Ventitré

491 18 0
                                        

Kirania menatap sosok Cakra yang baru saja datang dan duduk tepat di depan dirinya. Sementara itu Rora duduk di sebelah Cakra. Wanita itu terlihat sedang sibuk memakai riasan wajah. Rora memang datang dengan wajah yang masih polos.

"Kenapa buru-buru banget, sih? Gue belum dandan!" gerutu Rora yang ditujukan untuk Cakra.

"Gue pengen minum kopi. Mata gue berat," jawab laki-laki itu dengan suara tenang.

Rora berdecak sebal. Gadis itu kemudian memoleskan lipstick ke bibirnya tanpa mau repot-repot menanggapi ucapan Cakra. Sementara itu, Kirania hanya diam dan sempat melirik ke arah Harsa sesaat. Laki-laki itu hanya terkekeh geli melihat bagaimana kesalnya Rora.

"Lo nggak ngerokok, Ki?" tanya Cakra sambil mengeluarkan kotak rokok dari saku celananya.

Kirania menegakkan tubuhnya dan menoleh untuk melihat ekspresi Harsa. Laki-laki itu sedang mengamati Cakra. Harsa terlihat tenang namun Kirania tahu kalau Harsa tidak suka mendengar ucapan Cakra.

"Kirania nggak ngerokok. Iya 'kan, Ki?" sahut Harsa.

Kirania melebarkan mata dan meneguk ludah pelan. Gadis itu mengangguk dan menatap Cakra yang terlihat menganggukkan kepala. Kirania hanya tersenyum tipis saat Cakra menatap matanya. Dia merasa tidak nyaman dengan sikap Harsa. Seolah-olah laki-laki itu sedang menegaskan bahwa Kirania bisa diatur olehnya.

"Gue lagi nggak ngerokok, Ca. Biasanya kalau lagi ada masalah baru ngerokok." Kirania tertawa kecil.

Rora menurunkan cerminnya. "Kirania lagi bahagia makanya nggak ngerokok lagi. Kayaknya itu yang alasan yang paling benar," ucap Rora.

Kirania tertawa. "Lo tahu dari mana?" ucap Kirania.

"Siapa aja yang melihat lo dengan Harsa, pasti tahu kalau kalian lagi dimabuk asmara. Hati kalian lagi sama-sama berbunga. Udah ada Harsa yang bisa bikin lo senang jadi lo nggak perlu rokok lagi buat meredakan semua emosi lo. Sebagai gantinya..." Rora melirik Harsa sambil terkikik geli. "Lo bisa peluk Harsa sepuasnya. Iya 'kan, Sa?"

Harsa tertawa dan mengangguk. "Iya, lo benar, Ra!"

Kirania hanya tertawa saja. Dan dia sadar jika di antara mereka berempat di meja itu, hanya Cakra yang diam dan tidak ikut tertawa bersama mereka. Meski demikian, Kirania tidak berani mengajak Cakra berbicara. Dia tidak tahu apakah Cakra sedang ada masalah atau tidak. Jadi, Kirania memilih mengunci bibirnya rapat-rapat.

"Cakra! Cewek yang pernah ke kantor kita dulu itu, beneran pacar lo, kan?" Rora menoleh dan ucapannya berhasil membuat Cakra mendengus keras.

Laki-laki itu baru saja ingin menjawab ketika pelayan kafe datang dan membawakan pesanan mereka. Cakra memesan latte sementara Kirania memesan milkshake coklat. Cakra mengerutkan kening dalam.

"Lo nggak minum kopi, Ki?" tanya Cakra.

"Enggak!" Kirania menggelengkan kepala. "Gue lagi pengen minuman manis," lanjut gadis itu.

"Nanti malam kita jalan-jalan ke Braga, gimana?" Harsa menyahut. "Sekalian beli makan malam," lanjutnya.

Rora mengacungkan jempol sambil meminum es kopi susunya. "Setuju!" katanya sambil meletakkan gelasnya ke atas meja.

"Boleh," sambung Cakra.

Kirania mengangguk dan tersenyum ketika Harsa menatap dirinya. Laki-laki itu menantikan jawaban darinya. Kirania melirik Cakra yang nampak cuek dengan sebatang rokok di antara jari telunjuk dan jari tengahnya. Pria itu nampak tenang, dia menghisap rokoknya dengan dalam dan menghembuskan asapnya ke udara.

"Kiya."

