Nove

484 18 0
                                    

"Kirania?"

Kirania buru-buru menyembunyikan selembar gambar yang baru saja ia ambil dari dalam buku kecil miliknya. Dia mendongak saat seseorang menyebut namanya. Gadis itu terkejut saat mengetahui siapa yang datang. Dia mengangguk dan tersenyum ramah.

"Oh, hai!" sapa Kirania.

"Nggak nyangka banget kita bisa ketemu di sini," ucap pria yang kini menarik kursi di depan Kirania itu.

"Iya. Lo kerja di sekitar sini, ya?" tanya Kirania.

Harsa menggelengkan kepala. "Enggak. Gue baru aja ketemu sama klien di sekitar sini. Gue dengar carbonara di sini enak jadi gue mampir buat makan malam," jawab pria itu.

Kirania tersenyum. Dia dan Harsa sedang berada di tempat makan yang berada tak jauh dari kantornya. Tempat makan yang menyajikan makanan khas Italia seperti pizza, lasagna, risotto sampai gelato. Harsa terlihat masih rapi dengan kemeja berwarna merah maroon. Terlihat pas di tubuhnya yang tinggi dan juga tegap.

"Eh! Gue boleh duduk di sini, kan?" tanya Harsa.

Kirania mengangguk cepat. "Tentu aja! Kursinya kosong, kok."

"Thanks!"

Kirania hanya mengangguk dan tersenyum. Gadis itu kemudian terlihat sibuk meletakkan selembar gambar yang tadi ia pandangi ke dalam buku kecil miliknya yang bersampul coklat. Dia memasukkannya ke dalam tasnya dan kembali memakan lasagna di depannya dengan tenang.

Tanpa ia sadari, Harsa memandanginya tanpa berkedip. Mereka hanya diam sampai pesanan Harsa datang. Kirania memandangi makanan yang terlihat menggoda milik Harsa. Carbonara yang pasti terasa creamy di lidah itu menggoda perut Kirania. Dia juga ingin memesannya. Kirania menoleh ke arah pelayan yang berdiri di dekat meja kasir.

"Ini makan aja! Gue pesan lagi."

Kirania menoleh dan memundurkan tubuhnya ketika Harsa baru saja meletakkan sepiring carbonara di depannya. Dia menatap Harsa yang sekarang menampilkan senyuman lebarnya. Kirania hendak mendorong piring itu kembali ke depan Harsa karena merasa sungkan tapi Harsa lebih dulu menahannya.

"Makan aja! Nggak usah sungkan!" kata Harsa.

"Tapi lo jadi repot harus pesan lagi dan nunggu," jawab Kirania.

"Nggak masalah!" sahut Harsa yang terlihat berdiri dan berjalan menuju ke tempat pemesanan.

Kirania hendak bersuara tapi Harsa sudah menjauh dari meja mereka. Kini, Kirania memandangi carbonara di depannya dengan hati bimbang. Ini adalah kali kedua bertemu dengan Harsa dan dia malah mengambil makanan yang dipesan oleh pria itu.

"Mau gue makan tapi gue sungkan," batinnya.

Melihat Harsa berjalan kembali ke arah meja mereka, Kirania memutuskan untuk memakan carbonara itu. Harsa pasti akan memaksanya untuk memakan carbonara itu dan sebelum terjadi perdebatan-perdebatan yang tidak perlu maka sebaiknya Kirania lebih dulu memakan makanan tersebut.

"Enak," gumamnya.

"Enak, ya?" Harsa duduk dan tersenyum.

"Iya!" Kirania ikut tersenyum.

"Oh, ya! Cowok yang kemarin sama kamu, siapa dia?" Harsa masih setia memandangi Kirania.

Gadis itu mengangkat bahunya dengan acuh. "Dia teman kantor gue." Hanya itu yang bisa ia katakan kepada Harsa.

Kirania sedang tidak ingin membahas Cakra di waktu makan malamnya yang berharga itu. Sejak malam di mana Cakra membuat dirinya malu setengah mati, Kirania belum bertemu dengan pemuda itu lagi. Dia juga tidak berusaha menghubungi Cakra karena seharusnya Cakra yang menghubunginya lebih dulu. Kirania juga tidak bertemu dengan Cakra di kantor. Entahlah! Kirania tidak mau memikirkannya.

"Waktu itu, dia kayaknya nggak suka lihat gue ngajak lo kenalan," ucap Harsa.

Kirania menelan makanannya perlahan. Dia mendongak dan mencoba mengingat momen di mana Cakra menarik tangannya dan mengajaknya pergi. Dia menggelengkan kepala karena merasa tidak yakin dengan tebakan Harsa.

"Gue rasa dia nggak ada masalah kalau kita berdua kenalan. Lagipula kami cuma teman," ucap Kirania.

"Gue lega," sahut Harsa sambil terkekeh pelan.

Kirania hanya tersenyum dan dia melanjutkan makan malamnya. Pesanan Harsa datang dan pria itu juga nampak menikmati sajian di atas meja dengan wajah berseri-seri. Kirania sesekali melirik Harsa karena merasa pria it uterus saja mengamati wajahnya.

"Wajah gue ada makanannya, ya?" tanya Kirania.

Harsa menggeleng. "Enggak ada. Lo cantik, Ki," ucapnya.

Kirania menunduk. Dia tidak menduga bahwa Harsa akan menjawabnya dengan kata cantik. Dia mendengus di dalam hati karena merasa acara makan malamnya kali ini terasa aneh. Harsa seperti sedang merayunya.

Tapi seketika Kirania sadar bahwa dirinya tidak boleh merasa besar kepala lagi. Dia ingat dengan apa yang dilakukan oleh Cakra terhadap dirinya. Kirania tidak mau merasakan malu yang sama karena merasa Harsa tertarik padanya.

"Lo pulang naik apa?" tanya Harsa.

"Naik motor, kenapa?" Kirania menaikkan alisnya.

"Gue anterin, gimana? Motor lo dititipin ke penitipan motor aja. Nggak jauh dari sini, kok." Harsa menawarkan diri.

Kirania menggelengkan kepala dengan cepat. "Nggak usah! Gue bisa pulang sendiri, kok. Lo nggak perlu repot anterin gue," jawabnya.

Harsa tersenyum kemudian mengangguk. "Okay!"

Kirania bersyukur karena Harsa ternyata bukan tipe pria seperti Cakra yang harus mengajaknya debat tentang banyak hal. Harsa sepertinya orang yang baik. Diam-diam Kirania sedang memberikan penilaian di dalam hatinya.

Ponsel Kirania yang ada di atas meja bergetar. Gadis itu memajukan tubuhnya sedikit untuk melihat nama si penelepon. Ketika tahu Cakra adalah orang yang malam itu mengganggunya, Kirania memilih menolak panggilan tersebut.

"Kenapa nggak diangkat?" tanya Harsa.

Kirania menggeleng. "Nggak penting," jawabnya singkat.

Kemudian ponsel gadis itu kembali bergetar. Kali ini bukan panggilan telepon melainkan sebuah pesan teks masuk ke dalam ponselnya. Kirania menghela napas pendek dan meraih benda pipih itu dari atas meja. Dia membuka pesan yang dikirimkan oleh Cakra. Pemuda itu masih mencoba mengganggunya. Kirania baru saja hendak memaki Cakra karena sudah berani mengganggu waktunya setelah sebelumnya berani mempermalukan dirinya.

Matanya melebar saat membaca pesan tersebut. Dia kemudian memasukkan ponselnya ke dalam tas dan menatap Harsa yang masih sibuk memakan makanannya. Kirania meminum minumannya terlebih dahulu untuk menghilangkan rasa cemas yang mendadak datang.

"Gue pulang dulu, ya! Ada urusan mendadak," kata Kirania dengan wajah sedikit panik.

Gadis itu segera berdiri dan berjalan melewati Harsa sebelum pria itu sempat menanggapi ucapannya. Kirania sempat menepuk bahu Harsa. Pria itu kecewa karena dia baru ingat kalau dia belum memiliki nomor ponsel Kirania. Harsa segera berdiri dan mendesah pelan.

"Dasar pikun!" gerutunya kepada dirinya sendiri.

Dia berjalan cepat untuk menyusul Kirania yang kini sedang melakukan pembayaran di kasir. "Ki!" panggil Harsa.

Kirania memasukkan kartu debitnya ke dalam dompet dan menoleh ke belakang. "Ya?"

"Boleh minta nomor handphone lo?" tanya Harsa dengan nada tenang.

"Oh, ya! Boleh." Kirania tersenyum dan segera menyebutkan nomornya.

Setelah itu, gadis itubenar-benar pergi dari hadapan Harsa yang masih setia berdiri di depan kasir dengan tatapan tertuju pada punggung Kirania. Harsa tersenyum dan kembali ke mejanya dengan hati lega.

"Menarik!" batin Harsa merasa tertantang.

Rembulan SenduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang