Part 35

3.6K 280 64
                                    

A/n. Khusus part ini ada campuran sudut pandang orang pertama.

***

CHELSEA

Sewaktu Saddam mengajak untuk datang ke suatu acara, awalnya aku menolak, alasannya takut bertemu banyak orang di sana. Premiere sebuah film yang dibintangi aktor ternama, pastilah para penggemar setiap pemain akan hadir.

Walaupun sudah nggak ada lagi yang menghujat semenjak berita panas menghilang, aku masih merasa khawatir. Mereka memang nggak tahu mengenai kehamilanku —sebab aku juga sudah tidak aktif di sosial media, tetapi rasanya malu apabila muncul lagi setelah gosip yang heboh dulu.

"Kamu yakin? Yakin banget?"

Pertanyaan yang ingin meyakinkan itu pada akhirnya membuatku memilih ikut.

Begitu menonton film, semua berjalan lancar.

Hingga Saddam mengajak menemui Audrey Cantika, semua masih baik-baik saja. Kami mengucapkan selamat, perempuan itu pun dengan ramah menanggapi.

Lalu, seseorang hadir menghampiri. Aku mengenalinya, dia Irene, perempuan yang diceritakan Saddam. Aku seharusnya menyapa, tetapi lidahku kelu saat melihat ada siapa di sana.

Pria di samping Irene tengah bicara dengan Audrey, aku nggak kenal dia, hanya tahu bahwa dia adalah Wisnu Kencana; kakak kandung Audrey.

Fokus mataku sebenarnya bukan pada laki-laki ini, melainkan pada seseorang tak jauh di belakang Wisnu.

Seorang lelaki berkemeja rapi yang menghentikan langkah saat matanya bersirobok denganku.

Dia … seseorang yang seharusnya kukejar saat itu juga, untuk kumintai kembali pertanggungjawabannya.

Dia… lelaki itu.

Pacar sewaktu SMA yang baru-baru ini resmi menjadi mantan suamiku.

Namanya Budi, lebih tepatnya … Reynold Pambudi.

***

IRENE

Cara mensyukuri hidup? Bisa tidur di ruang kerja sesudah rapat saja sudah membuatku bersyukur sebaik-baiknya. Sungguh tidur adalah cara terbaik untuk mengistirahatkan badan yang penat ini.

"Bos, mau makan siang apa?" Ida muncul di depan meja, langsung menyuarakan tanya.

Aku sontak melihat jam. Ah, sudah tengah hari rupanya. "Nggak usah, saya mau pergi bentar. Nanti makan siang di luar."

"Ada urusan mendadak, Bu? Saya ikut?"

"Bukan. Saya mau ke tempat teman. Will be back in two hour."

"Ah, baik kalau begitu."

Ida masih memperhatikan selagi aku meraih tas dan sepatu yang biasanya memang kulepas selama di ruangan.

"Kalau ada yang urgent, call aja, walaupun saya berharap nggak ada yang penting banget selama dua jam ke depan. Bisa atur jadwal saya, kan, Da?"

"Beres! Bos tenang saja. Saya pastiin bos bisa nikmati waktu siang ini dengan tenang."

"Oke, makasih ya. Saya pergi dulu."

"Hati-hati, Bos!"

Tujuanku adalah apartemen Susi, sahabatku diberi cuti oleh Bank tempatnya bekerja selama pemulihan kesehatan.

Sudah khatam dengan tabiat Susi yang apa-apa selalu menyindir perihal buah tangan, kali ini aku nggak mau disindir lagi, makanya menyiapkan banyak makanan untuk wanita kurang kasih-sayang itu.

[✓] Selfie Dulu, Pak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang