratih masih belum tau apa yang tengah terjadi hingga adiknya nampak begitu sedih , hanya saja ia sudah bisa mendunga kalau adiknya pasti tengah bertengkar dengan suaminya.

Berjam-jam lamanya Nana mengurung dirinya di dalam kamarnya sampai Sinta mulai merasa curiga dan menemuinya.

"Ada apa ? Apa kamu bertengkar dengan suamimu " tanya Sinta pada Nana

"Wes bu, gak usah ikut campur aku wes gak peduli "

"Ada apa toh sebenarnya , kenapa kalian bisa bertengkar ? Trus mana suamimu sekarang ? " Sinta terus saja bertanya membuat Nana kesal.

"udah aku usir dia "

" lho kenapa ?"

"Udahlah bu, jangan tanya mulu aku lagi pengen nenangin diri "

Selang beberapa minggu suami Nana kembali pulang ke rumah namun Nana sudah teramat kesal ketika dirinya berharap suaminya kembali tapi suaminya tak kunjung datang kembali dan bahkan tak menghubunginya sama sekali . Hingga Nana merasa sangat marah dan mengemasi barang-barang milik suaminya , karena merasa suaminya sudah tak bertanggung jawab lagi. Jadi ketika suaminya datang Nana langsung melempar barang-barang yang sudah ia kemasi di hadapan suaminya.

Saat itu hari masih menjelang siang sehingga kedua orang tua Nana masih berada di Pasar dan tak mengetahui kalau sedang ada pertikaian antara anak dan menantunya. Ratih pun sudah berangkat kerja dan Nina sudah berangkat sekolah sedari pagi. Perdebatan demi perdebatan mereka lontarkan, umpatan demi umpatan pun tak luput keluar dari mulut mereka. Sampai akhirnya suaminya benar-benar pergi meninggalkan Nana untuk selamanya.

Memang cukup berat bagi Nana kehilangan Ayah dari anaknya, tapi apalah daya, nasi sudah menjadi bubur. Saat ini Nana hanya bisa berharap yang terbaik untuk anaknya. Ia akan berusaha semampu mungkin untuk membesarkan anaknya meskipun tanpa sosok seorang Ayah.

Santet Pring SedapurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang