48 - Home (2)

617 69 1
                                        

.
.
.

Two Side

by varadea

.
.
.
.

chapter forty eight

home (2)

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Jisung menyampirkan tasnya di pundak sebelah kiri, ia melangkahkan kaki melewati jalan dengan sorot pandang yang fokus menatap jalur yang ia lalui. Ia sadar, di sekitarnya ada banyak manik-manik hitam yang terkejut sekejap saat menatap tampilannya. Jelas saja, dia masih berantakan meski seragamnya sudah berusaha ia rapikan.

Banyak hal yang telah terjadi hari ini, meskipun semua jelas melelahkan dan menguras energi tetapi ia tidak merasa menyesal sama sekali. Sampai sini, bahkan setelah mendapat surat peringatakan keras dari sekolah yang mana ia tinggal menunggu pengumuman selanjutnya terkait statusnya sebagai pelajar yang berada di ujung tanduk.

Langkahnya terhenti.

Jauh di depan sana, tepat di depan pekarangan rumahnya ia menemukan Hyungseol tengah meraung-raung sembari berusaha keras melepaskan cengkraman kuat dari dua orang dewasa berpakaian formal yang tengah menariknya paksa. Maniknya juga menangkap ayah manusia biadab itu menatapnya iba meski tak mengeluarkan sepatah kata. Apa yang pria itu sibuk perhatikan adalah lingkup sekitar, ia akan membungkuk dan tersenyum tak enak pada tetangga-tetangga yang menampakkan diri ke luar akibat raungan dan jeritan Hyungseol yang tidak bisa dibilang tidak mengganggu.

Berisik sekali.

Kenapa orang ini senang sekali berbuat onar dan mengganggu lingkup sekitar.

Jisung mengerutkan dahi.

Ia mulai merasa tidak nyaman saat menyadari keberadaannya yang tidak jauh dari titik ramai, ia tidak ingin terlihat oleh orang-orang di sana. Jisung tidak mau melibatkan diri dari apa yang sedang terjadi, ia memutuskan untuk melanjutkan langkahnya. Lelaki jangkung itu berjalan seolah tak terusik ataupun tertarik dengan keributan yang diperbuat Hyungseol di pekarangan rumah. Ya, walau memang kenyataannya begitu. Jika boleh jujur, sekadar membayangkan apa yang tengah terjadi pada manusia biadab itu pun Jisung tidak mau. Sudah cukup berurusan dengan Hyungseol, ia telah berjanji pada dirinya sendiri bahwa kejadian di sekolah tadi adalah akhir di mana ia terlibat dengan lelaki itu.

Sampai di dalam bangunan bertingkat dua yang sudah ia hafal di luar kepala beserta dengan isi dan perabotan di dalamnya. Tempat ini, rumahnya sendiri, tempat di mana ia harus menghadapi sesuatu yang jelas akan menguras energinya lagi lebih banyak. Bukan hanya energi, batin dan perasaannya juga akan ditekan lebih keras. Jisung paham, karena ini bisa dibilang pemberhentian terakhir yang harus ia hadapi hari ini. Lokasi yang sebenarnya selalu ia hindari karena ia merasa belum siap dengan segala tekanan dan konsekuensi dari apa yang akan ia perbuat di dalam sana.

Sepi.

Berbeda sekali dengan keributan di luar sana.

Jisung melangkahkan kakinya, samar-samar mendengar Hyungseol yang masih berisik dengan jerit dan tangisnya. Kedua tungkai jenjangnya melangkah melewati dapur menuju ruang makan, tak ada siapa-siapa di sana. Sampai di ruang tamu, ia juga masih tidak menemukan orang yang dicari. Sampai di depan pintu kamarnya pun, setelah mengetuknya beberapa kali, lelaki jangkung itu tidak mendapat respon apa-apa.

two side | chensungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang