34. Kabur Serta Luka 2

2K 75 0
                                    

Tentang Elisa

Happy Reading
.
.
.

Disatu ruangan yang sama dengan nuansa klasik dan nampak mewah serta warna hitam dan putih yang lebih mendominasi. Disana terdapat dua orang laki-laki tampan yang diantaranya adalah satu orang pria dewasa, dan satu orang pemuda yang terbilang masih remaja. Mereka sama-sama menggunakan pakaian formal bak orang kantoran, karena memang mereka baru saja selesai menghadiri rapat.

Surendra, pria berumur kepala empat itu namun masih sangat tampan, terlihat sibuk dengan beberapa dokumen diatas meja kerjanya. Hal itu sudah ia lakukan sejak dua puluh menit yang lalu saat ia baru saja selesai menghadiri rapat. Sementara Gavino, pemuda itu duduk disofa dengan iPad ditangannya, ia nampak sibuk mengerjakan sesuatu disana.

"Om—maksud saya Pak." panggil Gavino meralat ucapannya.

Sarendra hanya tersenyum tipis, lalu beralih melihat keponakan tertuanya. "Tidak ada orang lain disini, panggil saya seperti biasanya." Ucap Sarendra, lalu Gavino mengangguk paham.

"Ada apa?" Tanya Sarendra.

"Raffino baru saja mengirimi saya pesan, kalau Elisa ditinggal bersama seorang perawat dirumah sakit." Jelas Gavino.

"Tidak apa, percayakan Elisa pada pihak rumah sakit. Kamu lanjutkan saja tugas kamu, lalu kita akan segera pergi kerumah sakit." Ucap Sarendra lalu kembali fokus pada dokumen miliknya.

Kedua laki-laki dengan penampilan yang hampir sama itu, nampak sama-sama sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Masih tentang urusan kantor, namun Gavino hanya mengerjakan hal-hal kecil saja, karena ia hanya menggantikan sekertaris Sarendra yang tengah mengambil cuti karena sedang hamil katanya. Jadilah Gavino yang semula berstatus sebagai manager di prusahaan cabang, harus menjadi sekertaris juga bagi Sarendra. Sarendra sengaja mengambil Gavino sebagai sekertarisnya, karena hanya Gavino yang dapat ia percaya saat sekertarisnya sedang tidak ada.

Karena terlalu larut dalam pekerjaan, paman dan keponakan itu sampai tidak sadar, kalau ternyata hari sudah larut malam, yang itu artinya mereka menghabiskan waktu untuk bekerja didalam ruangan itu selama lima jam lamanya, dari jam empat sore hingga jam sembilan malam.

"Gavino, apa pekerjaan kamu sudah selesai?"  Tanya Sarendra sembari membereskan kembali dokumen yang semula berantakan menjadi tersusun rapih diatas mejanya.

"Baru saja, Om." Jawab Gavino.

"Bagus kalau begitu, sekarang kita berangkat kerumah sakit." Ucap Sarendra lalu berdiri dari duduknya, disusul pula oleh Gavino.

Mereka berdua berjalan keluar dari ruangan kerja secara bersamaan dengan sesekali membalas sapaan dari para karyawan perusahaan itu. Hanya Sarendra yang membalas sapaan itu, namun tidak dengan Gavino ,si manusia batu dan irit bicara. Kalau saja ada lomba tidak berbicara, mungkin Gavino lah yang akan menjadi pemenangnya. Pemuda itu sangatlah irit berbicara, terkecuali pada Elisa dan juga Sarendra. Karena jika bersama Sarendra, ia harus banyak bicara karena itu urusan pekerjaan. Sementara jika bersama Elisa, ia sendiri juga tidak tau kenapa ia jadi banyak bicara jika bersama Elisa.

Ddrrrttt! Ddrrrttt! Ddrrrttt!

Langkah Sarendra terhenti begitu juga dengan Gavino. Kedua laki-laki itu berhenti secara bersamaan, saat suara sering ponsel menyapa indra pendengaran mereka. Sarendra yang merasakan ada getaran didalam saku jas yang ia pakai, langsung mengambil benda persegi panjang itu yang sedari tadi bergetar. Begitu mengambilnya, ia melihat layar ponsel tersebut, dan tertera lah nomor asing yang menelponnya, tanpa pikir panjang Sarendra langsung menggeser tombol hijau pada layar ponsel tersebut, yang akhirnya telepon itu tersambung.

Tentang Elisa ✔ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang