Yang kekurangan bacaan, bisa mampir ke ceritaku yang lain, teman-teman! Klik di sini Redchoco__
***
Masih menggunakan bathrobe, Irene keluar kamar mandi dan menemukan tiga anak kesayangan kedua keluarga besarnya, tengah berbaring berjejer di atas kasur dengan iPad menyala.
"Susunya Adek udah diminum habis ya, Kak, Bang?" tanya Irene pada dua anak tertua, Kak Iza dan Bang Eza. Begitulah panggilan untuk bocah kembar itu semenjak hadirnya Rafaza Ardhan di antara mereka.
"Udah, Ma," balas Aleeza, mewakili sebagai yang lebih tua.
Eza mengangguk membenarkan jawaban Iza. Sementara Aza, si bocah laki-laki yang baru menginjak usia dua tahun ini, tengah berbinar-binar memandangi iPad. Tadi sempat memperhatikan sang mama karena mendengar suaranya, sebelum kemudian kembali menonton film di iPad dengan khidmat seolah sangat mengerti alur ceritanya.
Irene tersenyum memperhatikan ketiganya lewat refleksi di cermin. Sembari mengeringkan rambut, dia terus melirik sekali-kali. Perasaannya menghangat melihat Iza dan Eza kompak sekali mencolek pipi Aza yang hanya tertawa-tawa. Oh iya, Irene memilih untuk mengganti panggilannya kepada Aleeza dan El, untuk memudahkan sang anak bungsu memanggil kakaknya. Aza sendiri sebenarnya sudah mulai bicara walaupun belum lancar-lancar banget. Setidaknya dia sudah bisa memanggil mama dan papa, dan juga kakak-kakaknya.
Waktu memang cepat berlalu, ya? Rasanya baru beberapa bulan saja Irene dan Saddam membina rumah tangga. Pada nyatanya 7 tahun sudah terlewati. Bunda pernah bilang beberapa tahun lalu: nanti coba, deh, Ririn buktikan sendiri, pasti kalau udah menikah rasanya hari itu seolah nggak punya jeda. Waktu cepat banget berputarnya.
Dan, benar. Irene menyetujui ucapan Bunda Widya. Terlebih selama 7 tahun pernikahan, segala jenis permasalahan mungkin ada, tapi mereka bisa melewatinya dengan baik. Jadi, setelahnya mereka benar-benar menikmati segalanya hingga waktu terasa begitu singkat.
"Ma ... ma ... ma ..."
Irene bangkit. "Apa, sayang?"
Aza terkikik entah kenapa.
"Adek Aza daritadi ketawa liatin ini lho, Ma. Harry sama Ron yang naik mobil terbang," terang Bang Eza.
Secara spontan, Kak Iza menggeser iPad sedikit agar sang mama bisa melihat.
Irene tersenyum. Tadi Aleeza dan Eza meminta dicarikan film Harry Potter yang kedua. Chamber of secret. Semenjak menonton film lama yang melegenda itu seminggu yang lalu di rumah Oma-Opa (Yurina dan Andreas), saat Kevin tengah asyik menonton film yang pertama, Iza dan Eza langsung kepincut dan pengin nonton segala filmnya juga.
"Oh ya? Emang kenapa mereka naik mobil terbang?" tanya Irene, memancing anak-anaknya untuk bercerita walaupun sebenarnya dia sudah khatam film ini di masa kecilnya dulu.
Iza dan Eza saling pandang, mempertayakan siapa yang mau menjelaskan. Hal-hal kecil seperti ini memang selalu mereka lakukan agar tidak berebut untuk bicara.
"Kak Iza aja," ucap Eza. Aleeza mengangguk.
"Jadi, kan, Ma ... Harry sama Ron itu ketinggalan kereta ke Hogwarts. Makanya mereka naik mobil terbang gitu buat ngejar keretanya."
"Yang bikin Adek ketawa adalah ...?"
"Mobil terbang mereka nabrak pohon yang bisa gerak gitu. Jadi dahan pohonnya mukulin mobilnya Ron, dong. Makanya Adek ketawa-ketawa, tadi."
"Adek kalian ketawa karena mobil mereka dipukulin pohon?" ulang Irene agak tidak habis pikir. Di mana lucunya, sehingga anak bungsunya itu terkikik geli?
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Selfie Dulu, Pak!
HumorSebenarnya, Saddam dan Irene tidak cocok untuk dikatakan sebagai bos dan karyawan. Keduanya gemar menjahili satu sama lain. Bahkan kejahilannya bisa sampai tingkat 'hehehe' alias tidak terdeteksi lagi levelnya. Barangkali, Saddam terlalu sering mend...