41 - Why Does He Keep Asking?

709 131 7
                                    

.
.
.

Two Side

by varadea

.
.
.
.

chapter forty one

why does he keep asking?

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Chenle menatap pantulan wajahnya melalui cermin. Jemarinya terulur mengelus bagian memar kemudian turun menyentuh sudut bibir. Tidak buruk, meskipun rasa sakitnya masih membekas, setidaknya bekas tamparnya sudah tak begitu terlihat.

"Aku harus rajin mengurusnya." Chenle menghela napas. "Sepertinya aku juga membutuhkan penyamar."

Tidak mungkin ia diberi waktu banyak.

Selain merugikan dirinya sendiri, Chenle malas memberikan alasan atas ketidakhadirannya di sekolah selama beberapa hari terakhir. Belum dibayangkan saja rasanya sudah pusing. Beberapa orang pasti bertanya-tanya karena rasa keingintahuan mereka.

Merepotkan memang.

Namun, Chenle tidak menyesal meski ia harus mendapat tamparan dari sang ayah. Justru sebaliknya, ia malah merasa lega karena dapat mengutarakan ganjalan terpendamnya. Musik adalah masalah mereka yang telah lama selesai. Chenle bahkan telah menghapusnya jauh-jauh dari keinginan, tetapi pria itu malah menyinggungnya. Bahkan dengan kata-kata merendahkan.

Seolah sengaja menyulut api.

Membuatnya seolah dapat merelakan mimpi terkuburnya dengan suka rela. Berengsek memang, Chenle bahkan masih ingat bagaimana sulitnya melewati hari selepas ia mengikuti keputusan pria itu. Memikirkan alur masa depan baru, melepaskan sesuatu yang telah melekat dalam kehidupan sehari-hari.

"Tetapi aku tidak boleh membiarkan ini terulang lagi."

Bagaimana pun juga, ayahnya adalah orang yang keras kepala.

Chenle sendiri tidak dapat menjamin kejadian kemarin dapat membuat pria itu paham bahwa masalah musik adalah bahasan yang tidak nyaman. Bisa saja, pria itu malah menjadikannya sebagai bumerang untuk membuatnya terpancing dan bungkam.

Benar.

Di lain kesempatan, ia harus berusaha menahan diri. Meski pasti terasa sulit, apapun itu ia harus mencoba untuk tak terpancing. Tujuan Chenle sekarang adalah menghadapi semua masalah tanpa membuka celah masalah baru. Sampai sini, ia sudah beberapa kali berhasil mengontrol diri selagi menghadapi sang ayah. Berbicara dan menjawab dengan tenang, teratur bak tak menaruh emosi.

Seandainya permasalahan kemarin tidak menyangkut pautkan masa lalunya, mungkin Chenle tidak akan terpancing. Benar, ia memang tidak menyesal karena mengutarakan ganjalannya, tetapi ia harus berusaha menahan diri di lain kesempatan.

Sial.

"Kenapa pula Ayah harus membahas masalah yang telah lalu?" jemarinya tergerak mengusap wajah. "Kenapa ia harus mengungkitnya lagi?"

Selepas berkutat dengan masalahnya sendiri, Chenle membersihkan diri kemudian turun untuk menghabiskan sarapan yang tertunda. Ayahnya masih belum kembali, itu pula yang menjadi sebab mengapa ia bisa mengambil waktu sarapan dengan bebas. Entah ke mana perginya pria itu, tetapi pelayan rumah telah memberitahu bahwa Tuan Zhong akan datang lusa.

Chenle tidak mau ikut campur, ia juga tahu pasti bahwa sang ayah akan mengatakan hal yang sama dan menyuruhnya memahami kalimat tersebut. Tetapi, bukan berarti ia diam saja. Chenle masih mengirimi pesan pada pria itu untuk berhati-hati dan menjaga pola hidupnya selagi di luar. Meskipun respon yang didapat kurang enak, pria itu terus membalas. Paling sedikit, ia dapat memastikan bahwa sang ayah masih berada dalam kendali baik.

two side | chensungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang