Part 23

5.5K 336 53
                                    

"Bapak ngapain?!"

Irene terduduk spontan. Selimut tersingkap, membuatnya dapat melihat keadaan Saddam yang polosan di bagian atas. Refleks Irene menutup mulut dengan pikiran yang tak karuan.

Apa yang terjadi semalam? Mengapa Pak Bos dalam keadaan telanjang dada? Dan yang lebih parah, mengapa mereka bisa sekamar?!

"Kamu yang ngapain di kamar saya?"

Irene mencoba mengingat-ingat. Alisnya menukik. Ah! Ia ingat. Semalam ia iseng merebahkan diri di samping Saddam, tanpa maksud apa-apa. Tuntutan pekerjaan membuatnya kehilangan banyak waktu istirahat. Oleh sebab itu, semalam setelah melihat Saddam terlelap, ia jadi mengantuk juga. Rasanya, kedua kaki sudah mati rasa. Makanya Irene berbaring sejenak. Tapi tidak diduga, rebahan yang ia kira singkat malah membawanya ke alam mimpi dan tertidur hingga pagi.

"Sudah ingat?"

"Maaf, Pak. Ketiduran."

"Kamu tau, enggak?"

Sinyal siaga. Pak Bos menatap penuh maksud terselubung.

"Tau apa, Pak?" Berharap dalam hati, semoga yang dikatakan oleh Saddam berikutnya bukan hal buruk.

"Kamu tidurnya ngorok."

Nah, kan! Nah, kan! Apa-apaan beliau ini?

"Gak usah aneh-aneh, deh, Pak!" Irene cemberut, tau bahwa Pak Bos sengaja hendak mempermalukannya.

"Saya belum selesai ngomong."

Apalagi ini? Akankah lebih buruk? Menurut Irene, untuk urusan ngorok tadi jelas bukan kebiasaannya. Atau mungkin kalau tadi malam ia benar-benar ngorok, bisa dikatakan itu perdana. Sepertinya efek dari kelelahan.

"Kamu semalam peluk saya kayak guling, dada saya sampe sesak. Mana kamu juga ngelantur selama tidur. Kamu bilang gini masa," Saddam mengatur ekspresi wajah semaksimal mungkin, tidak peduli wajah Irene sudah tertekuk masam. Jelas dia sadar ini adalah suatu kebohongan.

"Saya cinta Pak Bos. I love you to the moon and back. Gitu kamu bilang."

Irene sudah tidak kuat melihat ekspresi manusia di depannya. Bermodalkan bantal, ia menimpuk kepala Saddam.

Bunyi beradunya bantal dan kepala Pak Bos sungguh mantap sekali.

Saddam tersentak kaget hingga hampir terjengkang ke belakang.

"Ai! Saya ini bos lho ya!"

"Terserah, deh, Pak."

Irene beranjak keluar kamar tanpa peduli apa pun.

Saddam masih tersenyum-senyum di atas kasur sampai suara notifikasi memecahkan lamunan.

Ada sebuah pesan di layar ponselnya.

+62 813-22xx xxxx
Hi
I know this would surprising you
I'm Chelsea

Chelsea? Otak Saddam berputar mencari segala ingatan. Matanya terbelalak. Chelsea?!

Perempuan yang sempat ia sukai sewaktu SMA tapi tidak dapat dimiliki karena sudah punya pacar. Saddam memijat pelipis. Apa ini? Kenapa dia tiba-tiba mengirim pesan. Apakah Saddam melupakan sesuatu?

Pesan kembali masuk.

We should talk about what happened between us at Dandelion

Saddam tertegun. Dandelion Bar? Nyaris satu bulan yang lalu.

*

Saddam masih terduduk di depan meja bar sembari menyesap Vodkatini yang entah gelas ke berapa. Ingatan tentang Irene membuatnya merasa pening, perempuan itu benar-benar memenuhi ruang di kepala.

[✓] Selfie Dulu, Pak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang