32 - Janji Merpati

67.9K 6.1K 2.6K
                                    

Angkat tangan yang sakit hati baca bab sebelumnya!☝🏻

Sesuai janji, double update. Maaf kemaleman. Selamat sakit hati, eh maksudnya selamat membaca!🥰

*****

"Lo tau kenapa gue suka Fisika? Karena Fisika itu jelas, bahkan kecepatan benda jatuh pun punya jawaban yang tepat dan benar. Beda dengan perasaan, sejauh dan sedalam apapun gue mencari. Jawabannya belum terbukti akurat." -Faegan Dirgantara

-
-
-

"Li, Li!" Alan menyikut Lili yang sedang bercermin di sebelahnya, mereka berdua dalam perjalanan menuju gerbang. "Itu Cakra gendong siapa? Mukanya kelihatan khawatir banget anjir!"

Sikutan Alan terlalu bertenaga sampai membuat lipstik merah yang Lili pakai tergores keluar dari garis bibirnya. Lili menghela nafas kesal. "SAKIT GILA! PELAN-PELAN!"

Alan menoleh pada Lili, tiba-tiba Alan tertawa terbahak-bahak. "Muka lo kayak joker! Kurang di robek aja itu mulut!"

"Ish! Kampret lo!" Lili menendang tulang kering Alan. Teman sebangkunya itu memang sialan, tidak pernah ada akhlak. Selalu saja menistakan dirinya meskipun Lili yakin sekali wajahnya sudah sangat cantik melebihi bidadari kayangan.

Tatapan Lili kini beralih pada objek yang Alan maksud, dia memperhatikan Cakra yang kini memasukkan seorang perempuan ke dalam mobilnya. "Itu kalau gak salah pacarnya atau mantannya gitu. Kurang jelas juga gosipnya," jawab Lili lemas. "Ternyata dia balik lagi ke sekolah ini."

"Gimana sih lo? Katanya crush, minimal tanya lah!"

"Gak dulu, Cakra serem. Sekali kena marah gue gak berani lagi ngedeket. Ngeri," ucap Lili. "Patah hati banget gue, Lan. Naksir dari kelas sepuluh terus baru kemaren berani deketin gara-gara si Vanianjing. Eh kampret gue salah kubu, malah milih kubu haram si Vani."

"Itu Vani yang lo maksud?" Alan menunjuk seorang cewek yang berjalan panik sambil menyembunyikan kedua tangannya ke gulungan baju seragam bagian depan. "Merah-merah apa itu di seragamnya?"

Lili berdecak. "Untung gue udah beneran gak temenan lagi sama tuh orang, pasti dia habis berulah lagi."

"Foto, Lan. Foto, biasanya yang kaya gitu bisa jadi bukti."

Alan benar-benar memotret Vani sebelum cewek itu menghilang masuk ke dalam mobilnya, meninggalkan area sekolah dengan kecepatan tinggi.

"Lili, Lili, ngelawan pembully berani tapi ngelawan Cakra gak berani," cibir Alan.

"Karena Cakra bukan pembully! Dia lebih ke pemenang hati gue sih," jawab Lili malu-malu.

"Najis," gumam Alan geli.

"Selamat siang Ibu Jenny," sapa Alan dan Lili bersamaan ketika melihat Kepala Sekolah mereka melintas, namun wanita itu tidak menoleh sama sekali. Dia berjalan begitu cepat dan berhenti di depan sebuah mobil hitam. Lili dan Alan dapat melihat Ibu Jenny yang berbincang dengan seorang pria.

"Wait, gue kayak kenal Om itu," gumam Lili sambil berfikir. "Ah gue inget! Itu Papanya Faegan! Gue liat waktu acara ulang tahun Faegan waktu itu!"

*****

"Jihan, gue gak bermaksud nuduh lo," ucap Bara langsung mendekati Jihan. "Maafin gue, Han. Gue serius."

JANGAN CUEK! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang