Part 18

5.9K 422 20
                                    


"Ocha, tolong hantarkan snack ke ruangan bapak."

"Ocha, beritahu Airin kalau hari ini saya ada pertemuan mendadak sama klien."

"Ocha, tolong berikan dokumen ini ke bapak, saya mau ke toilet sebentar."

"Ocha, ikut saya rapat hari ini."

"Ocha, bilangin bapak, ada tamu nunggu di lobi."

"Ocha, kasih tau Airin kalau hari ini saya mau main ke kantor cabang."

"Ocha!"

"Ocha!"

"Ocha!"

Salsabila Pramesti memijat pelipisnya. Sudah berhari-hari merasa pekerjaannya jadi tambah banyak karena kedua atasannya itu. Entah kenapa lah si Mami sama Papi tahu-tahu banyak menyuruhnya untuk melakukan ini-itu. Padahal selama ini, Ocha tidak pernah bekerja se-ribet sekarang.

Melihat adanya perubahan antara Pak Bos dan sekretarisnya, tak hanya Ocha saja yang kebagian naas mendapatkan pekerjaan ekstra—karyawan lain juga. Sontak, mereka jadi merasa aneh. Ada apa dengan dua orang itu?

Itu dimulai tiga hari lalu. Renal dan Mitha sama-sama mendapati keadaan Irene agak kusut memasuki ruangan tepat pukul 9 pagi. Renal bingung; tumben sekali Irene terlambat, Mitha juga bingung; tumben sekali Irene menggunakan kacamata dan turtle neck. Karena penasaran, Mitha bertanya, "Kamu kenapa?" Perempuan itu menyunggingkan senyum tipis dan menjawab,"Gak enak badan, Mbak. Meriang."

Rasa aneh terhadap Irene ternyata tidak berhenti sampai di sana. Saat semua orang dalam ruangan sibuk masing-masing, pintu masuk terbuka. Muncullah Saddam. Sonya yang paling fokus melihatnya pun tersadar bahwa Pak Bos terlihat aneh, rambutnya yang biasa tersisir rapi kini acak-acakan, mata laki-laki itu pun kemerahan seperti orang yang kurang tidur.

Keluarlah sebuah asumsi, bahwa kemungkinan Pak Bos dan Irene baru habis lembur tadi malam dan serempak meriang. Soalnya keadaan mereka benar-benar terlihat seperti orang yang sedang kurang enak badan.

Tapi anehnya lagi, pada hari itu hingga beberapa hari kemudian, antara Saddam dan Irene terlihat tidak saling bicara.

Bisa dikatakan bahwa tim solid lantai 26 mulai mencium aroma-aroma perang di antara bos dan sekretarisnya. Sudah tiga hari, tak ada satu pun dari mereka yang mendengar perbincangan dari dua orang tersebut. Setiap datang ke kantor, Irene menghindari berpapasan dengan Saddam, begitu pun sebaliknya.

Ada satu kali saat Anggun Lestari berada di pantry, ia melihat Pak Bos datang mengambil snack-nya sendiri. Lantas perempuan yang alisnya melengkung ini menunduk memberi hormat, bersamaan dengan itu, ia melihat sepasang kaki memakai heels terdiam di ambang pintu. Keadaan canggung pun menyebar hingga membuat Anggun merasa panas dingin seketika.

Anggun melirik Pak Bos yang tampak menatap pintu sesaat sebelum kembali sibuk mengambil snack berupa jajanan pasar. Sementara di dekat pintu, langkah Irene perlahan mundur setelah melirik adanya Anggun dan Pak Bos di dalam sana. Tapi, Anggun yang peka, segera menarik tangan perempuan itu dan menahannya.

"Masuk aja, Mbak Ririn. Saya udah selesai ambil minumnya." Anggun menyunggingkan senyum. Kemudian, "Bos kayaknya nungguin Mbak, tuh."

[✓] Selfie Dulu, Pak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang