🍁. Senyap dalam Riuh.🍁

110 11 7
                                    

*Semakin kamu mengejar ambisi, semakin kamu dikendali oleh dahaga, keserakahan pun mulai merajai raga.*

"Jangan jual nama gue, cuma buat   bersihin kecerobohan  kalian sebagai manusia !"

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Happy reading Sun'sans.

🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀

Di kolong langit, berpayung  hamparan samudra temaram,
Di rumah bergaya vintage ala kebarat-an. Waktu tidur nyenyak si pemuda  berandal yang baru saja datang dan baringkan tubuh di kamar. Andi, usai bermalam di rumah Arman di beberapa hari belakangan itu, dia memilih pulang dengan harapan bisa beristirahat dalam tenang, tempat yang jarang terjamah oleh pemilik aslinya, tapi entah hari itu seketika ramai oleh keributan yang Ayah ibunya ciptakan. Alhasil Andi pun beranjak dari kasur nyamannya. Tanpa ada niatan tuk
Menampakan diri dihadapan orang tuanya, dia terlalu malas menanggapi  apa lagi menemui mereka yang sibuk  dibutakan ego.

Dia memilih membisu, menguping dua argument  yang saling beradu, penuh eksistensi tanpa ada empati, terus terlontar dari mulut keduanya. Telunjuk wanita dengan ciri khas rambut bergelombang hitam pekat  itu, terus dia arahkan pada lelaki berjas hitam dengan lencana keramatnya.

"Aish, bulsit kamu Mas! Selalu saja
itu jawabanmu, lagu lama tahu gak mas?" Cibir Amira yang notaben-nya
Ibu kandung Andi.

"Kamu kalo jadi istri tuh mustinya manut, patuh, gak usah bantah mulu kalo dibilangin!" Memekiknya dengan air muka bengis.

Lelaki itu tak peduli dengan binar mata sang istri yang sudah nanar menahan tangis akibat luka hati yang kembali ditancapkan suami Arogannya

"Kenapa harus selalu aku yang mengikuti keinginan kamu mas, Aku cuma mau kejelasan, Katanya setelah menjabat  Kamu akan nikahi aku secara syah. Apa lagi yang kamu mau dari ku, Andi  bahkan sudah remaja? Semua sudah aku korbankan, sejak aku mengandung Andi, fisik, waktu, bahkan uang semua aku kasih, tapi sampai sekarang kamu tak kunjung menikahi aku, sampai kapan aku sembunyikan identitasku, ?" Tuntut Amira dengan pipi yang telah merah meredam hawa panas akan emosi yang coba dia kendali.

"Sampai Aku menduduki  posisi walikota Amira, atau bahkan capres jika perlu, baru setelah itu kamu akan ku jadikan istri Syah ku" kembali lelaki itu meluncurkan kalimat manisnya penuh percaya diri dan angkuh.

"Aku udah gak sanggup lagi jika harus nunggu Bima, apa kata masyarakat? Kalo  Amira sang Artis terkemuka ini, masih melajang diusianya yang menginjak  kepala empat ?!" Ungkap Amira menuntut

"Terus kamu mau apa? Mau buka suara ke media bahwa kamu sebenarnya sudah punya anak begitu?"

"Iya mas, udah saatnya orang tahu bahwa ak--"

"Bahwa kamu hamil diluar nikah sekaligus  jadi wanita simpanan seorang pejabat, benar begitu Ra?" sambung Bima  menaikan separuh alisnya dengan tatapan sinis. Jejaknya pelan mendekati Amira, penuh tatapan intimidasi

Dia mundur perlahan dengan
hawa mencekam yang berhasil mengaliri tiap sel darahnya yang Kini begitu terasa dingin, tak kuasa menangkap kemarahan suami.

Hantaman ringan dan panas dari tangan kekar Bima mendarat di pipi Putih mulusnya. Remasan kuat
Pada Surai hitam pun kini membuat Amira menjerit perih lagi tersamar lirihan tangis  si wanita bertubuh mungil. "Ugh, sa-sakit mas!" Keluhnya  ikut memegangi jambakan kasar,

L-E-N-T-E-R-A "Lima Simbol Sakral" [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang