Irene sudah bersiap-siap untuk merebahkan diri saat ponselnya bergetar di atas meja samping tempat tidur.
Hari sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Ada apa gerangan Biawak Madagaskar ini menelpon?
Irene mengembuskan napas kasar sebelum akhirnya mengatur wajah untuk tersenyum, sebab ini adalah panggilan Video.
"Iya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?"
Layaknya resepsionis yang menebar senyum manis dengan suara halus mendayu-dayu, begitulah Irene yang menatap bos dari depan layar ponsel."Kamu ngantuk?"
"Sangat."
Berharap si bos akan mengerti dan menutup telepon tanpa meninggalkan tugas untuknya.
"Kok, belum tidur?"
Ya menurut ngana?!
"Karena bapak nelpon saya, makanya nggak jadi tidur."
"Tolongin saya sebentar."
Nah, kan, kannnn! Ini orang nggak bisa apa biarin Irene tenang sebentar?
Irene tahu inilah konsekuensi pekerjaannya merangkap Aspri. Tapi, kalau terus-menerus begini, Irene tidak dapat menjamin apakah esok hari masih bisa duduk mengemudikan Minie atau malah terdampar di balik jeruji besi. Sebab jauh di dalam lubuk hati, rasa ingin menguliti Saddam dan menjadikannya pakan ternak menjulang tinggi bak patung Liberty.
"Bapak butuh apa?"
"Kamu keluar kamar dulu, lah. Saya capek nunggu depan pintu, nih."
Irene lantas bergegas turun dari tempat tidur dan membuka pintu kamar. Lambaian tangan bos mengudara dilengkapi senyum yang dapat Irene terjemahkan sebagai kalimat: "Saya enggak ganggu kamu, kan?".
"Oke, saya lihat dulu." Pria itu pergunakan jari tangan membentuk segiempat dan menghadapkannya ke wajah Irene, bagaikan tengah memotret.
"Tampilan masih oke, segar, dan terlihat sangat semangat." Ini beliau menyindir atau gimana? Pasalnya keadaan Irene sudah seperti zombi kena tipu alamat palsu, bisa-bisanya dibilang sangat semangat? Memang ada gila-gilanya Cicak Oasis satu ini. "Ayo, kamu ikut saya."
"Ke mana?"
"Yang pastinya bikin happy, dong."
Pria itu berlalu dengan santai dan memberi kode agar Irene mengikuti.
Ada banyak asumsi dalam otak Irene sekarang. Mungkinkah Saddam akan membawanya jalan-jalan? Tapi dengan Irene yang mengenakan baju tidur motif Zebra ini rasanya tidak mungkin.
Apakah pria itu akan mengajaknya dinner di kafetaria Hotel? Ah, tidak mungkin juga. Toh, mereka sudah banyak makan di acara Pak Hadi tadi. Atau mungkin si bos mengajaknya mencari cemilan malam? Kalau itu alasannya maka Irene tidak akan menolak karena jajan apapun itu akan selalu lolos seleksi dalam perutnya.
Sudah dapat irene bayangkan betapa nikmatnya makan Cilok bumbu kacang tengah malam seperti ini. Tampaknya jajanan di luar hotel pun masih buka saat mereka pulang tadi.
Tapi sebenarnya kalau boleh milih, Irene sedang mau makan pempek, sih. Apakah ada yang jual pempek di pinggir jalan? Kalau tidak ada pun semoga ada yang jual bubur ketan hitam. Rasanya lezat juga menyantap bubur tengah malam. Irene senyum-senyum memerhatikan punggung Saddam, dia kalau dilihat-lihat lumayan care juga.
***
Khayalan Irene tentang jajanan yang menggugah selera, sirna begitu saja. Tidak sesuai dengan ekspektasi, nyatanya bos membawanya menuju ruang gym yang tersedia dalam hotel.

KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Selfie Dulu, Pak!
ЧиклитSebenarnya, Saddam dan Irene tidak cocok untuk dikatakan sebagai bos dan karyawan. Keduanya gemar menjahili satu sama lain. Bahkan kejahilannya bisa sampai tingkat 'hehehe' alias tidak terdeteksi lagi levelnya. Barangkali, Saddam terlalu sering mend...