Bab 15. Ambil Hatinya

1.2K 326 82
                                    

Sebelum baca, jangan lupa buat tekan gambar bintang sampe berubah warna jadi oren 🤭 yuk tekan-tekan.

 

Udah? Makasih 💞

 

Selamat membaca!

 

 

Altan bolak balik mengambil kemeja yang tergantung dalam lemarinya, dicoba lalu dilepas, coba lagi, dilepas lagi, begitu terus sudah hampir satu jam. Laki-laki itu garuk-garuk kepala, padahal biasanya juga tidak seperti itu.

Altan keluar dari kamar dengan kaos dalam warna putih dan celana bahan warna hitam, dia menuju kamar adiknya, namun ternyata tidak ada, lalu menuju kamar Alfan, dilihatnya kembarannya itu sudah siap untuk pergi bersama Altan ke rumah Habibah.

Alfan berkacak pinggang saat matanya menatap Altan yang belum siap juga. “Tuh, yang punya hajat malah belum apa-apa.”

“Bingung saya,” jawab Altan jujur.

Alfan berjalan melewati kembarannya, “Sini biar aku pilihin.” Dia berjalan mendahului Altan menuju kamar kembarannya itu.

Alfan langsung menuju lemari milik Altan, memilih beberapa kemeja batik yang tergantung rapi di sana. Alfan mengambil batik motif tujuh rupa dengan warna dasar hitam.

“Tuh pake, cepetan keburu malem.” Setelah menyerahkannya pada Altan, Alfan keluar dari kamar kembarannya itu.

Altan menatap kemeja yang Alfan pilihkan untuknya. “Kok tadi cari kayak gak ada yang cocok ya?” tanyanya seorang diri.

Setelah masalah kemeja selesai, Altan mengambil satu set perhiasan untuk dia berikan pada Habibah.

Altan dan keluarganya bergegas menuju rumah Habibah, setelah dua puluh menit perjalanan menggunakan mobil, akhirnya mereka sampai. Rombongan keluarga Altan disambut baik oleh orangtua Habibah yaitu, Salman dan Maria.

Mereka berkumpul di ruang tamu, Atlas dan Salman dulu pernah bertemu dipertemuan para pebisnis Ibu Kota dan kali ini mereka bertemu dalam acara keluarga yang akan menyambungkan tali silaturahmi yang lebih erat lagi.

Saat Habibah mengatakan bahwa Altan ingin mengkhitbahnya, orangtuanya senang bukan main, mereka jelas tau siapa Altan, dokter hebat yang terlahir dari keluarga baik-baik, tentu mereka langsung setuju.

Acara lamaran digelar dengan sangat sederhana, meski kedua keluarga ini bukanlah orang biasa.

Sebelum acara tukar cincin, Altan meminta izin kepada orangtua Habibah terlebih dahulu.

“Bismillahirohmani’rohim, Pak Salman, Bu Maria, saya Altan, berkenan untuk meminang putri Bapak dan Ibu yang bernama, Habibah.” Altan menatap Habibah yang juga tengah menatap ke arahnya. “Saya ingin menjadikannya sebagai istri serta ibu dari anak-anak saya kelak, izinkan saya untuk menjaganya, menjadikan dia ratu dalam istana saya.” Tatapan tulus terpancar jelas dari sorot mata Altan, membuat Habibah meneteskan air mata.

Pak Salman tersenyum sebelum menjawab, “Terima kasih atas keberanian Nak Altan untuk meminta Habibah secara baik-baik, saya sebagai orangtua Habibah, menyerahkan semua keputusan pada putri saya.” Salman menatap putrinya. “Habibah, bagaimana?”

Habibah mengangguk pelan. “Bismillah... Atas izin Allah dan restu dari Abi dan Umi, saya Habibah, bersedia untuk menjadi istri, serta ibu dari anak-anak dari Altan dan sangat bersedia untuk menjadi ratu dalam istananya. Namun ada yang saya minta dari Altan.” Ada jeda sekian detik.“Tolong terima segala lebih dan kurang saya, dan jangan pernah ada selir dalam istana kita nanti,” lanjut Habibah yang tentu langsung diangguki oleh Altan.

Trigonometri 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang