Bau hangus sudah mengelebak di setiap sudut ruang yang Raihan bisa telisik, Zain masih utuh tertunduk Sendu memoteki kuku dengan pandangan kosong, demi alihkan isi pikiran yang tidak lagi karuan.Kedua Kakak tertua masih bergeming di depannya mengedar kan iris,
akan separuh harta yang tersisa
telah lenyap didepan mata.Doni yang sudah berdiri dan berkutat dengan pikiran yang berkecamuk
pun mulai memejam merilekskan akal sehatnya. Usai menarik napas panjang, Dia memutar kepalanya menoleh pada Zain yang teguh membisu."Zain..." Seru Doni menurunkan tubuhnya berjongkok didepan sang adik, menyorot dengan tatapan yang sulit di artikan.
Bocah itu mengangkat wajah perlahan, hingga kedua manik saudara itu saling bersinggungan.
"Badan kamu ada yang sakit enggak? Hm.. kalo iya bilang pada Abang sekarang. " Doni bertanya dengan penuh resah.
Geleng Zain pelan dengan seutas senyuman yang menenangkan. Tapi,
Doni terlanjur menangkap Saliva yang berusaha adiknya telan, lewat gerak jakun di leher Zain yang naik turun.Sejujurnya detik ini batinnya teriris lagi, sebab baru saja si adik kembali berbohong, untuk menutupi Apa yang tengah dirasakannya.
Tidak ada kata yang layak untuk menggambarkan bagaimana hati Ketiga saudara ini telah kacau dan lebur. Laksana Terkoyak habis oleh badai yang tak kunjung berhenti menerpa keluarga mereka.
Rumah mereka sudah tidak lagi layak untuk dihuni, tapi kemana mereka harus berlari dan berlindung, Tabungan sudah menipis, uang yang mereka punya tidak lah cukup untuk renovasi, masih banyak yang harus mereka utamakan terlebih untuk urusan sehari-hari. Semua biaya telah habis untuk biaya sewa pengacara dan lainnya.
Beruntung Para warga masih memiliki hati, Sudi untuk bergotong royong menyisihkan rezeki barang sekedar membayar sebuah kamar kontrakan untuk sementara waktu, agar mereka bisa berteduh dan tinggal dengan pantas.
Walau awalnya begitu berat, tiga saudara pun berusaha tegar dan menjalani semua dengan lapang dada, dengan lebih berani dan bijaksana.
Zain pun tetap menjalani sekolah dengan normal di keesokannya, semua kembali pada aktifitas normal tanpa mau menunjukan kelemahan mereka di depan banyak orang, atau berlarut dalam kesedihan, yang tidak akan merubah apapun dan malah membuat ketiganya jatuh terpuruk begitu saja.
............................
Lega.. itu kata yang sedang Zain tanya kan pada dirinya sekarang, setiba ia kembali menginjakan kaki di gerbang sekolah, tidak lagi ada lirikan sinis atau bahkan suara bising dan kerumunan siswa berbisik buruk
Seperti yang dia rasakan selama ini.Awalnya Dia berpikir akan kembali jadi bahan olokan lagi, setelah mengetahui apa yang dia alami kemarin, bahwa dirinya sempat kehilangan akal, perkiraannya mungkin sematan gila akan dia dengar dari penghuni sekolah,
yang akhirnya akan menambah list penderitaan, Nyatanya semua terbalik 180 derajat, Hening dan tenang.
Kini tidak lagi ada bullying atau pekikan hinaan yang biasa dia dengar. Ada apa, dan kenapa (?)
Secuil tanya sempat terselip di kepalanya, Tapi kini semua teka-teki itu terjawab sudah."Zain... Bagas ditangkap polisi" bisik Dito si teman sebangkunya ini tepat di telinga kirinya, ditengah mata pelajaran yang sedang berlangsung.
"Di tangkap ?" Ucap Zain mengerutkan kening, sesekali melirik siaga ke arah guru yang sedang menulis di papan putih di depan sana.
"Iya, Polisi nangkap itu anak karna dia ada dalam rekaman Cctv pas waktu kejadian berlangsung dan dipastikan Bagas adalah tersangka." Jelas Dito.
KAMU SEDANG MEMBACA
L-E-N-T-E-R-A "Lima Simbol Sakral" [End]
General Fiction"Dimana keadilan yang kalian janjikan?" Jangankan memenuhi janji itu, sekedar mendengar saja. Kalian enggan!" Seorang pemuda berjalan terseok di tengah terik matahari sambil membawa sepanduk bertuliskan keluhannya. "Bebaskan Hasan prakasa putra, K...