Due

1.3K 40 1
                                    

Kirania baru saja selesai menemui supervisornya. Wajahnya tertekuk dengan mata yang terlihat lelah. Rora mengamati gadis itu dari kubikelnya yang berada tepat di samping kubikel milik Kirania. Dia membuka lacinya dan mengeluarkan sebungkus snack bar terakhir yang ia miliki.

"Ssst!"

Kirania baru saja duduk. Dia menoleh ke arah Rora. Tanpa aba-aba, Rora melemparkan snack bar ke mejanya. Kirania menghela napas panjang dan menatap Rora dengan wajah penuh haru.

"Thanks, Ra!" ucapnya dengan gerakan bibir saja.

Rora mengangguk kecil. "Jadi hasilnya lo harus lembur, nih?" tanya Rora dengan suara berbisik.

Kirania mengangguk tanpa semangat. Dia meraih snack bar dari atas meja dan membuka bungkusnya. Kirania memakannya karena kebetulan perutnya sedikit lapar. Rora yang melihat teman barunya di kantor itu hanya bisa prihatin. Kirania masih sering melakukan kesalahan dalam bekerja.

Wajar tapi konsekuensi yang didapat Kirania adalah bekerja lembur sampai pekerjaannya beres. Supervisor mereka memang tidak pernah suka menunda pekerjaan. Ketika ia menemukan sebuah kesalahan maka staff yang mengerjakan harus bertanggung jawab.

Jam sudah menunjukkan pukul lima sore lebih lima belas menit. Rora berdiri dari kursinya dan berpamitan kepada Kirania sekaligus meminta maaf karena tidak bisa menemani staff baru itu lembur. Kirania juga tidak masalah jika harus lembur seorang diri. Masih ada supervisornya di kubikel yang letaknya tepat di depan ruangan manajer mereka.

Kirania menghabiskan waktu sekitar dua jam untuk menyelesaikan semua pekerjaannya hari itu. Pukul tujuh lebih tiga puluh menit, dia turun ke lobby dengan wajah berminyak dan rambut yang ia ikat ekor kuda secara asal. Gadis itu bahkan sudah mengganti heels-nya dengan sandal jepit yang ia bawa dari kos.

"Ki!"

Kirania menoleh ketika ia merasa dipanggil oleh seseorang. Matanya melebar sempurna melihat laki-laki yang baru kemarin ia kenal itu. Kirania memasang wajah setenang mungkin meski ia tahu Cakra pasti melihat kegugupannya.

"P- Pak Cakra," ucap Kirania kaku.

Cakra kini sudah berdiri tepat di depan Kirania. Kemejanya sudah tidak rapi lagi. Dasinya sudah pergi entah ke mana. Dan jangan lupakan rambutnya yang sama berantakannya dengan rambut Kirania.

"Nggak usah pakai 'Pak' segala, Ki!" ucap Cakra.

"Tapi ka-"


"Ckh! Teman lo yang bilang, ya? Mereka semua kayaknya segan sama gue padahal gue biasa aja cuma memang mereka jarang lihat gue ketawa jadi kesannya gue menyeramkan." Cakra tertawa kecil.

"Ini lo ketawa?" Kirania kemudian berjalan diikuti Cakra yang menyejajarkan langkahnya dengan gadis itu.

"Soalnya ketemu sama lo," jawab Cakra.

Kirania mendengus. "Lo habis melewati jam-jam yang bikin kepala mau pecah juga, ya?" tebaknya.

Cakra mengangguk. "Seperti yang lo lihat."

Mereka sudah sampai di tangga menuju basement. "Lo mau langsung pulang?" tanya Cakra.

Kirania menggeleng. "Gue mau cari makan sekalian. Udah lapar banget," jawabnya. "Lift-nya masih under maintenance, ya?" Gadis itu sedikit kesal karena dia harus berjalan lumayan jauh untuk sampai ke parkiran motor jika memakai tangga seperti sekarang.

"Masih." Cakra tersenyum. "Makan sama gue aja, yuk?" ajaknya.

Kirania menoleh dan memandang wajah Cakra dengan sorot kaget. "Pacar lo nggak marah kalau lo ngajak gue makan? Kita cuma berdua, gue nggak enak."

Rembulan SenduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang