Bab 17. Egois

1.2K 308 122
                                    

Sebelum baca, jangan lupa buat tekan gambar bintang sampe berubah warna jadi oren 🤭 yuk tekan-tekan.

 

Udah? Makasih 💞

 

Selamat membaca!

 

 

 









“Jadi bakal sibuk banget nih sebulan ini? “ tanya Hafsah pada putra pertamnya yang duduk sambil menyuap buah apel ke dalam mulut.

“Iya, syuting ke luar kota.”

Hafsah mengangguk paham. “Iya udah deh, udah biasa nih Mamah ditinggal mulu sama kamu.” Perempuan itu mengusap puncak kepala Althaf dengan lembut.

Althaf tersenyum tipis, kalau bukan karena tuntutan pekerjaan, dia juga tidak mau jadi anak yang jarang pulang.

“Maaf ya Mah.”

“Lho, kenapa minta maaf?”

“soalnya aku gak punya waktu banyak buat mama.”

Jawaban Althaf membuat hati Hafsah tersentuh, putranya yang dulu bahkan enggan memanggilnya mama, kini menjadi seorang putra yang memberikan bakti dan kasih sayang penuh padanya.

“Bang, mamah justru berterima kasih sama kamu. Kamu tumbuh menjadi anak laki-laki yang baik.”

Althaf menaruh buah apel yang ada pada genggaman diatas piring lalu memeluk mamanya. “Althaf juga makasih ya Ma, berkat doa mama, semua yang Althaf lakuin jadi dipermudah sama Allah, doain juga dong Ma.” Althaf melepas pelukannya.

“Doa apa lagi Bang?”

“Doa biar Kansa mau jadi istri Althaf,” jawabnya dengan senyum lebar dan membuat Hafsah menjawil hidung mangir Althaf.

Sore harinya, seperti jadwal yang telah dibocorkan oleh Alfan. Althaf pergi ke kantor tempat Kansa bekerja. Laki-laki itu datang pukul lima sore, meski cuaca mendung, Althaf tetap nekad untuk menemui Kansa. Dia berdiri di gerbang masuk seorang diri, sebelumnya dia telah memarkirkan motornya di tempat mie ayam tidak jauh dari kantor itu.

Setengah wajahnya tertutup masker, kedua bola matanya fokus mengamati orang-orang yang mulai keluar dari tempat kerja mereka.

Belum juga melihat Kansa,  hujan menguyur Ibu Kota dengan deras. Lantas dia berlari menuju pos satpam untuk berteduh.

“Numpang neduh ya, Pak,” ucap Althaf sopan.

“Iya Mas,” balas Pak satpam dengan ramah.

“Jemputan ya Mas?” tanya pak satpam.

Althaf mengangguk. “Iya, mau jemput calon istri,” jawab Althaf dengan percaya diri.

Pak Satpam tersenyum. “Sayang ayang ceritanya.”

“Iya dong Pak.”

Althaf kembali menoleh ke pintu masuk perusahaan, takutnya jejak Kanaa terlewat. Dalam hati, dia mengucap syukur saat Kansa keluar.

“Saya duluan ya Pak.”

“Lho? Pacarnya udah keluar?” Pak Satpam ikut mengamati ke arah pintu masuk

“Iya, itu.”

“Mba Kansa?” tanya Pak Satpam dengan nada tidak percaya.

Althaf menoleh. “Iya Pak.”

Trigonometri 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang