6 - Sebuah Tarikan

85.3K 6.8K 563
                                    

Cerita ini bakal di private secara acak. Jadi follow akun aku untuk baca seterusnya.

****

Gue yakin gak punya rasa buat dia. Tapi saat dia menjauh, kenapa gue gak terima?

-Faegan-

••••••••

Jihan menutup pintu mobilnya dengan kasar, gadis itu menghantamkan kepalanya ke stir mobil untuk meredam emosinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jihan menutup pintu mobilnya dengan kasar, gadis itu menghantamkan kepalanya ke stir mobil untuk meredam emosinya. Kedua tangannya ikut menggenggam stir itu erat-erat. Tidak, dia tidak akan menangis untuk hal seperti ini. Ini bukan apa-apa, dia bisa menyingkirkan Vani dengan mudah.

Meski begitu, emosinya masih tidak mereda. Jihan kembali menghantamkan kepalanya berkali-kali sampai terdengar suara yang lumayan nyaring. "Ah, sial! Gue benci! Benci! Benci! Kenapa harus jalang itu yang rebut hati Papa?! Gue benci banget! Fuck!" rutuknya.

Jihan menghantamkan kepalanya lagi, namun kini dia tidak merasakan sakit seperti tadi. Saat menjauhkan kepalanya, dia melihat sebuah telapak tangan yang menghalangi stir keras itu. Jihan menoleh, kemudian raut wajahnya berubah, rahang mungilnya langsung mengetat.

"Keluar, Faegan," usir Jihan datar. "Gue butuh sendirian."

"Gue?" ulang Faegan yang duduk di kursi sebelah. "Sejak kapan lo pake gaya bicara itu?"

Jihan membuang tatapan ke sisi lain selain wajah Faegan. Genggamannya pada stir semakin menguat. Tolong, jangan biarkan Faegan melihat sisi lemahnya. Jihan tidak mau satu-satunya orang yang dicintai melihat sisinya yang menyedihkan ini.

"Anter gue pulang," ucap Faegan lalu memakai sabuk pengaman dengan gerakan santai. "Gue nyetir mobil lo ke sini dan gak bawa motor," kali ini ucapannya terdengar kesal. "Nyusahin," makinya kemudian.

Jihan menyalakan mesinnya tanpa mengatakan apapun. Dia akan mengantarkan Faegan ke rumahnya kemudian pergi untuk menenangkan diri.

Faegan menatap jalanan dengan pandangan lurus, namun sesekali dia melirik Jihan. Wajahnya benar-benar pucat, hanya memar kemerahan didahinya yang membuat kulitnya seperti mahluk hidup. Entah berapa kali dia menjenturkan kepalanya sendiri.

"Lo bilang ada hal penting yang mau di omongin sama gue," ucap Faegan tiba-tiba membuat Jihan meliriknya hampir terkejut. Ini pertama kalinya Faegan mau membuka obrolan diantara mereka.

Jihan merapatkan bibirnya sambil menggigiti pipi bagian dalamnya. Dia menghela nafas panjang lalu berdehem kecil. Namun pada akhirnya Jihan tidak mengatakan apapun sampai mereka sampai di depan rumah Faegan.

JANGAN CUEK! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang