Kirania tertawa terbahak-bahak mendengar cerita yang mengalir dari bibir laki-laki di depannya itu. Tangan kanan gadis itu meraih gelas berisi es coklat yang ia pesan. Laki-laki di depan Kirania yang tadinya ikut tertawa kini perlahan terdiam dengan mata yang masih lekat memandangi wajah cantik dengan riasan sederhana itu.
"Lo nggak pernah dimarahi sama ibu lo waktu..." Kirania meletakkan gelasnya kembali ke atas meja. "Suka ngambil kue pesanan orang yang dibikin sama beliau?" Dia tidak habis pikir dengan tingkah laku Harsa semasa kecil yang membuatnya terus tertawa sejak tadi.
Harsa mengangguk. "Pernah!" jawabnya mantap. "Pada akhirnya ketahuan juga siapa yang beberapa kali motong kue pesanan orang," lanjutnya sambil tergelak.
Keduanya kemudian terdiam ketika seseorang masuk ke dalam Lotus café dengan kemeja yang Kirania ingat adalah kemeja yang pernah ia lihat beberapa kali dipakai oleh laki-laki itu. Harsa melirik wajah Kirania yang nampak tegang dengan jari-jari yang saling meremas di atas meja. Harsa tersenyum kecil. Sepertinya saingannya datang.
"Itu teman lo, kan?" tanyanya.
Kirania menoleh ke arah Harsa dan mengangguk sambil tersenyum. "Ya, dia teman gue. Lo pernah ketemu sama dia. Kenapa harus tanya?" Gadis itu terkekeh.
"Biar gue yakin kalau dia beneran hanya sebatas teman buat lo, Ki," sahut Harsa.
Kirania membeku di tempat duduknya. Dia memandang Harsa dengan mata yang memancarkan sorot ragu-ragu. Telinganya tidak salah mendengar tapi rasanya Kirania tidak yakin dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Harsa kepadanya.
"Ki!"
Kirania tersentak dan menolehkan kepala ke sumber suara. Cakra berjalan ke arahnya dengan senyumannya yang semakin hari semakin terlihat menawan saja. Sial! Kirania sampai hampir mengumpat tapi beruntung dia masih tahu tempat dan waktu.
Celana kerja hitam dengan sepatu kulit berwarna coklat kemudian rambut pendek dengan model taper cut terlihat sangat pas di tubuh Cakra. Dia tak berhenti tersenyum sampai kakinya berhenti tepat di depan Kirania.
"Lo di sini?" Cakra spontan mengacak rambut gadis itu.
"Ih! Lo baru datang udah mau ngajak gue berantem, ya?" Gadis itu bersungut-sungut.
Cakra tertawa. Kemudian tatapannya berpindah ke arah Harsa yang masih duduk dengan tenang dengan mata yang sibuk memandang Kirania. Cakra menaikkan alisnya dan mengulurkan tangan ke arah Harsa terlebih dulu.
"Lo teman Kirania, ya? Kenalin, gue Cakra," kata laki-laki itu dengan suara tegas.
Harsa menyambut uluran tangan Cakra dan tersenyum ramah. "Gue Harsa, teman dekat Kirania," jawabnya yang membuat Kirania berubah ekspresi.
Gadis itu mengerutkan kening dengan bibir yang sudah gatal hendak menyahut. Namun, Harsa kembali melanjutkan kata-katanya yang semakin membuat Kirania panik.
"Mungkin sebentar lagi kami bisa pacaran." Harsa nyengir.
Cakra sama sekali tidak tertawa. Laki-laki itu hanya tersenyum miring dan mengangguk. Hal itu yang membuat bibir Kirania kembali terkatup rapat dan dia mengurungkan niat untuk membantah kalimat Harsa. Matanya mengerjap dan dia memilih mengalihkan perhatian ke arah gelasnya.
"Ya... semoga," ucap Cakra. "Kalau gitu, gue balik dulu, ya, Ki!" lanjutnya sambil mengalihkan perhatian ke arah Kirania.
Kirania mendongak dan mengangguk. Tak ada senyuman seperti sebelumnya. Kirania tidak tahu apa yang salah di sana tapi semuanya terasa tidak benar malam itu. Dia, Cakra atau Harsa? Kirania tidak mau mengakui karena dia tidak ingin malu sendiri.
![](https://img.wattpad.com/cover/340641996-288-k734296.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rembulan Sendu
عاطفيةKirania pikir, menjadi sahabat dari seorang Cakra Aryasatya Wijaya saja sudah cukup. Kenyataannya, seiring berjalannya waktu, perasaannya tumbuh dan semakin lama semakin mencekik. Sampai akhirnya dia memberanikan diri untuk menyatakan perasaannya ke...