31 - Sincere People

3.6K 570 127
                                    

.
.
.

Two Side

by varasunshine

.
.
.

chapter thirty one

sincere people

.
.
.
.
.
.
.
.

"... Kenapa?"

Chenle tidak menjawab, obsidian hitamnya memandang jendela sebagai poros. Langitnya biru, sinar sang mentari yang ikut terpantul ke lantai membuatnya terlihat semakin indah. Namun, hal-hal tersebut tidak dapat menarik atensinya secara utuh. Maniknya memang memperhatikan, tetapi sorot matanya tetap kosong.

"Kenapa kau berniat melakukannya?"

Jisung menghela napas, lagi-lagi pertanyaannya dianggap sebatas angin.

"Hei, dengar. Aku memang tidak mengerti bagaimana rasanya menjadi dirimu. Aku juga tidak tahu masalah apa yang sedang menimpamu. Tetapi, apa menurutmu meninggalkan dunia dengan cara seperti itu dapat menyelesaikan masalah?"

Chenle menoleh sekilas sebelum kembali menatap jendela. Perkataan itu sukses membuatnya memberikan respon. "Itu bukan urusanku. Aku tidak peduli lagi mau masalah ini selesai atau tidak. Setidaknya dengan ini, semua penderitaanku akan berakhir."

"Lalu bagaimana dengan apa yang kau perjuangkan sampai detik ini? Kau akan membiarkannya berakhir di sini saja?"

Tawa hambar seketika keluar dari bibir tipisnya, "Untuk apa? Tidak berguna."

"Tidak ada yang tidak berguna di dunia ini termasuk perjuanganmu. Mungkin sekarang belum terlihat, tetapi suatu saat nanti pasti akan berhasil."

"Tidak."

Jisung menghela napas lagi, "Jangan berpikiran seperti itu. Kau──,"

"Tidak!" Chenle menarik surainya dengan acak, matanya memerah, ia terlihat akan menangis sekarang. "Sudah kubilang, kau tidak akan mengerti! Ini semua tidak ada gunanya sama sekali! Tidak akan ada yang bisa mengerti. Semuanya, semuanya egois. Hiks ..."

Amarahnya terlepas.

Obsidian hitam itu pada akhirnya menumpahkan air mata. Melihat itu dengan matanya sendiri, Jisung cukup terkejut. Ini adalah kali kedua di mana ia melihat siswa teladan itu menangis. Namun, ini berbeda. Sekarang Chenle benar-benar menangis dalam keadaan sadar, tubuhnya juga tidak sedang sakit.

"Hei," Tangan Jisung spontan terulur menuju jemari kecil itu. Namun, belum sempat meraihnya, Chenle terlebih dahulu telah mengangkat kedua tangannya untuk menutupi wajah. Membiarkan air mata itu turut membasahi jemari serta telapak tangannya.

"Berikan aku waktu," ujarnya sambil menangis. "Biarkan begini saja,"

Setelahnya tidak ada pembicaraan lagi dalam ruangan itu selain suara tangis. Jisung menuruti perkataan Chenle, ia membiarkan lelaki itu mengambil waktu untuk melepaskan tangisnya. Bahunya bergetar, isakannya terdengar begitu pilu.

Sial.

Entah kenapa lama-lama melihat Chenle menangis seperti itu, Jisung merasa resah. Tanpa sadar tangannya terulur lagi. Ia meraih tubuh kecil itu, menariknya dalam sebuah pelukan. Setidaknya agar sekarang lelaki itu mendapatkan sandaran saat menangis.

"Maaf, aku tidak bisa membiarkanmu terus begitu saja."

Chenle tersentak disela tangisnya. Tidak tahu harus merespon apa selain membiarkannya, ia sendiri tidak bisa berbohong. Ia tahu jika ia memang membutuhkan ini sekarang.

two side | chensungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang