59. Penyesalan (End)

2.2K 62 2
                                    

Tentang Elisa

Happy Reading
.
.

⚠︎Typo bertebaran⚠︎

Suara dentakan antara sepatu dengan lantai, terdengar mendominasi ketika empat orang yang terdiri dari Ibu, Ayah, dan dua orang anaknya. Mereka berjalan beriringan dengan tempo langkah yang cepat memasuki rumah sakit. Setelah mendengar kabar baik dari pihak rumah sakit tadi, mereka sekeluarga langsung berangkat pergi kerumah sakit. Penantian mereka selama dua bulan akhirnya membuahkan hasil. Kesayangan mereka telah sadar dari komanya.

Devia melangkah membuka pintu putih dihadapannya. Hal pertama yang ia lihat begitu membuat pintu itu, adalah seorang gadis yang sedang duduk di atas ranjang rumah sakit sambil memakan buah apel. Seketika mata Devia memanas, dan langsung berlari untuk memeluk putrinya.

Devia menangis tersedu-sedu sambil memeluk Elisa yang Hanya terdiam saja tanpa berniat membalas pelukan wanita itu. Devia melepaskan pelukannya, kemudian langsung menciumi seluruh wajah gadis itu, tak terkecuali di sudut bibirnya.

"Mama kangen banget, sayang." Devia berucap pelan.

"Akhirnya Mama bisa liat mata indah kamu, nak..." Wanita itu menangkup kedua pipi Elisa dan menatap lekat wajah cantik anaknya.

Jujur saja, rasanya sekarang Elisa ingin sekali menangis, tapi ia berusaha menahannya. Bohong kalau ia tidak terharu dengan perlakuan Mamanya sekarang. Hal yang paling ia nanti-natikan, hal yang paling sangat ia rindukan selama ini. Iya, Elisa sudah mengingat kalau ia adalah anak dari keluarga Megantara. Meski Elisa belum mengingat semuanya, tapi setidaknya ia sudah mengingat kembali masa lalunya kan? Walaupun hanya sedikit.

Saat koma selama dua bulan itu, Elisa dimimpikan oleh masa lalu kelamnya, dimana keluarganya memperlakukannya dengan tidak adil dan tidak pantas. Elisa marah dan kecewa sekaligus sedih, begitu mengingat fakta yang menyakitkan itu. Rasanya ia ingin berteriak sekencang mungkin. Kenapa ingatannya harus kembali? Kalau bisa, Elisa ingin selamanya saja lupa dengan masa lalu kelam itu, lupa dengan Papa dan Mamanya juga kedua kakak laki-lakinya. Sebab, ingatan yang kembali itu, membuatnya sangat membenci mereka, dan Elisa tidak mau hal itu terjadi, Elisa tidak mau membenci keluarga kandungnya sendiri. Tapi apa boleh buat? Elisa terlalu marah dan kecewa sehingga menimbulkan rasa benci dalam dirinya terhadap keluarganya itu.

"Saya ga nyaman, Tante." Ucap Elisa yang menjauhkan dirinya dari Devia.

Deg!

Nyeri sekali, rasanya hati Devia seperti di tusuk-tusuk ribuan pisau saat mendengar ucapan Elisa barusan. Iya, Elisa memutuskan untuk tetap menjadi lupa ingatan. Rasanya terlalu berat rasanya saat memanggil wanita yang sudah membuatnya sakit batin dan fisik itu dengan sebutan 'Mama'. Rasa kecewa dan marah itu masih ada, dan sepertinya tidak akan pernah hilang dari diri gadis itu.

⬤⬤⬤⬤

Terdengar suara isakan tangis yang begitu pilu dari seorang pemuda yang sedang duduk di atas lantai yang dingin itu. Pemuda itu sedang berada di dalam sebuah kamar dengan pencahayaan yang sangat minim. Hal itu, semakin menambah kesedihannya yang begitu mendalam.

"Maaf... Maaf karena gue udah jahat sama lo, dek." Lirih pemuda itu.

Ia menunduk dengan air mata yang terus mengalir dari matanya sembari memegangi bingkai yang berisikan foto seorang gadis cantik yang memakai gaun indah dengan tersenyum lebar.

"Gue nyesel... Nyesel banget karena ga percaya sama lo, bahkan sampai membenci lo." Ucapnya lagi. Suaranya terdengar begitu purau, menandakan penyesalan yang teramat begitu dalam.

Tentang Elisa ✔ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang