"Oke, great job! Kita sudahi sampai di sini, ya. Nanti kalau ada yang mau dibahas lagi, langsung ke ruangan saya. Bisa?" Semua yang hadir dalam rapat, mengangguk paham."Pada mau lunch di mana?" Melihat tidak ada satupun yang berani menentukan pilihan tempat makan siang, Irene yang sudah berdiri dari kursinya segera menghampiri Ida. Sebuah kartu debit—yang saldonya tidak perlu ditanya karena akan membuat pusing kepala—terulur tepat di depan wajah Farida.
"Ida, tolong order makan siang buat semuanya." Seperti biasa, ucapan sang Kanjeng Ratu-nya ASA selalu berhasil membuat telinga mereka berdenyut mesra slash kelewat bahagia.
"I love you, Kanjeng!"
"Have fun, Boss! Thank you!"
Untaian kata berisikan ucapan terima kasih mengiringi Irene yang masih tersenyum bahkan hingga keluar dari ruang rapat.
Hari ini, rapat disudahi lebih awal. Tidak ada kegiatan 'ngobrol-ngobrol' setelah presentasi yang biasanya selalu menjadi bagian penting demi merapatkan hubungan kerja, karena Irene harus mengejar waktu agar tidak telat menjemput sang buah hati.
Empat tahun sudah pernikahan antara Irene dan Saddam terjalin. Sebuah hadiah paling istimewa yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa pun telah menemani mereka tiga tahun terakhir dalam bentuk dua orang anak kembar. Kini, kedua anak berbeda jenis kelamin itu telah duduk di bangku PAUD. Yang pertama menyapa dunia itu Aleeza Alessandra, si anak perempuan yang kata ayahnya sendiri; punya mata sebening kristal persis Mamanya. Yang menyusul lima menit kemudian ialah tak lain si anak laki-laki; Khadafi Ezaquel, yang menurut pendapat dari dua kakeknya; punya hidung bak Piramida Mesir. Entah alasan apa yang membuat mereka menyamakan hidung Ezaquel dengan Piramida, yang pasti pendapat ini langsung dihimpit oleh fakta yang dikemukakan Saddam bahwa hidung Ezaquel adalah hasil dari adonannya alias mirip dengan hidungnya. Ya, terserah sang ayah saja.
"Mama!!!" Baru saja tiba di lobby ASA Property, Irene yang keluar dari pintu lift VIP itu langsung dikejutkan oleh kehadiran anak perempuannya. Dia langsung menunduk menyambut uluran tangan Aleeza yang hendak salim sekaligus meminta digendong.
"Yah … Mama telat jemput Al sama adek, ya?" Irene langsung mengecup pipi anaknya itu. Aleeza mengangguk-angguk membuat rambutnya yang tadi pagi Irene ikat dua itu terlihat bergerak seirama anggukan kepalanya. "Adek mana, Kak? Tadi siapa yang jemput?"
"Al sama El dijemput Papa. Adek sekarang lagi pipis. Ada Om Kevin juga lho, Ma." Beritahu Aleeza dengan tampang lucunya itu. Irene yang gemas langsung menjawil pipi anaknya yang merah semu.
"Jangan panggil aku 'om' dong!" Mendengar ucapan dari Aleeza barusan, Kevin Tanumihardja yang memang sudah tinggal di Indonesia sejak dua tahun yang lalu itu langsung protes. Punya darah Jepang dalam dirinya tidak membuat Kevin kesulitan mempelajari bahasa Indonesia karena sedari lama memang sudah dicekoki oleh Irene dengan ratusan Majalah Bobo dan lagu sejenis Potong Bebek Angsa.
Dia berlari menuju Irene dan Aleeza.
Irene tertawa.
Kevin baru berusia tujuh tahun, posisinya yang notabene ialah adik Irene membuatnya mendapatkan panggilan "Om" dari Aleeza dan juga Ezaquel. Bagaimanapun juga, Kevin itu paman mereka. Sungguh bocah SD kelas 2 itu sudah kesal sejak lama kalau Al maupun El memanggilnya demikian.
"Kenapa bisa pulang cepat?" Irene mengusap rambut Kevin setelah adiknya itu salim padanya. Irene menuntunnya untuk menuju kursi tunggu di Lobby ASA sembari menanti anaknya yang satu lagi muncul bersama Papanya. Kevin bersekolah di sekolah negeri di Jakarta Pusat, yang letak sekolahnya itu memang tidak terlalu jauh dari PAUD tempat di mana kedua anaknya menimba ilmu juga. Irene tadinya bertanya heran karena Kevin biasanya pulang lebih lama dibandingkan Aleeza dan El.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Selfie Dulu, Pak!
HumorSebenarnya, Saddam dan Irene tidak cocok untuk dikatakan sebagai bos dan karyawan. Keduanya gemar menjahili satu sama lain. Bahkan kejahilannya bisa sampai tingkat 'hehehe' alias tidak terdeteksi lagi levelnya. Barangkali, Saddam terlalu sering mend...