Irene membuka pintu ruangan di depannya, menarik kemeja Reynold, untuk memastikan laki-laki ini melihat ke arah dalam.
"Lihat siapa di sana? Kamu lihat?"
Dapat Irene rasakan tubuh Reynold tersentak kaku.
"Kamu menyia-nyiakan perempuan itu, menyia-nyiakan istri kamu sendiri, enggak peduli apa yang dia alami, demi mendapat hati perempuan lain. Begitu, Rey?"
Saddam melongokkan kepala, berusaha melihat dalam ruangan. Butuh beberapa detik hingga menyadari adanya seorang perempuan terbaring di ranjang dengan mata tertutup. Itu Chelsea. Lalu, tak jauh dari sana ada perempuan lain duduk di sofa, memerhatikan mereka bertiga yang masih sibuk berdiri di ambang pintu. Itu... mungkin Melati, yang sempat Irene sebutkan namanya saat mereka masih di mobil.
"Perempuan yang terbaring di sana, adalah mantan istri kamu yang kamu ceraikan saat hamil. Kenapa, Rey? Kenapa kamu memutus ikatan dengan Chelsea dalam keadaan seperti ini? Kamu gak punya hati atau gimana?"
Saddam terlonjak kaget. Reynold mantan suami Chelsea? Reynold? Budi? Pacar Chelsea semasa SMA?
Budi ini?
Si BRENGSEK ini?
"Apa, Rey? Mau mencari alasan? Ada berapa banyak kata yang sedang kamu susun di kepala?"
Irene benar-benar tidak habis pikir dengan lelaki ini. Pertanyaannya, kenapa? Kenapa dia tega?
"Kamu tau?" Irene menunjuk wajah Reynold. Walaupun ekspresinya mulai berubah seperti kucing ketahuan maling ikan, dia masih betah dalam diam. "Hari ini, lebih tepatnya tadi, kamu baru saja kehilangan darah daging kamu sendiri."
"A-apa maksudnya?" Reynold gelagapan.
Demi Tuhan, laki-laki ini serius masih melanjutkan aktingnya?
Irene mulai kehilangan kesabaran.
"Cukup berpura-puranya, Rey! Harusnya kamu minta maaf sama Chelsea. Dia hamil anak kamu! Dia sendirian menghadapi itu, sementara kamu sendiri tengah senang-senang mendekati perempuan lain. Malahan perempuan itu termasuk aku pula! Kamu pikir gimana rasanya di posisi aku? Gimana rasanya di posisi Chelsea? Kamu sebenarnya punya hati atau nggak, sih? Aku nggak nyangka kamu bisa sekejam ini."
Wah, Saddam butuh samsak tinju sekarang juga. Wajah Reynold sepertinya cocok, atau tulang keringnya? Kaki pria ini sudah ancang-ancang hendak menyerang, tapi urung dilakukan karena Irene memelototi.
Kepada Rey, Irene melanjutkan, "Tanggungjawab sama Chelsea, sekalipun enggak berarti lagi karena kamu sudah kehilangan calon anak sendiri."
Ia merasa ikut sesak, membayangkan bagaimana Chelsea bertahan selama ini saja, rasanya ia tidak sanggup. Membayangkan perempuan itu tahu bahwa mantan suaminya malah menyukai Irene, membuatnya tidak enak hati.
"Chelsea... keguguran?" Adalah pertanyaan pertama dari Reynold.
"Kematian janin, di usia 23 minggu."
Saddam melongo. Beralih menatap ke dalam, Melati yang sepertinya menonton sejak tadi, segera mengalihkan pandang. Saddam baru sadar, mereka masih berdiri di depan ruangan.
Karena takut mengganggu yang lain-walaupun memang sudah mengganggu, Saddam meraih lengan Irene untuk masuk.
"Mbak Chel tidur, ya, Mel?" Irene menanyai Melati.
Perempuan itu segera mengangguk.
"Mungkin karena efek obat, Mbak."
Irene mengerti, lalu kembali melayangkan pandangan pada Reynold yang diam dengan tatapan tak terbaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Selfie Dulu, Pak!
HumorSebenarnya, Saddam dan Irene tidak cocok untuk dikatakan sebagai bos dan karyawan. Keduanya gemar menjahili satu sama lain. Bahkan kejahilannya bisa sampai tingkat 'hehehe' alias tidak terdeteksi lagi levelnya. Barangkali, Saddam terlalu sering mend...