🍁 secawan Asih🍁

99 14 0
                                    


*Tutur bahasa nan lembut tak pernah berpaling dari hati yang jujur dan selalu berdampingan dengan kebenaran.*

🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

Happy reading Sun'sans.

'Jangan lupa ramaikan kolom komentar selesai vote dan baca 😘'

🪷🪷🪷🪷🪷🌸🌸🌸🌸🪷🪷🪷🪷🪷

"Lah, bisa sajakan itu hanya permainan para remaja, sering kali cara mereka bercanda yang terkesan kasar menjadi pemicu kesalahan pahaman pada sekitar." Cuap salah satu wanita bersanggul

Braaakk ....

Raihan mengebrak meja para
Anggota komite, membungkam
mulut rombeng Para orang usil yang kini asyik menyepelekan peristiwa yang Menimpa Adiknya.

Bahkan Bapak kepala juga guru BK yang ada disana terperanjat akibat lantang nya suara Raihan. Yang menggelegar.

"Jadi Maksud kalian, Adek saya Kritis akibat Keisengan dia sendiri, gitu? Kalau ngomong tuh yang masuk akal dikit lah, cuma orang gila yang bisa berpikiran sedangkal itu, bukan lah sebuah lelucon jika hal itu sampai menyakiti apalagi melukai secara
fisik atau pun psikis seseorang, dan kalian anggap semua yang adik saya dapat, hanya sebuah lawakan saja? dimana pikiran kalian  semua!" Jemari Raihan sudah terarah 
Pada Muka anggota komite.

"Bu-bukan gitu  maksud saya Mas Raihan,"  elak  wanita yang sama.

"Saya Gak habis pikir, sama jalan akal kalian semua, Bagaimana jika ini terjadi sama anak- anak yang lain atau bahkan anak kalian sendiri, masih bisa kalian berbicara begini--" cecarnya tak memberi kesempatan lawannya menyahuti.

"Lalu soal Dito ...." Lanjutnya Raihan lirik  pada bocah yang sekarang sedang melirik seisi penghuni Kantor dengan Sinis.

"Kalian bilang Tak ada Bukti perihal yang Menyatakan adik saya jadi korban bullying, Dito dan Temannya juga anak murid lain jadi saksi saat Bagas menyerang Adik saya dikantin, dan sekarang sengaja kalian Putar balikan fakta, atas  pernyataan juga pembelaan yang Dito lakukan adalah sebuah  bentuk penyerangan?"

"Maaf Mas, kami juga tidak bisa sembarang mengambil putusan atau mengsanksi murid kami, sebab kurang nya bukti yang akurat" sahut Bapak kepsek.

"Tidak bisa atau kalian sengaja mengabaikan apa yang kalian lihat dan dengar hah?" Lantang nya mematahkan pembelaan mereka.

Amarah Raihan semakin memuncak melihat kerlingan mata Pak Kepala yang malas, dia menggaruk  telinga
Seakan mencibir Raihan. Dia berdengus sebal.

Raihan berjalan dan berdiri dihadapan muka kepala sekolah itu.

"Pada Bagas kalian bisa longgar dan semaklum ini, terhadap Bagas kalian bisa setegas itu pada Dito, lah, lalu kenapa untuk adik saya yang jelas hampir mati, kalian masih bisa bersikap seremeh ini? saya tak percaya bahwa dihadapan saya ini adalah para pendidik, Sebuah pekerjaan sakral yang amat di junjung tinggi dunia, nyatanya bisa bertindak sekonyol ini?"

"Malu saya jika ada diposisi kalian, Ayah saya pun seorang pengajar tapi tidak pernah sekali pun membedakan kasihnya pada setiap murid. Tak peduli bagaimana background muridnya bagi dia murid adalah Anak  kedua yang patut dia jaga dan dia didik dengan penuh kasih sayang tanpa pembeda, jika anaknya salah dia akan tegur tanpa perlu memukul harga dirinya, jika sang anak benar, maka akan dia bela tanpa membuat Anak didiknya Berbesar kepala. Ini kalian sebut sebuah dedikasi? Begini kah Nilai dan norma yang hendak kalian tunjukan pada anak cucu bangsa ini, Cih ..." Untai Raihan dengan gelora Angkara yang masih terjaga tenang.  

L-E-N-T-E-R-A "Lima Simbol Sakral" [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang