Trentacinque

353 16 0
                                        

"Ta?"

Cakra mengucek kedua matanya secara bergantian. Dia menatap sosok gadis cantik di depannya dengan wajah sedikit kaget. Gadis yang memakai blouse berlengan pendek dengan celana jeans hitam itu terkikik geli melihat wajah bangun tidur Cakra.

"Gemas banget, sih!" Gadis itu maju dan langsung memeluk Cakra.

Tubuh Cakra sedikit terdorong ke belakang hingga membuat satu kakinya melangkah mundur untuk menahan bobot tubuhnya. Dia terbelalak dengan kedua tangan yang masih menggantung di udara. Aroma bunga dari rambut gadis itu menguar memenuhi indra penciuman Cakra. Mata laki-laki itu kemudian mengerjap.

Tangannya bergerak untuk balas memeluk sang kekasih dengan senyuman tipis di wajahnya. "Pagi-pagi udah ke sini," katanya.

Jelita melepaskan pelukannya. Bibirnya mencebik seperti bebek dengan dahi berkerut-kerut. Dia berdecak sebal sambil meraih telapak tangan Cakra.

"Memangnya kenapa? Nggak boleh, ya?" tanyanya.

"Boleh!" Cakra menyahut dengan cepat. "Kebetulan aku lapar, pengen makan masakan kamu," lanjutnya.

Kalimat Cakra berhasil memicu senyuman di wajah cantik Jelita. Sesaat Cakra terpesona dengan wajah itu. Gadis itu juga anggun. Terkadang Cakra berpikir, benarkah kalau Jelita adalah kekasihnya? Dia tidak menyangka jika Jelita mau menerima tawarannya untuk menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih.

"Kamu mau makan apa pagi ini?" Jelita berjalan melewati Cakra begitu saja.

Dia sudah cukup familiar dengan apartemen Cakra. Kekasihnya itu beberapa kali mengajaknya datang ke sana meski terkadang mereka hanya menghabiskan waktu untuk minum kopi atau coklat panas. Jelita meletakkan tas branded miliknya dan meletakkannya di atas sofa.

Dia menoleh sejenak ke belakang sambil terus berjalan ke dapur. "Aku bikin nasi goreng aja, ya? Kamu pasti nggak punya banyak bahan makanan di kulkas," ujarnya.

Cakra tersenyum dan mengangguk. "Ya! Apa aja asal masakan kamu, aku pasti makan," jawabnya.

Pipi Jelita merona. Gadis itu segera membuka kulkas milik Cakra dan mengeluarkan bahan-bahan untuk membuat nasi goreng. Cakra berjalan mendekati sang kekasih dan duduk di meja bar. Dia mengawasi gerakan Jelita ketika gadis itu sibuk dengan bahan makanan di depannya.

Jelita yang memunggungi Cakra tahu kalau kekasihnya itu sedang duduk diam dan mengawasinya. Dia menoleh sejenak dan tersenyum. Cakra hanya diam dengan senyuman tipisnya. Laki-laki itu menghela napas panjang kemudian berdiri dan berjalan menuju ke arah sofa.

Dia duduk kemudian menyalakan layar datar yang ada di hadapannya. Beberapa kali mengganti channel, nyatanya tidak ada yang menarik hatinya. Akhirnya, dia memilih channel yang berisi berita nasional. Laki-laki itu menyandarkan punggungnya ke belakang.

Kiya...

Tiba-tiba nama itu yang terlintas di otaknya. Mata Cakra tidak bergerak sedikit pun. Bayangan Kirania kini menari di benaknya. Kirania yang ceria. Kirania yang terlihat seperti tak punya keluarga. Kirania yang bisa merokok dan minum alkohol. Kirania yang suka berbicara tentang hal-hal random. Dan... Kirania yang sekarang sudah menjadi kekasih Harsa.

Cakra mengedipkan matanya. Dia teringat sesuatu. Hal acak yang dia sendiri tidak tahu kenapa bisa membuatnya sangat penasaran. Hal itu muncul secara tiba-tiba dalam benaknya. Dia kemudian berdiri dengan tergesa-gesa dan pergi ke kamarnya.

Laki-laki itu meraih ponsel yang ada di atas nakas kemudian membuka ruang obrolannya dengan Kirania. Dia menelan ludah pelan kala satu kalimat sudah berhasil diketik namun belum ia kirim. Laki-laki membacanya sekali lagi.

Rembulan SenduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang