BAB 43. Hati dan Lukanya

1.4K 328 338
                                    


Sebelum baca, jangan lupa buat tekan gambar bintang sampe berubah warna jadi oren 🤭 yuk tekan-tekan.

 

Udah? Makasih 💞

 

Selamat membaca!

 

 

 

 

 


















Habibah merapikan semua pakaian miliknya ke dalam lemari, pagi tadi setelah Altan pamit berangkat kerja, dia juga pergi karena kunci mobil miliknya berhasil dia ambil diam-diam tanpa Altan tau.

Habibah rasa kemarin malam adalah waktu terakhirnya bersama Altan, cukup sudah dan tak ingin semakin banyak membuat kenangan dengan Altan, dia akan membereskan semua masalah rumah tangganya sendiri tanpa melibatkan orangtuanya maupun orangtua Altan.

Setiap malam dia selalu meminta petunjuk pada Allah Ta’alla, jalannya buntu dan tak bercahaya, hanya ada untaian doa yang selalu Habibah langitkan berharap semuanya akan menemukan jawaban terbaik.

Habibah menghentikan pekerjaannya, dia memilih untuk melaksanakan salat duha.

Selesai melaksanakan salat duha, perempuan itu membuka musyaf tepat pada surah An-Nisa. Habibah membacanya dengan pelan dan irama indah, namun tiba-tiba rasa sesak itu kembali hadir, matanya terasa panas, dan pada akhirnya dia kalah dengan keadaan. Habibah menangis seorang diri, lagi dan lagi dia menumpahkannya sendirian.

Gambaran indahnya hidup bersama Altan telah sirnah jauh sebelum pernikahan itu dimulai, alasan bertahan bukan hanya untuk orangtuanya namun juga petunjuk dari Allah, Habibah mencobanya dan akhirnya dia terluka demi menyembuhkan luka Altan.

“Ya Allah... Hamba tau jika Engkau tidak akan memberikan ujian diluar batas mampuku, namun jika hamba boleh meminta, tolong beri hamba rasa sabar seluas-luasnya, tolong beri hamba rasa ikhlas sedalam-dalamnya, tolong buat hamba mampu melewatinya tanpa menyalahkan siapa pun.” Habibah merunduk, merasakan sakit dalam hatinya  yang sulit untuk dijelaskan

Tangisnya terhenti saat dering telepon menyambar pendengarannya, Habibah mengusap air mata dan mengambil ponsel miliknya yang tergeletak di atas kasur. Tersemat nama Althaf di sana, lantas dia mengatur napas dan suara agar tidak terdengar sumbang.

Habibah menggeser panel berwarna hijau. “Hallo, assalamualaikum?”

“Waalaikumsalam, Habibah, tolong dateng ke Rumah Sakit Hatta, suami lo pingsan.”

“Hah?” kedua bola mata Habibah membulat sempurna, sudah dia tebak, pagi tadi Altan kembali bohong lagi.

“Pingsan kenapa?” tanya Habibah khawatir.

“Dipukul orang sampe babak belur.”

Habibah tidak bisa bohong bahwa dia masih sangat khawatir pada Altan. “Siapa yang mukul dan kenapa bisa?”

“Gue yang mukul.”

Nut---

“Hallo?” Habibah menatap layar ponselnya dan Althaf memutus sambungan telepon secara sepihak.

Trigonometri 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang