Part 45

4.3K 275 69
                                    


Biasanya Minggu malam seperti ini akan Irene habiskan bersama dengan Saddam, tapi kali ini, tidak demikian. Berhubungan nanti di tengah malam adalah perayaan ulang tahun Dian, Irene dan dua sahabatnya sudah menyiapkan kejutan di apartemen Susi, untuk merayakan 'hari jadi' perempuan berdarah Manado satu itu.

"Sebenarnya ini gak akan surprising banget, sih, orang dia aja selalu ingat tanggal ultah."

"Siapa tahu lupa gitu, Ca, akhir-akhir ini Dian lagi sibuk-sibuknya ngurusin si Joseph Joseph itu. Ya, kan, Rin?"

Irene tengah duduk santai memegang ponsel, berdeham saja. Bukannya gimana-gimana, sebenarnya Irene tak begitu dengar apa yang diperbincangkan dua temannya itu, karena telinganya kini disumbat earphone yang kebetulan diisi oleh suara tawa Saddam dari seberang sana.

"Atiek minta jadi ART tetap di rumah. Menurut kamu gimana, Ai?"

Irene tersenyum, tadi siang pun sebenarnya ia sudah sempat berbicara dengan Atiek, perempuan satu itu mati-matian minta tolong padanya agar segera diberi 'kepastian' oleh si bos.

"Tolonglah Mbak Ai, saya gak mungkin gini-gini aja. Udah lebih dua tahun saya digantung sama Pak Bos, lumut aja kalah saing sama saya. Udah berkerak rasanya saya nunggu diangkat jadi pegawai tetap di rumah ini, Mbak."

Itu adalah ucapan Atiek yang tadi siang berhasil membuat Irene menyemburkan tawa. Bagaimana bisa kasihan kalau Atiek saja mengatakan sederet kalimat itu sembari mencabut bulu keteknya. Memang ada-ada aja tingkah ART panggilan satu itu.

"Resmiin aja lah, kasian dia nungguin diangkat jadi pekerja tetap. Kalo kamu gak mau, mending Atiek aku suruh kerja di ASA aja."

"Jangan gitu, dong, Ai."

Susi mencolek lengan Ica lalu berkacak pinggang memperhatikan Irene yang berguling-guling di atas kasur dengan senyuman tak lepas di wajah cantiknya itu.

"Lihat, tuh, malah senyam-senyum."

"Biasalah, namanya pasangan baru."

Baik Susi, Ica maupun Dian sebenarnya sudah tidak kaget lagi begitu dapat kabar di media sosial bahwa Irene yang notabene sahabat mereka ini menjalin hubungan dengan Saddam, kerena sejujurnya, mereka bertiga sudah tahu dari lama mengenai 'kisah manis masa lalu' yang berhasil membawa perubahan pada Irene.

Begitu tiga perempuan ini sibuk masing-masing, terdengar suara bell pintu berbunyi.

Irene menghampiri monitor. "Dian, tuh."

Ica langsung melompat turun dari sofa, Susi yang semula berdiri di balkon karena menerima panggilan dari nasabahnya pun bergegas menuju pintu. Irene siap dengan popper confetti yang digenggam. Sesaat, ketiganya saling tatap sebelum Ica membukakan pintu apartemen, bersamaan dengan itu, ketiganya pun mengumandangkan sebuah ucapan penuh kegembiraan.

"Happy Birthday!!!"

Seperti manusia-manusia lain yang mendapatkan kejutan, wajah Dian pun langsung ternganga girang. Acara tiup lilin terlaksana walau lilin yang digunakan virtual saja melalui ponsel. Mereka juga tidak menyiapkan kue ultah, karena keempat gadis ini sama-sama kurang menyukai kue. Sebagai gantinya, sudah memborong berbagai menu dari salah satu restoran cepat saji yang terkenal dengan ayam gorengnya.

"Guys, gak nyangka banget kalian ingat ultah gue." Dian terharu, entah sungguhan atau pura-pura. "Tadi gue pikir gue disuruh datang buat bantuin Susi beresin apartemennya lagi, karena dia ini sering banget minta bantuan gitu, gue jadi kesel banget pas ditelpon, terakhir ke sini pas Susi kecelakaan di tempat kerja dan dia nelpon gue buat bantu ngusir kecoa yang hinggap di meja makan, gue benar-benar mau modar ngadepinnya … bla bla bla…."

[✓] Selfie Dulu, Pak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang