🍁 Riuh kian memuncak🍁

90 14 0
                                    


*Raga kami mulai letih, Badai tak kunjung usai menghantam, Jiwa lima pilar di penuhi jejak duri, Cahaya semakin menipis tak lagi menggauli*

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Biasakan Vote dan komentar yah.
Para reader ku yang bijak, untuk menghargai tiap jerih payah penulis, demi bisa suguhkan karya terbaik yang bisa kalian nikmati ini, walau belum sesempurna yang kalian harapkan, Apresiasi kalian -energi bagi kami. ^•^

*******************************
Happy reading Sun'sans

****************************

Sekujur tubuh anak itu seketika panas dingin, pupilnya membesar menatap wajah yang nampak kesakitan. Tidak bisa Zain pungkiri
Secuek apa dia pada Intan keduanya
Pernah saling menyimpan moment dan rasa yang penting untuk satu sama lain.

Bagaimana bisa dia tidak terpukul menatap jasad gadis mungil dengan wajah yang beberapa bulan silam menyuguhkan tawa dan senyuman terbaiknya pada Zain, yang hanya mereka keduanya simpan. Kini harus
Meninggalkan kenangan terpahit dan mengerikan.

Netra gadis itu memanas menatap meminta di kasihani, berharap Zain bisa menolong dia di batas ambang kematiannya. Bibir Intan menganga
Ingin mengucap sepatah kata yang
tak lagi mampu terlontar. Sekujur tubuhnya sudah kaku tak berdaya,
dia tidak bisa lagi bergerak, karna tubuhnya telah remuk akibat jatuh dari lantai empat oleh manusia
sadis dan tak mampu gadis itu ceritakan, kecuali secuil kesadaran yang semakin menipis dan ingin sekali dia pertahankan.

Sedangkan Pemuda dihadapannya membeku, jemari nya bergetar, darah Intan terus merembes keluar, Dan hal
Itu membuatnya harus kembali teringat Pada Trauma yang utuh bertengger di memorinya.

Hari ketika Sang Ibu kehilangan begitu banyak sekali darah hingga kritis dan meninggal dunia, Zain trauma akan darah. Dan jika sudah begitu Isi kepalanya akan kembali mengalami kebisingan luar biasa.
Sebab Dia akan dihantam caci maki juga cibiran yang dia ciptakan sendiri atas kesialan yang menimpa orang terdekatnya. Kini Zain tengah bertarung dengan pikiran juga nalurinya.

Kepala Zain sakit luar biasa atas ingatan pahit di masa lalu dan apa yang dia lihat didepannya, kini saling bergantian mengoyak nurani juga akal sehat bak sebuah kaset rusak.

Kakinya mulai lemas dan tubuhnya terhuyung kebelakang. Entah kenapa rasanya badan Zain ikut kehilangan tenaga, hawa mencekam dan dingin yang mencetak Ketakutan di dada pun meruntuhkan Kekuatannya.

Zain tidak bisa mengendalikan perasaannya, Dia seakan ditarik dan di banting oleh Tangan berkekuatan super dan tak kasat mata. Lalu menghabisi dia hingga tidak lagi punya nyali dan siap menghardik
juga menghukumnya dengan keji.
Sungguh hati nya tengah menjerit ingin berlari dan memeluk Intan, membawa juga menyelamatkan siswi malang itu, tapi sial, tubuhnya mematung tanpa keinginannya sendiri, Zain sendiri kini sudah kehilangan kendali dan dijerat oleh luka batin yang merangkul utuh diri hingga tak punya lagi kuasa barang untuk melangkah.

Tubuh Zain bergetar hebat, Zain tidak bisa lagi jaga utuh dirinya, Dia duduk lemas dan mulai menutup kedua telinganya, manik hitam itu mulai mengalir deras dengan bibir yang gemetar hebat ia menjerit histeris, mulut mulai melontar dengan ngawur sambil menangis pedih.

"Zain gak mau sendirian..." Lirihnya dengan suara bergetar.

Empat sahabat nya yang sebelumnya berlari mengejar Zain dan telah ada di belakang pemuda itu ikut tercekat dan terhenyak. Dion dan Yosi langsung menutup mata mereka dengan takut usai melihat Intan dalam kondisi mengerikan dan tak lagi bernyawa.

L-E-N-T-E-R-A "Lima Simbol Sakral" [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang