"Lo kenapa?" Cakra mencengkram pergelangan tangan Kirania hingga gadis itu tak bisa melarikan diri lagi darinya.
"Eh!" Kirania memasang wajah bodoh yang terlihat menjengkelkan di mata Cakra. "Ca?" Dia tidak pandai berpura-pura di depan Cakra.
Cakra berdecak sebal. Dia memandang Kirania yang kini malah menundukkan kepala dan sibuk menatap ujung sandal yang dipakai oleh gadis itu. Laki-laki itu tertawa pelan. Kirania sedang menghindarinya dan dia tahu kenapa. Cakra menepuk lengan Kirania pelan.
"Lo udah dengar gosip itu?" tanya Cakra.
"Hah?" Kirania mendongak.
"Nggak usah dengerin gosip di kantor ini. Anggap aja angin lalu. Kalau lo menghindari gue karena nggak nyaman sama gosip itu, nanti gue bakal bilang kalau kita cuma sahabat. Itu kalau ada yang nanya ke gue, kalau nggak ada atau mungkin ada yang nanya ke lo, ya... lo jelasin ke mereka kalau kita nggak ada apa-apa," kata Cakra.
Kirania meneguk ludah pelan. Cakra terdengar sangat serius dan itu sedikit... melukai perasaan Kirania. Ada apa dengannya? Kirania mengerjapkan mata dan segera mengangguk dengan tegas. Dia tersenyum seolah-olah semua yang dikatakan Cakra tidak bisa membuatnya merasa tersakiti.
"Ya, gue udah bilang ke Rora. Dia tadi tanya tentang gosip itu. Lagipula kenapa lo ngajak gue sih, Ca?" Kirania pura-pura berdecak.
Sebenarnya dia ingin tahu apa yang sebenarnya sedang dipikirkan oleh laki-laki di depannya itu. Dan kesempatan untuk dirinya bertanya tenyata sudah tiba. Kirania merasa diberi jalan oleh Tuhan untuk mengetahui apa motif Cakra sebenarnya.
"Nggak kenapa-kenapa, Ki." Cakra menghela napas panjang. "Cewek yang gue suka... dia nggak akan mau datang ke sana sama gue," lanjutnya yang berhasil membuat bibir Kirania terkatup rapat.
Cadangan.
Kirania menarik bibirnya sampai membentuk satu garis lurus. Dia menahan diri untuk tidak bereaksi berlebihan. Memangnya apa yang ingin ia dengar dari Cakra? Laki-laki itu memang memiliki pacar yang pernah bertemu dengannya secara langsung dan bahkan berkenalan dengannya.
"Oh!" Kirania menoleh ke belakang karena suasana di antara mereka berubah canggung secara tiba-tiba. "Kalau gitu sampai jumpa di hari Minggu, ya! Gue balik dulu, ada janji nonton sama Harsa," lanjut gadis itu dengan senyuman lebarnya.
Cakra mengangguk dan tak lagi mencoba mengejar sahabatnya yang kini berbalik dan pergi dari hadapannya tanpa menunggu tanggapan darinya. Dia menghela napas panjang dan ikut berbalik. Dia juga harus segera pulang ke apartemen. Karena mobilnya sedang masuk ke bengkel jadi laki-laki itu memutuskan untuk menaiki taksi online.
***
Hari Minggu tiba dan seperti rencana awal, Cakra datang ke kos Kirania untuk menjemput gadis itu. Laki-laki itu berdiri tepat di depan pintu kamar Kirania yang tertutup rapat. Dia mengusap tengkuknya sambil melihat ke kanan dan ke kiri. Sepi. Cakra masih heran kenapa Kirania tidak mengontrak rumah saja supaya lebih leluasa.
"Ki!" Tangannya terkepal dan bergerak mengetuk pintu yang terbuat dari kayu itu.
Tak lama berselang, ketika tangan laki-laki itu hendak kembali mengetuk pintu di hadapannya, seorang gadis terlihat membuka pintu itu dan kini berdiri dengan wajah sedikit gugup. Kirania tersenyum lebar. Cakra menatap wajah gadis yang tidak biasanya mengenakan riasan wajah yang tebal itu dengan bibir setengah terbuka dan mata melebar.
Kirania tersipu malu ditatap dengan cara demikian oleh Cakra. Dia menunduk dan menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga. Rambut yang biasanya lurus kini terlihat berbentuk curly. Gadis itu mengenakan dress berwarna salem yang panjangnya di atas lutut dan terbuat dari brokat. Bagian lengannya pendek dan pakaian itu menerawang di bagian dada sampai punggung bagian atas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rembulan Sendu
RomanceKirania pikir, menjadi sahabat dari seorang Cakra Aryasatya Wijaya saja sudah cukup. Kenyataannya, seiring berjalannya waktu, perasaannya tumbuh dan semakin lama semakin mencekik. Sampai akhirnya dia memberanikan diri untuk menyatakan perasaannya ke...