Malam itu, Kirania kembali diajak makan malam oleh Cakra. Kali kedua menghabiskan malam bersama Cakra ternyata tidak terlalu buruk bagi gadis itu. Mereka makan ramen karena kemarin malam, Cakra rela mengikuti keinginan Kirania untuk makan menu yang diinginkan gadis itu. Kirania makan dengan sangat lahap.
Sesaat Cakra menatap gadis itu kemudian tertawa kecil. "Lo mau nambah lagi?" tanyanya.
Kirania menelan makanannya dan menggelengkan kepala. "Malam ini gue pengen minum lagi dan gue nggak terlalu suka kalau perut gue terlalu penuh kalau mau minum alkohol," jawabnya dengan santai.
Cakra menaikkan alisnya. "Lo mau mabuk lagi?"
Melihat gadis itu mengangguk tanpa ragu membuat Cakra mendengus dengan sedikit kesal. Besok masih hari kerja dan Cakra pasti akan kesulitan menghubungi Kirania lagi jika malam ini gadis itu berencana minum seperti semalam. Dia sudah terlanjur mengatakan akan kembali menjemput gadis itu besok pagi seperti tadi.
"Kalau lo mabuk lagi, lebih baik ambil motor lo setelah dari sini. Gue nggak mau lo marah ke gue lagi kayak tadi pagi. Waktu gue juga berharga!" ucap lelaki itu dengan wajah melengos ke kanan.
Kirania menegakkan tubuhnya, otot-otot tubuhnya terasa kaku setelah seharian bekerja. "Gue bakal bangun pagi. Lo tenang aja!" katanya sambil tersenyum lebar. "Malam ini gue cuma mau minum sedikit," lanjutnya.
"Awas, ya! Kalau besok pagi lo bikin gue susah lagi! Gue tinggal lo di kosan, dengan begitu performa kerja lo bakal jelek karena bolos kerja, terus lo bakal diberhentikan dari kanto-"
Kirania berdiri dari duduknya dan membungkuk. Dia menyentil kening Cakra dan membuat kalimat laki-laki itu terputus.
"Sakit, Ki!" Cakra mengusap keningnya pelan.
"Ucapan adalah doa! Jadi kalau lo bilang kayak tadi terus ada malaikat lewat di belakang lo, nasib gue bisa beneran apes," kata gadis itu sedang membenarkan tindakannya dengan sebuah alibi yang umum dikatakan orang-orang.
Cakra mendengus. Dia kembali mengambil sumpit dan memakan ramennya yang hanya tersisa sedikit. Kirania bertopang dagu melihat Cakra. Makanan di mangkuknya sudah habis. Kirania kemudian teringat akan sesuatu.
"Eh, lo tahu tempat beli laptop yang terpercaya?" tanyanya ketika teringat akan pesan yang ia terima ketika mereka masih berada dalam perjalanan menuju ke restoran tersebut.
Ayahnya meminta tolong padanya untuk membelikan adik-adiknya laptop dengan uang yang ditransfer ke rekening Kirania. Dia tahu bahwa uangnya tidak akan cukup. Kirania kesal tapi dia sulit menolak permohonan ayahnya karena ayahnya berkata akan melunasi kekurangannya bulan depan. Dengan kata lain, Kirania harus merogoh tabungannya untuk menggenapi kekurangannya itu.
"Lo mau beli laptop yang mana? Macbook?" Cakra meletakkan gelasnya.
Kirania menghela napas dalam dan mengangguk. "Iya, kira-kira butuh duit berapa ya kalau mau beli model yang terbaru?" Sebenarnya dia setengah hati melakukannya tapi karena ayahnya sudah berjanji akan mengganti uangnya jadi ia pikir semuanya akan baik-baik saja.
"Kebetulan gue kemarin baru aja beli macbook air retina display, kalau buat orang-orang kantoran, pelajar atau mahasiswa cocok beli macbook air. Harganya kemarin sekitar dua puluh jutaan. RAM 8 Gb sama penyimpanan 256 Gb. Lo butuh buat apa dulu? Kalau buat jadi content creator beli yang macbook pro aja." Cakra menjelaskan.
Mata Kirania melotot seperti hendak keluar dari rongganya. Bibirnya sedikit terbuka dengan wajah kaget luar biasa. Dia teringat dengan jumlah uang yang ditransfer oleh ayahnya. Kirania juga masih ingat dengan jelas berapa tabungan yang ia miliki. Tidak akan cukup jika harus membeli dua laptop sekaligus. Dia menggigit bibirnya sambil memikirkan cara supaya ia tidak perlu membeli dua laptop sekaligus.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rembulan Sendu
RomanceKirania pikir, menjadi sahabat dari seorang Cakra Aryasatya Wijaya saja sudah cukup. Kenyataannya, seiring berjalannya waktu, perasaannya tumbuh dan semakin lama semakin mencekik. Sampai akhirnya dia memberanikan diri untuk menyatakan perasaannya ke...