Part 5

8.3K 460 24
                                    

Walaupun cerita sudah tamat, semoga tetap berkenan menekan vote ataupun meninggalkan komen sebagai bentuk apresiasi.

***

"Penjualan produk mi instan kita semakin meningkat pesat. Tim produksi bahkan kewalahan untuk proses ekspor ke luar negeri. Mereka lembur udah gak akhir bulan lagi, bisa setiap hari pulang malam demi memenuhi permintaan yang melebihi kapasitas kita." Penjelasan dari Manajer Penjualan itu didengarkan dengan baik oleh orang-orang yang mengikuti rapat mingguan pagi ini.

Saddam bersama Irene di sampingnya juga fokus memperhatikan layar yang menyala di depan sana. Kini mulai menampilkan diagram penjualan produk-produk SF Group.

"Seperti yang terlihat di layar," ucap Manajer Penjualan bernama Arif Cahyono itu. "Penjualan paling tinggi berasal dari Mi Instan, Setiamie. Penjualan terendah kita dari produk susu kaleng, Cowgo. Banyak komplain karena kalengnya jadi lebih kecil dari biasanya. Mungkin itu penyebab penjualan menurun."

Saddam menyahut. "Kalau begitu kita kembali ke ukuran awal. Sebelumnya ukuran berubah karena kita kesulitan dapat pemasok bahannya, kan?" Arif mengangguk. "Jadi, saya minta kita cari supplier baru. Kualitas bermutu dan terjamin. Dari luar pun boleh. Dananya tidak usah dicemasin."

"Tapi, Pak." Arif menyela, kemudian dia menekan salah satu tombol yang ada pada remote kecil di tangan. Layar kini berubah menampilkan status saham perusahaan. "Semenjak penjualan susu Cowgo menurun. Pemasukan kita juga semakin berkurang. Kini pemasukan perusahaan bergantung pada produk seperti Setiamie, kopi Kapal Selam dan susu Ultraviolet. Kalau kita cari supplier dari luar apakah dana kita cukup, Pak?"

Saddam berpikir sejenak. Pandangan matanya melirik Irene yang sibuk dengan notulennya. Namun, si perempuan peka itu segera menyadari tatapan si bos lalu menoleh. Alisnya naik sedikit dengan senyum tipis seolah bertanya, ada apa, Pak?

Hanya butuh satu detik hingga Saddam alihkan pandangan kembali ke depan. Tidak menggubris Irene yang masih menatap dengan ekspresi bertanya-tanya.

"Penjualan untuk tiga produk itu tampaknya meningkat karena beberapa faktor, ya?" Saddam bertanya retoris. "Setiamie masih berada di atas karena variasinya yang banyak. Dua produk lainnya terjual laku karena dua hal pula. Produknya enak dan bonusnya menarik. Dan yang terpenting, iklannya menggugah."

Semua orang manggut-manggut.

"Bagaimana kalau produk kita yang lain diiklankan dengan lebih baik lagi?" Saddam melirik Irene. "Coba Airin jelaskan."

Irene yang tidak menduga bahwa Saddam tiba-tiba menanyainya sedikit tersentak. Kendati demikian, dengan segera ia kembali tenang. Karena hal semacam ini tidak sekali dua kali ia hadapi. Irene sudah terlanjur khatam dengan tingkah laku bosnya.

"Dibandingkan dengan iklan, menurut saya langkah pertama yang bisa kita ambil adalah melakukan survei kepada pelanggan yang sudah membeli produk kita. Tanyakan mengenai apa yang mereka suka, dan apa yang bisa kita perbaiki. Selain survei, kita juga harus melihat tren penjualan di media sosial. Banyak pelanggan lebih aktif di platform seperti Instagram dan Tiktok.

"Kita bisa mengadakan kampanye pemasaran digital yang menarik, seperti kontes atau giveaway. Ini bisa meningkatkan keterlibatan pelanggan dan menarik perhatian lebih banyak orang. Selain itu, kita bisa bekerja sama dengan influencer untuk mempromosikan produk. Mereka memiliki pengikut yang banyak dan bisa membantu menjangkau audiens yang lebih luas."

[✓] Selfie Dulu, Pak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang