Part 43

4K 260 19
                                    

"Kamu lagi banyak pikiran, Ai?" Saddam melihat Irene terus-menerus menghela napas sedari tadi.

Keduanya saat ini tengah menghadiri acara pernikahan salah satu karyawan Irene. Tak lain, Feri sang direktur penjualan di ASA Sparkle yang beberapa waktu lalu minta izin cuti.

"Lagi mumet banget menjelang akhir november, nih. Bulan depan karyawan ASA pada ghatering."

"Kamu nanti bareng mereka, dong?"

"Harusnya gitu, tapi katanya kamu ngajakin ke Jepang?"

Saddam kini tersenyum lebar. "Iya, jadi ke Jepangnya?"

Irene mengangguk.

"Tapi karyawan kamu gimana, Ai?"

"Aku punya sekretaris yang bisa diandalkan, Ida pasti bisa handel semuanya dengan baik. Lagi pula, memang lebih enaknya karyawan-karyawan aja yang pada ngumpul, ketemu aku tiap hari malah bikin mereka bosan nantinya."

"Kamu gak ngebosenin."

Masa iya calon istrinya ini bikin orang bosan, sih? Siapa yang bilang gitu? Maju sini ketemu Saddam. Mau dikasih paham.

"Bagi kamu, kan? Mereka belum tentu begitu juga." Irene menikmati puding yang diambilnya dari prasmanan.

"Tapi, kan, kamu emang gak ngebosenin, Ai."

Irene terkekeh. "SF gak ngadain ghatering akhir tahun ini?"

"Dua bulan yang lalu udah, aku gak ikut, sih. Mereka-mereka aja yang pergi."

"Di mana, tuh?"

"Labuan Bajo."

"Kok, tumben gak ikut? Padahal di sana pantainya bagus. Katanya kamu suka pantai."

"Ciee masih ingat apa yang aku suka," goda Saddam dengan alis naik turun.

"Ya, kan, kamu yang cerita waktu itu!"

"Oh ya? Kapan?"

"Aksi bolos kerja berkedok ngecek pabrik." Sang puan geleng-geleng kepala, tak habis pikir. "Bukannya ngurusin SF yang rugi, malah pergi liburan. Ngajakin aku pula. Kan, ketahuan banget modusnya. Eh, kamu lupa?"

Saddam langsung tertawa. "Ingat lah! Hari itu aku seneng banget bisa ngabisin waktu sama kamu. Walaupun sorenya kita mulai canggung, sih."

"Ingat yang serunya aja, selebihnya anggap angin lalu."

"Aku sendiri lebih menganggap itu sebagai cobaan hidup yang beruntungnya berhasil kita lewati." Saddam menerawang, mengingat-ingat betapa takutnya ia saat ditinggal resign oleh Irene saat itu.

"Ai, setelah ini jalan-jalan, yuk!"

"Ke mana?"

"Ke mana aja, yang penting berdua sama kamu."

"Ayo ke mempelai dulu, kita pamitan." Irene bangkit, mulai berjalan bersama untuk menuju pelaminan.

Saddam merenungi langkahnya kini; langkah perlahan karena mengikuti jejak Irene yang tak bisa buru-buru, high heels di kaki perempuan itu jelas menyulitkan pergerakan.

Saddam lalu melihat pelaminan di depan mata.

Siapa, sih, laki-laki yang tidak mengidamkan pernikahan? Apalagi menikah dengan orang yang ditunggu sejak lama kehadirannya. Saddam merasa bahagia begitu melihat raut pengantin di atas pelaminan megah itu. Dalam hati mengharapkan untuk segera merasakan bagaimana berdiri di sana, menyambut tamu undangan yang mengajak berfoto, dan tersenyum-senyum seperti orang gila.

[✓] Selfie Dulu, Pak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang