Part 15

6.1K 470 47
                                    

Suara ketukan heels membuat orang-orang yang sudah lebih dulu sampai, melirik. Yang dilihat oleh mata adalah sosok Irene. Seolah ada efek flash di mana-mana, wajah sang puan hari ini bersinar terang membuat takjub.

"Wow, Ririn!"

"Udara mana yang kau hirup selama cuti, Mbak?" canda Sena dengan raut terpukau.

"Cieee rambut baru," goda Mitha yang melihat perubahan warna rambut yang semula hitam jadi kecoklatan.

Irene tertawa seraya menyerahkan paper bag yang dibawanya. "Untuk Mbak Mitha yang paling kalem sedunia, untuk Mas Renal mood booster aku, dan untuk Sena yang selalu lucu."

"Aduh, Mbak, aku jadi tersipu malu," ujar Sena dengan ekspresi malu-malu kambing.

"Kamu cutinya ke mana, sih, Rin?" Renal meletakkan paper bag ke meja kerjanya. "Sehat aja, kan?"

"Iya, nih, kita gak dikasih tau. Tiba-tiba Ocha gantiin kamu gitu aja. Kan, jadi heran, dong."

"Ada urusan keluarga."

"Selamat pag—Ririn?!" Anggun dengan riasan cetar seperti biasa memasuki ruangan kerja mereka dengan antusias.

"Eh, Ri—maksud saya, Mbak Ririn udah balik, ya, hehe." Mode kerja, Anggun kadang lupa memanggil Irene dengan embel-embel Mbak atau Bu karena usia mereka hanya beda satu bulan. "Bos marah mulu akhir-akhir ini. Membagongkan emang. Untung sekarang Mbak udah balik."

"Eh, ini oleh-oleh, ya?" Anggun melirik penuh kode. Irene terkekeh pelan. Paper bag di tangan kini berpindah posisi.

"Datang-datang langsung nyerobot aja," celetuk Renal yang bersandar di meja.

Anggun tidak menggubris. Dia langsung membuka paper bag dan menemukan satu kotak coklat dari ROYCE dan satu pajangan meja.

"Royce pure chocolate?!" Anggun terkejut sekaligus senang sekali. Matanya menatap Irene segera.

"Kamu... beli di Indonesia apa di Jepangnya langsung?" selidiknya penuh tanya. "Jangan-jangan kamu cutinya emang ke Jepang, ya?"

Irene hanya tersenyum tipis membuat empat orang lainnya jadi menerka-nerka.

"Hah? Demi apa? Kamu cuti ke Jepang, Rin?" Renal segera meraih paper bag miliknya dan melihat isinya. Sama seperti yang dikatakan Anggun, ada satu kotak coklat Royce di dalamnya. Juga satu miniatur untuk hiasan meja.

"Halo, guys—loh? Mam—eh, Bu Ririn!" Ocha agak terkejut hingga hampir saja keceplosan memanggil 'Mami'. Ia yang baru datang bersama Sonya, langsung mendekat pada orang-orang yang berkumpul.

"Akhirnya ya Allah, terima kasih. Setelah sekian purnama, kesedihan hamba berakhir juga." Ocha sok dramatis. Kemudian, "Gak sia-sia aku tahajud tiap malam minta dipermudah semuanya. Sekarang udah terkabul, dong! Aaaaa senangnya."

"Halah, lima waktu aja bolong sana-sini, bilangnya tahajud," sahut Sena, agak mencibir.

"Diam, Mas. Kamu mana tahu urusan calon alim ulama kayak aku."

"Gak usah sok iye, Cha."

Ocha beralih menatap Irene tanpa mempedulikan Sena lagi. Ia masih cukup dendam dengan pria yang mengambil snack miliknya itu. Gara-gara Sena semua kejadian yang menimpanya kemarin membuat matanya bengkak menangis.

"Bu Ririn, sehat?"

Irene mengangguk. Dua paper bag diserahkan untuk Ocha dan Sonya. Sama seperti reaksi Anggun tadi, dua perempuan itu pun tampak antusias melihat isinya.

[✓] Selfie Dulu, Pak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang