Venticinque

386 14 0
                                        

Kirania menoleh ke kanan dan ke kiri. Wajahnya terlihat serius mencari seseorang yang baru saja mengiriminya sebuah pesan. Tangan gadis itu masih menggenggam ponselnya. Dia kemudian tersenyum saat seseorang yang ia cari itu berjalan masuk ke lobby gedung.

"Nyari gue, ya?" Harsa terkekeh pelan.

Kirania mengangguk. "Gue kira lo bohong," katanya.

Harsa mendengus keras. "Gue nggak pernah bohong sama lo." Laki-laki itu menatap Kirania. "Ayo!" ajaknya.

Kirania menurut. Dia berjalan tepat di samping Harsa yang mulai bercerita tentang pekerjaannya. Meski Kirania tidak tahu seperti apa tekanan pekerjaan yang Harsa dapatkan, tapi dari cerita laki-laki itu, Kirania yakin kalau Harsa sedang benar-benar penat dengan pekerjaannya.

"Klien lo marah?" Kirania hendak membuka pintu mobil milik Harsa tapi pria itu lebih dulu meraih handle pintu dan membukanya untuk Kirania.

Kirania diam dan menatap pintu mobil tersebut sambil sedikit kebingungan. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Harsa sedikit berlebihan. Memang Harsa sering melakukannya tapi Kirania masih saja belum terbiasa dengan sikap laki-laki itu.

"Thanks!" Kirania masuk ke dalam mobil dan membuang napas melalui mulutnya dengan perlahan.

"Ayo, Ki. Lirik Harsa! Dia super baik!" batinnya memberikan semangat. "Cakra juga baik!" Kirania berdecak kala bisikan itu muncul di dalam kepalanya.

"Kenapa?"

Kirania menoleh. "Enggak! Gue ingat kerjaan gue yang belum selesai hari ini."

"Gue... ganggu kerjaan lo, ya?" Harsa seketika merasa bersalah.

Kirania menegakkan tubuhnya dan menggelengkan kepala cepat. "Enggak, Sa! Lo nggak ganggu, kok. Gue memang nggak mau selesai hari ini, kayaknya besok gue nggak terlalu banyak kerjaan." Kirania tersenyum dengan mata menyipit. "Jadi... gue simpan kerjaan gue sore ini buat besok, biar atasan nggak nambahin kerjaan lagi karena lihat gue masih sibuk." Gadis itu terkekeh geli.

Harsa tertawa. "Ide lo bagus juga, Ki!" ucapnya.

***

Pagi itu, gosip tentang Cakra kembali terdengar di telinga Kirania. Sebenarnya, gadis itu tidak pernah penasaran dengan gosip yang beredar di kantornya. Tapi dia tidak pernah bisa menghindari kabar yang dibawa untuk ia dengarkan. Siapa lagi jika bukan Rora? Teman Kirania yang satu itu memang sangat suka memberi Kirania gosip-gosip hangat di kantor mereka.

Jika bukan tentang Cakra, Kirania pasti tidak akan tertarik seperti sekarang. Terlebih lagi, gosip yang dikatakan oleh Rora berhubungan dengan kisah asmara Cakra. Bagaimana Kirania tidak merasa penasaran? Dia sudah mati-matian bersikap seolah-olah tidak ada yang ia rasakan terhadap laki-laki itu selain sekedar teman yang berada di dalam kantor yang sama. Sayangnya, kabar pagi ini terasa menyesakkan dada. Menyentakkan hatinya sampai jatuh ke dalam jurang yang dalam. Kirania harus tahu lebih jauh.

"Lo... serius?" tanya gadis itu masih mencoba tenang.

Rora memicingkan matanya. "Gue tahu kalau lo suka sama Ca- hmpphhh!"

"Diem!" Kirania memberi peringatan kepada Rora supaya tidak melanjutkan ucapannya.

Gadis itu membekap mulut Rora dengan wajah panik. "Suara lo masih bisa didengar sama orang lain, Ra!" bisiknya dengan nada tegas.

Rora mengerti. Dia mengangguk dengan mata melotot. Kirania mengedarkan pandangannya ke sekitar. Tidak ada orang di dalam ruangan mereka karena jam dua belas adalah jam di mana karyawan keluar ruangan untuk makan siang. Kirania melepaskan tangannya dari mulut Rora dan menghela napas dalam.

Rembulan SenduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang