"Lagi nunggu cowok lo, ya?"
Kirania yang berdiri di samping pintu keluar warung tersentak kaget saat seseorang bertanya kepadanya. Dia menoleh dan melihat pria dengan kemeja biru tua itu sedang berdiri di depannya. Tubuhnya lebih tinggi dari Cakra. Kirania masih diam sambil mendongak dan menatap mata pria di depannya itu.
"Halo?" Pria itu mengibaskan telapak tangannya ke depan wajah Kirania.
Gadis itu mengerjapkan mata. "O- oh." Dia meneguk ludah pelan dan mengalihkan fokusnya ke tempat lain. "Dia teman gue," jawabnya.
"Gue kira dia cowok lo," ucap pria itu sambil tersenyum dan mengusap tengkuknya. "Gue Harsa Danapati, nama lo siapa?" Pria itu mengulurkan tangannya ke arah Kirania.
Kirania menerima uluran tangan itu dan mereka berjabat tangan. "Gue Kirania." Dia tersenyum.
Tak lama berselang, Cakra datang. Pemuda itu tadi pamit ke toilet dan sekarang dia sedang memandangi Kirania yang berdiri berhadapan dengan pria berkemeja biru tua. Dia segera menarik tangan Kirania dengan maksud membawanya pergi dari sana.
"Ayo pulang!" katanya sambil menyeret Kirania.
Kirania tersenyum ke arah Harsa. "Gue pergi dulu, ya!" katanya.
Harsa tersenyum dan mengangguk. "Senang berkenalan dengan lo, Ki!" ucap Harsa.
Di dalam mobil, Cakra mengemudikan mobilnya sambil sesekali melirik ke arah gadis di sampingnya itu. Kirania nampak mengantuk. Gadis itu beberapa kali menguap lebar dan tak ada suara yang keluar dari bibirnya sejak mereka berdua memasuki mobil.
"Siapa?"
Kirania menoleh setelah mendengar suara Cakra. "Siapa? Maksud lo?" tanyanya bingung.
"Cowok tadi namanya siapa? Lo udah kenalan sama dia, kan?" Cakra kembali melirik Kirania.
"Oh! Namanya Harsa. Dia ngajak gue kenalan. Cuma sekedar tahu nama karena lo keburu narik tangan gue," jawab Kirania yang pada akhirnya paham dengan apa yang ditanyakan oleh Cakra.
Cakra mengangguk. "Itu artinya dia lihatin lo terus karena tertarik, Ki. Lo keburu panik tadi," ucapnya.
"Mungkin dia tertarik sama gue tapi bisa jadi dia lagi taruhan sama teman-temannya." Kirania memejamkan mata karena kantuk yang menyerang semakin tidak bisa ia hindari.
Cakra spontan tertawa mendengar ucapan Kirania. Dia menggelengkan kepala pelan karena tidak habis pikir dengan Kirania. Dia rasa gadis itu terlalu banyak membaca kisah romantis seorang gadis yang dijadikan taruhan oleh seorang pemuda namun sang pemuda berakhir jatuh hati kepada gadis tersebut. Cerita indah semacam itu memang lebih mudah menguasai imajinasi para gadis.
"Lo terlalu banyak baca cerita fiksi," ucap Cakra sambil menggelengkan kepalanya. "Kalau benar cowok tadi mau dekatin lo karena taruhan berarti lo masih beruntung. Kalau lo ternyata target kejahatan human trafficking, gimana?" Cakra kemudian menoleh setelah mobilnya berhenti di depan kos Kirania.
Cakra terkekeh pelan. Kirania tidak akan mendengarnya berbicara. Gadis itu sudah pergi ke alam mimpi. Cakra menggaruk pelipisnya sambil berpikir bagaimana cara membangunkan Kirania. Melihat gadis itu tertidur membuatnya tidak tega untuk membangunkannya.
Pada akhirnya, dia hanya diam di dalam mobil itu sambil bermain game di ponselnya. Dia berniat membangunkan Kirania lima belas menit lagi. Mata Kirania terlihat merah dan sedikit bengkak. Cakra tahu ada sesuatu yang terjadi. Bukan tentang gadis itu yang menahan kantuk tapi tentang kemungkinan Kirania yang sempat menangis hebat sebelum mereka bertemu.
Hati Cakra mendorongnya untuk memberikan waktu bagi Kirania berada dalam posisi demikian. Dia masih belum ingin meninggalkan gadis itu sendirian. Oleh sebab itu, Cakra membiarkan Kirania tidur sebentar di dalam mobilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rembulan Sendu
RomansaKirania pikir, menjadi sahabat dari seorang Cakra Aryasatya Wijaya saja sudah cukup. Kenyataannya, seiring berjalannya waktu, perasaannya tumbuh dan semakin lama semakin mencekik. Sampai akhirnya dia memberanikan diri untuk menyatakan perasaannya ke...