40 - Keinginan Bara

66K 5.9K 5.2K
                                    

Siapa yang nungguin update? Absen!

Btw kalau misalnya cerita ini naik cetak kalian mau beli gak? Nanya doang sih soalnya penerbitnya juga belum ada hahahaha.

****

"Gak ada yang abadi Jihan, apalagi perasaan. Hari ini dia bilang cinta, hari ini dia bilang sayang, tapi liat sekarang dia malah menghilang." -Bara-

****

"Oh ya, pemuda yang mengenakan jaket jeans menitipkan ini pada saya," pria itu mengeluarkan sebuah kotak berwarna biru dari sakunya. "Dia juga menitipkan sebuah ponsel."

Jihan menerima kedua benda itu dengan pandangan kosong.

Pria itu memperhatikan Jihan lekat, melihat sweater panjang yang dia kenakan lebih tepatnya. "Padahal cuaca di luar sangat panas."

"Pemilik rumah ini, maksudnya--- Om Randu benar-benar menjual rumahnya?" tanya Jihan sekali lagi.

Pria di depannya mengangguk. "Mereka bilang tidak akan kembali lagi ke sini, karena itu mereka menjual rumahnya. Kamu pasti dekat dengan mereka sampai-sampai berani masuk ke rumah ini begitu saja."

"Yah," pria itu menatap sekeliling. "Kamu pasti panik karena tempat ini sangat kacau. Tapi tidak ada yang terjadi, saya memang mau merapihkan dan menata ulang semuanya."

Jihan tersenyum miris. Setelah bilang soal pertunangan, Faegan pergi begitu saja? Dimana letak tanggung jawab pria itu?!

Harusnya dari awal Jihan tidak mempercayai ucapan Faegan. Laki-laki itu tidak pernah berubah. Sejak awal dia hanya mempermainkan Jihan saja. Bahkan kali ini dia pergi tanpa berpamitan.

"Baik, terima kasih untuk informasinya dan maaf karena masuk dengan tidak sopan."

"Tunggu," pria itu menahan Jihan lalu memberikan sebuah kartu nama. "Kebetulan saya seorang Psikiater. Barangkali kamu butuh bantuan saya."

Jihan menghela nafas. "Mental saya memang rusak, saya sudah tau tanpa perlu memeriksanya."

"Saya juga langsung tau setelah melihat wajah kamu," ucap pria itu. Dia lalu tersenyum kecil. "Datang saja kapan pun kalau kamu berubah fikiran."

****

Bara menghentikan motornya di depan rumah Mallio. Cowok itu turun lalu melangkah masuk dengan kresek besar berisi makanan ringan. Jihan pasti bosan seharian di kamar, jadi Bara berniat mengajaknya nonton sambil makan cemilan. Setidaknya dia berniat sedikit menghibur Jihan.

"Jihan," Bara mendorong pintu kamar Jihan dan menemukan kekosongan. Gadis itu tidak ada disana. "Anjing, kebiasaan," umpat Bara.

Bara meletakan kresek di tangannya lalu melangkah turun dengan buru-buru. Dia harus segera mencari Jihan. Masalahnya ada dua luka pada tubuhnya. Bekas tusukan dan sisa trauma karena tenggelam. Tahun ini sudah lebih dari dua kali dia hampir meregang nyawa. Bara tidak mau ada yang selanjutnya.

"Randu pergi?" suara Mallio terdengar tepat setelah bunyi halus mesin mobil memasuki Indra pendengaran Bara. Saat menatap lurus, Bara menemukan Mallio sedang berbicara dengan seseorang di ponsel. "Jadi dia memilih keluarganya?"

"Baguslah," Mallio mengukir senyum lega. "Meski mustahil, setidaknya dia harus berusaha untuk sembuh. Keluarga sangat penting, dia beruntung memiliki keluarga utuh. Bodoh jika menyia-nyiakannya begitu saja. Saya senang fikirannya sudah terbuka."

JANGAN CUEK! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang