34 - Mine

67.5K 5.7K 3.8K
                                    

SIAPA YANG NUNGGUIN UPDATE? ANGKAT TELUNJUK! ☝🏻

Maaf lama, kemarin sibuk ngurus My Roommate Is A Badgirl yang naik cetak. Ada pembacanya disini?

****

"Dari awal gue percaya sama lo, gak usah mikirin mereka. Ada gue di sebelah lo, gak ada yang akan usik lo, Jihan." -Cakrawala-

*****

"Cucu Kakek kenapa, hm? Seharian di kamar padahal Kakek ada di rumah loh," Mallio masuk ke kamar Jihan, menghampiri cucunya yang terduduk dengan tatapan kosong.

Melihat ekspresi murung Jihan, Mallio menghela nafas. "Jihan ... mau pindah sama Kakek?" ucapan Mallio berhasil membuat Jihan menoleh padanya.

"Pindah?" tanya Jihan.

Mallio tersenyum, meski wajahnya sudah memiliki keriput halus namun entah mengapa aura gagahnya malah makin terasa. "Kakek sudah merencanakan ini jauh-jauh hari, apalagi setelah pernikahan Papa kamu. Sepertinya lebih baik kamu ikut Kakek Jihan. Disini sudah tidak nyaman."

"Kita mau pindah kemana?"

"Sejauh mungkin."

Jihan tersenyum lalu berhamburan memeluk Kakeknya, bahkan pelukan Vanno rasanya tidak sehangat ini. "Aku mau, tapi bisa pindahnya setelah aku lulus aja? Beberapa bulan lagi aja, Kakek."

Mallio langsung mengiyakan, karena memang keputusan Jihan adalah yang utama. "Apapun keinginan kamu, sayang."

"Kek, Faegan pindah," adu Jihan lalu tersenyum getir. "Dia bilang gak akan kembali, tapi dia justru ninggalin sesuatu seolah-olah dia akan kembali."

"Apa itu?"

"Kertas buruk rupa itu," Jihan menunjuk kertas di nakas. "Aku ... harus jawab apa?"

Mallio mengambil benda itu lalu membaca tulisan tangan Faegan. Pria itu tersenyum lembut. "Kakek gak bisa bantu untuk ini, cuma kamu yang tau jawabannya."

"Omong-omong Jihan," panggil Mallio. "Kakek boleh minta sesuatu?"

Jihan mengangguk cepat. "Apa itu?"

"Tolong lupakan Papa kamu setelah kita pindah nanti," ucap Mallio serius. "Maksudnya saat ini Kakek memberikan kamu pilihan. Ikut Kakek dan lupakan Vanno selamanya, atau pilih Vanno dan lupakan Kakek selamanya. Karena, Kakek sudah tidak mau berurusan dengan dia atau apapun yang berhubungan dengan pria itu."

Mallio kembali mengukir senyuman, kali ini senyumannya terasa mengerikan. "Kakek harap kamu membuat keputusan yang tepat."

*****

"Gue yakin itu Jihan," Rina menunduk sedih, matanya berkaca-kaca. Saat ini dia sedang dikerubungi murid laki-laki yang khawatir karena melihat perban di kepalanya. "Dia yang benturin kepala gue ke kaca toilet, kalian cek sendiri. Ada kaca hancur di toilet perempuan."

"Serius? Jihan lagi?" sahut seorang cowok dengan kacamata tebal. "Ah sumpah cape banget sama cewek itu. Hampir bunuh Vani dua kali gara-gara dorong dia dari rooftop dan buat Vani tenggelam, terus ngehancurin pernikahan Mama Vani, dan sekarang apa lagi? Dia langsung usik lo juga?!"

JANGAN CUEK! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang