Tau apa yang lebih menyenangkan selain berhasil melaksanakan ijab Kabul dengan benar? Tentu saja melihat istrimu duduk dengan senyuman manis di sampingmu, atau melihatnya sesekali menarik napas lelah tatkala para manusia yang hendak mengucapkan selamat masih mengantre di depan sana.Rasanya sangat melegakan saat kita sebagai pria bisa berhasil bersanding bersama perempuan yang kita cinta. Sah memilikinya secara agama dan negara, tidak akan ada lagi yang bisa mengusik untuk sekadar melempar senyum menggoda atau memberikan hadiah penuh tipu daya.
"Cantik banget, sih, cintanya aku."
Saddam sedari tadi tidak hentinya memuji sang istri dan terus menarik sudut bibirnya melengkung. Irene tampak begitu tenang sekalipun sudah berkali-kali mengatakan kepalanya mulai berat karena sunting adat Palembang yang dikenakan.
"Cukup sekali aku pakai sunting ini."
"Iyalah, Ai. Emangnya kamu mau nikah lagi sehabis ini?" sahutnya agak-agak kesal.
Irene tertawa. Sungguh tawa itu jauh lebih menarik di matanya dibandingkan Happy Asmara yang tengah bernyanyi di depan sana. Jangan tanya siapa yang berakhir mengundang penyanyi satu itu. Kalian tentu tahu siapa yang jiwanya menggilai dangdut koplo hingga ke cengkok-cengkoknya.
"Itu kamu ngundangnya Ahmad Dhani doang, ya?" Kalau Irene berhasil membawa penyanyi andalannya, lain lagi Saddam yang juga sudah membayar ratusan juta demi mendatangkan Dewa 19 di acara pernikahannya.
"Ya enggak, dong, Ai. Kamu nggak lihat itu yang pakai baju hitam-hitam?" Saddam menunjuk lewat dagunya. "Nah, itu semua anggotanya. Minus Ari Lasso, sih. Padahal aku penginnya dia bisa ikut juga buat hari ini walaupun udah nggak di Dewa 19. Biar nanti pas lagu Roman Picisan feel-nya lebih ngena." Saddam bertepuk tangan riuh begitu lagu Kangen mulai dimainkan.
"Dam…" bisik Irene dengan tangan menepuk paha pria itu.
"Ai, kok masih 'dam, dam' aja, sih? Aku ini suamimu lho. Ganti lah panggilannya."
Alis Irene naik sebelah. "Gimana?"
"Waktu dipanggil Sad, aku kayak dipanggil 'sesad' sama bang—nggak perlu aku sudahi kayaknya kamu tau ini seperti mengumpat."
"Terus?" pancing Irene dengan kedipan maut. Saddam sudah akan membalas kalau saja tidak ada orang yang datang.
Mereka berdiri sesaat meladeni tamu. Untai kata penuh doa itu dibalas ucapan terimakasih dari dua mempelai. Di antara jajaran tamu, sudah pastilah ada sekelompok budak korporat yang senang sekali memanfaatkan keadaan.
Coba lihat Ocha dan Sena yang sedang suap-suapan di meja. Lalu, lirik lah ke arah Anggun yang sibuk touch-up memastikan riasannya tetap on point. Kemudian… mari kita shoot sedikit ke arah prasmanan, di mana ada Ica dan Dian yang sok-sokan menjadi bagian dari penjaga buffet. Susi yang sedang mengambil makanan harus menebalkan muka dan telinga ketika dua orang sahabat yang mendadak tidak ingin ia akui sebagai sahabat itu tengah mempromosikan segala hidangan di sana.
"Susi, yang ini namanya Sushi. Kali-kali kamu ketuker sama diri sendiri. Kalau makan ini pakai sumpit ya, jangan pakai sendok sup. Aneh jadinya," ujar Dian seakan-akan temannya itu adalah batita yang tidak tahu apa-apa.
"Berhubungan ini catering bisnis sepupu gue sendiri, jadi lo bebas ambil apa aja," timpal Ica asal-asalan, bangkit berdiri menuju kerumunan orang yang tengah menonton penampilan Dewa 19.
"Guys, gak ada yang mau nyawer Ahmad Dhani, apa?" celetuk Renal dari meja yang diisi lima orang itu. Ada Mitha, Ocha, Sena dan Anggun. Sonya dan Ulfa sebenarnya juga hadir. Tapi keduanya sudah melipir entah ke mana bersama partner kondangan masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Selfie Dulu, Pak!
HumorSebenarnya, Saddam dan Irene tidak cocok untuk dikatakan sebagai bos dan karyawan. Keduanya gemar menjahili satu sama lain. Bahkan kejahilannya bisa sampai tingkat 'hehehe' alias tidak terdeteksi lagi levelnya. Barangkali, Saddam terlalu sering mend...