ORDINARY PERSON
menjadi orang yang biasa saja adalah impian yang begitu jongin inginkan. demi mewujudkan itu jongin bahkan rela bekerja di tempat yang super jauh dari rumahnya dan pura-pura menjadi orang biasa saja. tidak menunjukkan siapa dirinya dan menahan dirinya untuk tidak menunjukkan taringnya sama sekali. karena jongin benci menjadi pusat perhatian.
tapi menjadi seseorang yang biasa saja ternyata juga membuat jongin super tertekan. jongin harus menahan dirinya untuk tidak berteriak marah pada orang lain yang meremehkannya, jongin harus tetap tersenyum saat dirinya jelas-jelas tahu jika orang-orang di sekitarnya bersikap brengsek padanya.
mengesalkan tapi juga mendebarkan karena jongin jadi tahu siapa yang berwajah dua dan siapa yang benar-benar tulus padanya. poin plus yang jongin pertahankan hingga hari ini. karena banyak juga orang tulus disekitarnya yang membuat jongin mampu untuk menahan semua umpatannya. pagi ini jongin berjalan memasuki area kantornya seperti biasa. jongin memang selalu berangkat super pagi untuk menghindari orang-orang bermuka dua yang siap menerkamnya jika jongin tidak buru-buru untuk masuk ke dalam ruangannya dan mengurung dirinya sendiri disana.
setelah sampai di ruangannya jongin segera membereskan beberapa dokumen dan memilah dokumen-dokumen itu sesuai dengan kebutuhan masing-masing dokumen. jongin bekerja sebagai sekretaris departemen meski bukan sekretaris orang nomor satu di kantor jongin cukup kompeten untuk pekerjaannya ini karena nyatanya jongin masih bekerja di bagian itu.
dikantor ini ada empat departemen yang berbeda dan jelas memiliki sekretaris departemen yang berbeda juga dan hanya jongin yang berdiri sendiri di antara empat orang itu. satu orang adalah pegawai negeri, dan dua lagi adalah anak dari petinggi yang ada di kantor itu jadi yang benar-benar tidak memiliki koneksi hanya jongin saja. jadi jonginlah si anak kecil yang selalu disalahkan dan dijadikan kambing hitam.
menjadi bungsu yang paling polos memang sedikit menyusahkan. setelah selesai memilah dokumen jongin berjalan turun menuju ke bagian lain untuk mengantarkan dokumen dan langkah kaki jongin harus terhenti di depan ruangan karena dari dalam jongin bisa mendengar ada seseorang sedang membicarakannya.
"kalian pernah melihat jongin keluar makan siang dengan seseorang?" tanya seseorang di dalam sana dengan nada memancing yang membuat jongin harus rela menghentikan langkah kakinya dan mendengarkan dengan seksama.
"ah sepertinya jarang sekali dia keluar untuk makan siang, kenapa memangnya?" sahut orang lain yang ternyata ada juga di dalam ruangan itu.
"dia tidak pernah keluar karena tidak punya teman kan? kenapa harus dijelaskan sih?" ucap orang lain yang disusul dengan tawa yang membuat jongin semakin kesal saja.
diumurnya yang sekarang apa wajah memiliki teman yang selalu bersama kapanpun dan dimanapun? 30 tahun dan masih mengharapkan pertemanan seperti itu? sepertinya sudah tidak wajar. jongin mendongakkan kepalanya ketika tiga orang keluar dari ruangan itu. salah satunya adalah sekretaris departemen yang memiliki jabatan yang sama dengannya. yang berbeda hanya dia anak petinggi disana saja sedang jongin tidak punya siapapun di kantor ini.
jadi yang jongin lakukan hanya tersenyum seolah tidak ada apapun yang terjadi, seolah jongin tidak mendengar apapun. menjadi pura-pura tidak tahu adalah style yang jongin pilih untuk tetap mempertahankan kewarasannya. karena dunia semakin dan semakin gila saja.
"oh jongin barusan datang?" tanya si anak pejabat yang bernama kim junghyun itu dengan nada super ramah seolah tadi dia tidak sedang membicarakan jongin dengan nada menjengkelkan.
"iya barusan datang, ingin memberikan dokumen pada paman jang." jawab jongin masih dengan senyumannya.
"ah kalau begitu aku naik dulu ya?"