Kirania yang baru saja terkekeh geli mendengar celotehan Rora sedikit terkejut dengan panggilan yang baru saja ia dengar. Meski Cakra sudah terbiasa memanggilnya dengan panggilan itu tapi karena mereka sedang bersama teman-teman di satu meja yang sama membuat Kirania kaget dan harus bersiap jika ada yang bertanya padanya tentang panggilan itu.

"Ya?" Kirania langsung mengubah ekspresinya.

Dia menoleh dan matanya bertemu dengan manik hitam milik Cakra. Kirania berpura-pura tenang meski tidak bisa dia pungkiri bahwa degupan jantungnya terasa berbeda. Dia seolah lupa kalau di sampingnya ada Harsa yang mengamati interaksinya dengan Cakra. Harsa dengan sengaja memegang tangan kiri Kirania yang ada di atas meja.

Kirania tersentak dan menatap Harsa yang tersenyum kepadanya. Kemudian gadis itu kembali fokus dengan Cakra yang masih menatapnya dengan tatapan yang terlihat sedikit aneh bagi Kirania. Cakra tersenyum miring. Tidak biasanya Cakra memberikan ekspresi demikian ketika sedang mengajak mengobrol dengan Kirania.

"Minggu depan kita jadi pergi, kan?" tanya Cakra.

Kirania tidak sadar jika Harsa kini justru menggenggam tangannya. Pria itu seperti sedang bersikap posesif terhadap Kirania. Dan ada satu orang yang memiliki mata yang jeli serta dugaan yang mengarah kepada rasa cemburu. Rora memicingkan mata dan melihat interaksi di antara ketiga orang yang ada di satu meja yang sama dengan dirinya.

"Memangnya mau ke mana?" sahut Harsa ketika Kirania hendak menjawab.

Kirania meneguk ludah pelan. "Gue..." Kirania menatap tangan kirinya dan dengan perlahan dia menariknya dengan cara berpura-pura hendak mengambil gelas minumannya. "Mau pergi nonton sama Cakra," lanjut Kirania.

Gadis itu minum dengan lirikan mata yang tertuju pada Rora yang kini bertopang dagu sambil menatapnya dan mengangkat kedua alisnya tinggi. Kirania tahu apa yang ingin ditanyakan oleh Rora ketika mereka sudah kembali ke kamar nanti malam. Kirania sudah bisa membayangkan bagaimana ekspresi yang akan diberikan oleh Rora kepadanya saat sesi curhat sebelum tidur berlangsung.

"Kenapa nggak ngomong dulu sama gue?" Kedua alis Harsa menukik tajam.

Bahkan Cakra yang lebih dulu bertanya kepada Kirania saja tidak sempat ikut menambahkan kalimat Kirania yang dia rasa kurang itu. Tapi Harsa sudah lebih dulu menyahut. Harsa menegakkan tubuhnya dan menyentuh lengan Kirania.

"Besok gue ikut sekalian aja, gimana?" tambah Harsa yang membuat Kirania tidak sanggup berkata-kata lagi.

"Sa... gue ada acara sama Cakra. Jadi gue dan Cakra bakal datang ke acara pemutaran film pendek di Taman Ismail Marzuki. Sutradara film itu kebetulan teman Cakra. Dan Cakra dikasih dua tiket buat masuk. Jadi kayaknya..." Kirania melirik Cakra sekilas. "Lo nggak bisa ikut karena tiketnya terbatas." Kirania menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Kirania baru saja hendak bertanya kenapa dia harus bilang dahulu kepada Harsa tentang janjinya yang akan pergi dengan Cakra tapi pria di sampingnya itu sudah lebih dulu bersuara.

"Cakra! Lo bisa cariin gue tiketnya? Gue bayar tiketnya, kok."

Kirania melebarkan mata mendengar penuturan Harsa. Rora yang juga mendengar ucapan Harsa sontak tertawa. Dia menunjuk wajah Harsa yang menurutnya sangat lucu.

"Lo cemburu, ya?" tanya Rora langsung di depan Harsa.

"Rora!" Kirania memberikan tatapan penuh peringatan.

Rora sontak menutup mulutnya. Cakra terkekeh pelan. Dia menggelengkan kepala.

"Udah habis kalau kata teman gue, Sa."

Wajah Harsa semakin terlihat masam. Kirania melirik Cakra yang menatapnya dengan pandangan yang kini berubah teduh. Meja mereka benar-benar penuh warna dan memberikan hiburan kepada Rora yang diam-diam masih menahan tawanya. 

"Gue suka suasana sore ini," gumam Rora.

Rembulan SenduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang