DELETE SCENE

5.8K 193 21
                                    


Ini delete scene, potongan dari beberapa chapter yang aku anggap kurang penting.

Btw, lapak ini masih disimpan gak, nih? ^^

***

(Ini potongan dari Part 47)

"Guys, kita harus pergi ke RSUD Ciawi! Wajib!" ujar Renal yang saat ini mengacungkan kunci mobil ke udara.

"Berarti kita bolos, dong?" tanya si anak baru, Ulfa, yang jelas masih sangat takut berbuat salah. Apalagi bos mereka ini modelan Pak Saddam yang kadang baik banget kayak ketiban jin Islam, tapi kadang bisa menyeramkan sekali bak siap melempar karyawannya ke neraka jahanam.

"Gak bolos, Ulfa … ini disebut menggunakan waktu kerja untuk hal mendesak. It's okay, gak akan kena amuk Pak Bos." Sonya menenangkan. Setidaknya yang lebih senior di SF ini sudah tahu sepak terjang atasan mereka yang terkenal gampang berubah-ubah sifatnya itu.

"Iya bener, tuh, kita kan harus ketemu Bu Ririn," sahut Ocha yang menangis dalam dekapan Sena. Ah, pasangan 'baru jadi' ini tampaknya tak mau menyia-nyiakan waktu dan kesempatan. Biarkan saja mereka asyik beradu tatapan sendu dengan air mata berjatuhan, seakan sedang menunjukkan … inilah sisi 'buruk' dari rupa masing-masing.

"Yang benar aja, Mas! Mana muat Honda Jazz begini diisi tujuh orang? Waktu ke acara penobatan Mbak Ririn aja kita bukan main sempitnya. Ini nambah satu pula, karena ada Ulfa." Anggun geleng-geleng kepala saat mereka bertujuh berdiri berjejer di basement memandangi kendaraan roda empat itu.

"Terus mau gimana lagi? Salah sendiri kalian gak ada yang bawa mobil. Kalau nggak mau naik, ya sudah."

Sena menggeleng. "Nggak. Tenang Mbak Anggun, ini bisa muat, kok. Badan Ocha sama Ulfa yang kecil bisa nyelip di bagasi."

Ocha langsung melotot. Lihat? Saat sudah jadi pasangan pun, tampaknya Sena masih akan menjahilinya. Hm, apa sebaiknya Ocha batalkan saja ya status mereka ini. Kalau begini ceritanya, bukankah akan lebih baik mereka ini berstatus rekan biasa supaya lebih nikmat Ocha menonjokknya?

"Mas, gimana kalau mulutmu itu aku pindahin ke dahi? Mau?"

"Ocha jangan ngambek, ini demi Mbak Ririn," ujar Sena dengan segala bujuk rayuan maut itu. "Terus di kursi belakang, Mbak Mitha, Mbak Anggun sama Sonya bisa berbagi ruang. Nggak pa-pa, kan?"

Semuanya kompak menghembuskan napas pasrah. Apa boleh buat? Semuanya masuk ke dalam mobil, mengesampingkan rasa mual yang mulai menjalar tatkala hidung menangkap wewangian tak asing ini.

"Mas, Stella jeruknya buang aja!!!" teriak Ocha yang kini sibuk memperbaiki posisi duduk di bagasi. Alamat encok hingga ke mata kaki ini mah!

Ulfa sendiri kalem saja dengan posisi memeluk lutut.

Mitha langsung menarik pewangi yang jadi momok terbesar bagi hidung mereka saat ini. "Perasaan udah dari lama disuruh ganti, masih juga pake varian ini. Mas Renal ini hidungnya tipe apa ya, kok bisa gitu cocok sama aromanya? Ada jimat, kah, Mas?" tanya Mitha dengan alis naik. Mencoba mencari jawaban kalau saja Renal memang punya hidung limited edition hasil merayu dukun pesugihan.

"Hidung aku diberi keberkahan oleh Yang Maha Kuasa, Mit. Semua aroma bisa dilibas," sahut yang ditanya itu sembarang.

Mobil mulai berjalan. Sena dan Renal duduk tenang di depan. Di kursi belakang, Mitha, Sonya, dan Anggun berupaya berbagi tempat walau kesulitan. Setidaknya tiga perempuan itu masih cukup beruntung dibandingkan Ocha dan Ulfa yang sudah mirip kartun larva yang menggeliat tidak tenang.

Sekian ratus juta tahun kemudian, sampailah mereka ke tujuan. Kendaraan yang dikemudikan dalam damai-penuh istighfar dan ayat-ayat suci karena sadar bahwa yang nyetir sepertinya ingin cepat-cepat bertemu Tuhan-berhenti di parkiran. Para perempuan langsung bergegas turun dalam keadaan setengah hidup setengah modar.

[✓] Selfie Dulu, Pak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang