Bab 28

4.7K 332 12
                                    

Ana sedang berlatih pedang.
Lebih baik dia menyibukkan dirinya dengan hal-hal bermanfaat daripada memikirkan si dua bebedah dari Ivory itu.

"Hebat!" Ucap Rey.

Keringatnya bercucuran.
Ini baik, sudah lama dia tidak berolahraga seperti ini.

Chris tersenyum melihat perkembangan dari Ana. Memang benar kata Victoria, jika Ana terus dikembangkan, kemampuannya akan segera menyetarai dirinya.

Mata Chris menatap rombongan raja Aiden yang berjalan mendekat kearah mereka.

"Kenapa mereka berjalan kemari" ucap Joe.

"Aku tidak tahu, waspada saja" ucap Chris.

Mereka berjalan dan memberikan salam kepada raja Ivory itu.

"Ini tempat latihan yang sangat luas" ucap Aiden.

"Mohon maaf, anda tidak diperkenankan untuk datang ke tempat latihan militer kami, tuan" ucap Chris.

Aiden terkekeh.
"Aku hanya ingin melihat-lihat saja. Sebentar lagi aku akan pergi, tenang saja" ucap Aiden.

Lalu Aiden menatap Ana yang sedang menatapnya sembari memegang sebuah pedang.

"Kau bermain pedang juga?" Ucap Aiden.

Ana tidak menjawab.
Dia masih kesal dengan kejadian kemarin.

Dan sepertinya Aiden mengerti.

"Soal kemarin, aku minta maaf padamu. Aku sudah berlebihan dalam berbicara" ucap Aiden.

Tumben ingin meminta maaf, apa karena Victoria?

"Bagaimana jika kita bertarung sebentar?" Ucap Aiden.

Heh.

Chris menggelengkan kepalanya kearah Ana, tidak mungkin Ana bertarung dengan Aiden.

"Baiklah" ucap Ana.

Chris dan Joe menatap Ana dengan tatapan terkejut.

"Apa yang dia lakukan!" Ucap Joe.

Aiden maju dan menarik pedangnya.

"Gara-gara kau, aku harus meminta maaf pada seorang budak. Jika bukan karena Victoria, aku tidak akan mengucapkan kata-kata itu" ucap Aiden.

"Seorang raja kalah dari budak? Itu akan menjadi berita hangat di Ivory nantinya" ucap Ana.

"Kau meremehkan kemampuanku?" Ucap Aiden.

"Bersiaplah untuk kalah" ucap Ana.

Ana bernafsu sekarang.
Dia akan mengalahkan Aiden bagaimanapun caranya.

Mereka berlari dan menggesekkan pedang mereka. Orang-orang menonton karena ini sangat menarik. Siapa yang akan menang? Sang raja atau sang budak?

Ana melakukan gerakan yang selalu dia lakukan. Dan terlihat jika Aiden sedikit terkejut melihat gerakannya.

Do you get deja vu?

Seakan ada kesempatan, dia menyerang Aiden. Tapi refleks pria itu cukup baik, dia menangkis serangan Ana.

Membuat pipinya tergores dan mengeluarkan darah.

Ana terkekeh sembari menyeka darah yang mengalir keluar dari pipinya. Dia menatap datar kearah Aiden.

"Hentikan!"

Sebuah suara menghentikan mereka. Philip berlari kesana dan berdiri diantara Aiden dan Ana.

"Hentikan ini. Raja Aiden, kau dipanggil oleh yang mulia untuk datang ke aula sekarang" ucap Philip.

Aiden mendecak dan memasukan pedangnya kedalam tempatnya dan pergi meninggalkan semua orang di tempat latihan.

"Kau baik-baik saja?" Ucap Philip.

"Kenapa kau menghentikan ku?" Ucap Ana.

"Dia adalah raja kerajaan musuh. Marloux dan Ivory sedang melakukan perjanjian gencatan senjata, jika kau mengalahkan dia, perang bisa dimulai kembali" ucap Philip.

Benar juga.
Kenapa Ana tidak memikirkan itu? Dampak yang sangat besar menunggu jika perang kembali terjadi.

"Kembalilah ke kamar mu. Aku akan mengirimkan dokter kesana. Rey, jaga dia. Aku masih memiliki banyak pekerjaan" ucap Philip.

"Baik pangeran" ucap Rey.

Lihat ini, Philip sudah dewasa.

.

.

.

"Ayah mendengar kabar itu?" Ucap Sophia.

"Ya. Aiden dan budak itu bertarung. Tapi Philip datang dan memisahkan mereka. Padahal itu kesempatan bagus untuk membatalkan gencatan senjata ini" ucap Duke Fidel.

"Apa yang harus kita lakukan?" Ucap Sophia.

Philip melintas didepan mereka.

"Lihat anak tidak tahu diri ini" ucap Duke Fidel.

Philip menatap sinis pria tua itu.
"Lihat bangsawan tidak dianggap ini" ucap Philip.

"Philip! Dia kakekmu!" Ucap Sophia.

"Jangan lupa akan satu hal, aku adalah grand Prince, pewaris tahta kerajaan Marloux. Aku bisa bertindak sesuka hatiku tanpa memandang status siapa orang ini sebenarnya" ucap Philip.

"Aku adalah ratu! Jaga kata-katamu pangeran!" Ucap Philip.

"Label ratu hanya kau dapatkan jika aku tidak berbicara kepada ayah untuk tidak menggeser posisimu. Seharusnya kau berterimakasih kepadaku, ratu. Jika bukan karena aku, kalian mungkin sudah ditendang dari istana" ucap Philip dingin.

Mereka berdua diam.
Posisi Philip lebih tinggi dari mereka.
Mereka tidak bisa salah mengambil langkah sekarang.

Philip berjalan pergi dari sana.
Dia memiliki pekerjaan yang lebih penting daripada meladeni mereka berdua.

"Kita harus segera menyingkirkannya" ucap Duke Fidel.

"Maksudmu membunuhnya?" Ucap Sophia.

"Ya, sekalian dengan budak itu" ucap Duke Fidel.

"Apa yang akan ayah lakukan?" Ucap Sophia.

"Lihat saja nanti" ucap Duke Fidel.

.

.

.

TBC

Selir Kesayangan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang