Trentotto

376 16 0
                                    

Kirania berdiri di depan Jelita yang sedang memasang wajah sebalnya. Jelita nampak bersedekap dengan dagu sedikit terangkat. Wajah gadis itu sekarang terlihat sangat angkuh dan juga tak bersahabat. Kirania bahkan tidak pernah menyangka jika dia akhirnya akan memiliki sebuah urusan dengan Jelita, gadis yang menjadi primadona di kantor mereka.

"Jujur sama gue, kalian ngapain aja kemarin?" tanya Jelita dengan nada ketus.

Kirania mengerutkan kening dalam. Dia tidak menyangka kalau Jelita akan bersikap ketus begini kepadanya. Selama ini dia memandang Jelita sebagai gadis yang manis dan juga anggun. Tidak terlintas sedikit pun di kepala Kirania tentang Jelita yang bisa bersikap menyebalkan seperti sekarang.

"Gue sama dia cuma makan bakso di depan gang. Apa ada masalah sama hal itu?" Kirania berkata sejujurnya kepada Jelita.

Dia merasa risih karena beberapa orang yang berjalan melewati mereka pasti melirik ke arahnya dan juga Jelita. Sekarang Kirania sedang merasa menjadi orang ketiga karena tatapan orang-orang itu kepadanya. Cara mereka menatapnya terlihat sangat aneh. Berbeda ketika mereka menatap Jelita.

Jelita menghela napas dalam dan mengibaskan rambutnya ke belakang. Sekarang dia berkacak pinggang dan menunjuk wajah Kirania dengan jari telunjuknya. Apa yang dilakukan oleh Jelita sangat tidak sopan. Sayangnya, Kirania sedang tidak ingin membuat gaduh. Dia hanya bisa menahan diri dari emosi yang perlahan menguasai hatinya.

"Gue kasih tahu kalau Cakra nggak mungkin ngajak lo jalan kalau lo nggak godain dia duluan. Gue lebih kenal sama Cakra daripada lo dan gue harap kemarin adalah hari terakhir lo jalan sama pacar gue. Kalau lo keras kepala gue bakal singkirin lo dengan cara gue. Jadi selama lo masih punya waktu, lebih baik lo menyingkir duluan dari hubungan gue dan Cakra!" nada bicara Jelita terdengar tegas.

Kirania hanya diam dengan kedua tangan terkepal di samping tubuhnya. Jelita langsung pergi dari sana tanpa menunggu penjelasan dari Kirania. Gadis itu berhasil membuat Kirania nampak bodoh. Setelah sekian menit Kirania menahan amarah di dadanya, akhirnya dia menghela napas panjang demi meredakan panas yang sudah menjalar sampai ke ubun-ubunnya.

"Kenapa cowok-cowok bisa pada suka sama cewek sadis kayak gitu, sih? Dasar aneh!" gerutu Kirania sambil bergidik ngeri.

Kirania segera pulang ke kosnya karena dia harus bersiap-siap terlebih dahulu sebelum Harsa menjemputnya. Dia mengenakan kaos oversize dengan celana jeans. Rambut Kirania dikuncir kuda. Dia tidak perlu menunggu lama karena Harsa sudah tiba di kosnya ketika Kirania baru saja selesai bersiap. Harsa terlihat lelah dan mata Kirania tidak bisa beralih dari bawah mata kekasihnya itu yang nampak semakin gelap.

"Kamu nggak pulang dulu?" tanya Kirania.

Dia melihat kemeja yang dipakai oleh Harsa sudah nampak kusut dan tak rapi lagi. Harsa menggelengkan kepalanya sambil tersenyum lebar.

"Aku kangen sama kamu," katanya.

Harsa masih berdiri sambil memandangi wajah sang kekasih. Lantas dengan rindu yang menggebu di dalam dadanya, dia berjalan mendekati Kirania. Pria itu memeluk Kirania dengan erat sambil menghirup aroma tubuh Kirania. Dia sangat suka melakukannya. Perasaannya seketika menjadi tenang kembali dan suara-suara berisik di kepalanya seolah-olah langsung menghilang begitu saja.

Kirania mengerjapkan mata. Tangannya menggantung di samping tubuhnya sampai akhirnya dia merasakan kecupan di pelipis kepalanya. Kirania balas memeluk Harsa sambil menghela napas lelah. Ya, dia merasa lelah dengan hubungan mereka yang akhir-akhir ini terasa menyesakkan dadanya.

"Kita pergi sekarang?" tanya Harsa setelah pelukan mereka terlepas.

Kirania mengangguk sambil tersenyum tipis. "Sebentar!" Dia menahan pergelangan tangan Harsa sampai membuat pria itu berbalik menatapnya.

Rembulan SenduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang