34 - Nowadays

1.8K 323 64
                                    

.
.
.

Two Side

by varadea

.
.
.
.

chapter thirty four

nowadays

.
.
.
.
.
.
.

Fajar menyingsing ruang luas terbentang di atas bumi, mentari perlahan naik memancarkan cahaya. Melalui celah korden yang tak tertutup, pantulan silaunya cukup mengusik netra terpejam. Tak butuh waktu lama, Chenle membuka kelopak mata. Tampilan pagi dalam kamar menjadi pandangan pertama begitu bangun. Tangannya terulur mengusap wajah, memastikan kesadaran diri terkumpul penuh. Setelah dirasa cukup, matanya menatap alarm samping nakas yang tidak berbunyi. Sepertinya sewaktu pergi, pelayan rumah sempat mematikan.

"Ternyata tidak ada yang membangunkanku," gumamnya sembari berjalan menuju kamar mandi.

Terdengar aneh memang. Biasanya setiap libur, keluarga mereka memiliki waktu luang tersendiri. Itu pun bila terlepas dari kesibukan dan kepentingan lain. Namun, sarapan adalah jadwal yang tidak pernah terlewat. Belum lagi pagi ini Ayah memintanya untuk melanjutkan pembicaraan tadi malam.

Chenle merapikan pakaian selagi berjalan menuruni tangga. Setelah selesai bebenah diri, ia keluar dari kamar menuju ruang makan.

"Selamat pagi, Tuan Muda."

"Pagi, Bi." Chenle mendudukkan diri, menatap sekilas lingkup sekitar yang terlihat sepi. "Di mana Ayah?"

"Setelah menyelesaikan sarapan, Tuan Besar masuk ke ruang kerja. Namun, sebelum itu ia meminta saya untuk memanggil apabila Tuan Muda telah menyelesaikan sarapan."

"Dia tidak meminta untuk membangunkanku?"

"Tidak, Tuan Muda."

Ternyata memang sengaja. Setidaknya pria itu masih memiliki hati karena waktu tidur Chenle akan terpotong lebih pendek lagi mengingat kepulangannya tadi malam.

"Terima kasih, Bi."

"Tentu, Tuan Muda. Saya permisi."

Mengisi ruangan yang sepi dengan dentingan sendok dan garpu, Chenle menyelesaikan sarapan seorang diri. Sembari mengunyah, sesekali pikirannya mencari tahu pembicaraan apa yang akan dihadapi bersama sang ayah. Helaan napas keluar, tangannya terulur meraih gelas berisi air mineral. Setelah selesai, Chenle menutup sarapan dengan tisu yang tergerak mengusap bibir.

Biasanya setelah selesai sarapan, Chenle akan menghabiskan waktu libur dengan menggangu kencan sang kakak. Namun, sekarang rumah ini sepi. Bahkan suara hangat sang ibu tak pernah terdengar lagi dalam penjuru ruangan.

Chenle menghela napas kembali mengingat semua permasalahan tersebut yang belum menemukan titik terang. Seandainya mereka semua tidak egois. Mungkin sekarang, Chenle datang kembali bukan untuk dirinya sendiri, melainkan keluarga.

"Tuan Muda sudah selesai?"

"Sudah."

"Kalau begitu saya panggilkan Tuan Besar terlebih dahulu. Silahkan menunggu sebentar."

two side | chensungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang