*Sebuah kerikil sering kali
dianggap tak berguna, tapi sewaktu-waktu bisa jadi senjata paling mematikan, bila diarahkan dengan tepat ke titik lemah lawan, jadi tak ada alasan untuk remehkan, walau setitik debu saja.🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
Happy reading Sun'sans
Special part for you
Di Sunyi bertemankan lampu
redup, Zain menegakkan punggung diatas bangsalnya melirik Kakak Pertamanya yang tertidur pulas penuh lelah.Rasa kangen pada Hasan sudah
tak bisa lagi terbendung, dalam lembaran kertas putih, Dia mulai menggores setiap isi hati yang dia tuangkan disana, untuk Sang Kakak penengah.Ada dua lembar kertas yang Zain masukan dalam amplop, dan sebuah liontin kalung yang dia masukan untuk Hasan.
Sore itu ketika Ayah juga ketiga kakaknya bersiap untuk pergi ke Rutan, secara sembunyi Ariel berbisik pada Zain.
"Kamu mau lihat Bang Hasan?"
Zain tercekat mendengar usulan Ariel, matanya langsung berbinar dan mengangguk cepat. " Ehm, ma-mau Bang, emang gimana caranya? Kan, Adek gak boleh ketemu Bang Hasan sama Ayah" keluhnya tertunduk
"Psst, Abang bakal nyalain video dan rekam Bang Hasan, nanti Bang Ariel kirim videonya ke kamu oke?"
"Beneran?" Zain memastikan ulang usulan Ariel, dengan muka penuh semangat.
"Jangan berisik nanti Ayah denger"
Berbisiknya."Siap Bang,"
Dengan mengedar irisnya siaga,
Ariel berbisik pada Telinga kiri Hasan, sampai pemuda itu tercekat kaget dan menoleh ke atas Meja, dimana ponsel Ariel tergeletak."Kalo ada yang mau loe omongin buat Si bungsu bilang aja oke?"
Ariel langsung meraih ponselnya
dan memegang benda pipih itu dgn kamera mengarah lurus pada Hasan.
Tanpa menimbulkan kecurigaan penjaga sedikit pun, sebab layar ponselnya tak dia nyalakan, untung dia sudah pakai aplikasi perekam khusus terlebih dulu, sebelum sampai di Rutan.Hasan menarik napasnya panjang dan melirik lalu tatap lensa ponsel Ariel dalam, seolah dia menatap Zain secara langsung.
"Adek Abang apa kabar? kata Ayah adek dirawat lagi, Bang Raihan juga bilang Kamu dibully, Maafkan Bang Hasan yak dek, karna semua terjadi akibat keteledoran Abang." Lirih suara Hasan.
Zain pada Sore itu, hanya bisa menggeleng sambil menangis
kecil menatap layar ponselnya. Menyaksikan rekaman yang dia putar, usai Ariel mengirim filenya saat itu juga."Bukan salah Abang ..." Tuturnya menyahuti sendiri.
"Abang gak bisa temenin kamu
hangout kaya dulu, Tapi Kalau bisa Adek harus terus ceria yah, Insya Allah selepas keluar dari sini Abang janji akan temani kamu piknik atau ngeliweut sama geng kita, hahahah
Tapi Awas ... Jangan sampai Buat rusuh kaya Waktu itu, Bang Ariel bilang rumah udah kayak kapal pecah" celoteh Hasan dengan sedikit tergelak.Manik Zain tak sedetik pun beralih dari layar, bocah itu juga sedikit terkekeh meski diujung tawanya berubah jadi sebuah tangis pilu.
"Abang Ariel suka berlebihan, tapi Bang Hasan harus tepati janji loh, Zain gak rela kalo Sampe Mereka gak bebasin Abang, Adek bakal ngamuk besar! liat ajah entar, kenapa mereka bikin muka Abang gue sampai Jelek Kayak Petruk? Gue gak terima, ! " lirihnya sembari cecegukan.
............
Usai membaca surat pertama, Hasan memandang lekat liontin Berbentuk Pohon beringin itu, Bergulir irisnya pada secarik kertas yang terlipat rapih, dengan kata pembuka di bagian luar kertas 'Baca tepat ultah Abang nanti' Sayangnya, dia tak pernah kira, bahwa bergantinya hari usai moment pertemua dengan keluarga itu terjadi, kini menjadi Boomerang yang secara nyata makin menjauhkan dia kembali dengan keluarganya, tepat di hari jadi lahirnya tersebut. ( Hari di pindahkannya dia ke lapas tujuh belas Desember 2019)
Hatinya begitu berat, di perjalanan menuju lapas, Di saat hatinya nelangsa, satu-satunya penghibur yang berhasil mengobati batin adalah surat kedua yang dia terima dari Zain, dan belum sempat dia buka.
Selepas sampai di lapas dan menempati sel barunya, ketenangan tak serta-merta menaunginya.
Dia merasa perlu untuk bergegas membaca hadiah surat dari Zain.
Sambil beristirahat di dalam hunian baru. Dia pun membuka suratnya.
Saat itu juga.Ada foto polaroid berukuran tujuh kali lima sentimeter yang adiknya tempel diujung kiri kertasnya, dan tulisan disebelah kanannya memenuhi halaman kertas.
"Selamat bertambah usia Abangku yang aduhai hitam dan dekilnya luar biasa" tawa Zain diujung kalimat pertamanya. Berhasil membuat bibir Hasan melengkung indah. "Ini foto kita saat pergi ke makam kakek untuk pertama kalinya, Abang ingat tidak? Dan disitulah kita juga tahu kisah pilu yang ibu jalani dimasa dia tumbuh dan dewasa. serta tahu bagaimana nama kita begitu lekat dengan simbol Pancasila beberapa tahun silam, semua didasari besarnya harapan ibu, akan masa depan cemerlang untuk setiap putranya."
"Hai kamu si pohon beringin, Berdiri tegaklah, tak peduli berapa banyak manusia menghindari keberadaan mu karna wujudmu yang terkesan mengerikan, Tapi kamu senantiasa jadi tempat Orang bisa berteduh dan berlindung dalam rindangnya tubuhmu, jangan lupa arti simbol beringin adalah persatuan dan perlindungan, bagi seluruh rakyat indonesia."
"Mungkin apa yang kamu alami sekarang adalah dimanfaatkan dengan cara yang salah oleh mereka yang berkhianat padamu, namun sejujurnya Kamu tengah jadi tempatnya berlindung dan bersembunyi untuknya. Dan secara terpaksa Abang harus merasakan panas akan pedih sengatan mentari, demi bisa menjaganya dari terik yang mungkin tak sanggup dia hadapi"
"Bang kokohlah, kuatlah, itulah dirimu seutuhnya, Kami tak akan biarkan kamu mati dalam kesepian, sebab energi juga cinta kami selalu tersalurkan lewat kasih serta keyakinan yang tak akan pernah padam. Begitulah Cinta kita tersampaikan layaknya angin segar nan jadi oksigen untukmu terus bertahan, berdiri gagah lah wahai beringin yang kami banggakan, hingga persatuan akan terus diserukan"
Beringin - pohon yang senantiasa berumur panjang dan tak akan mudah untuk di rubuhkan karna Akar yang teramat kuat, Bang Hasan ... Jangan tundukan wajah hanya rasa kecewa akan dunia hunjamkan, panjang umur lah Abang ku sayang, sampai Allah jatuhkan hakikat nilai yang kita genggam ini jadi pakaian kemuliaan untuk menjumpai-Nya dalam penuh kehormatan" pungkas Zain.
Hasan tertunduk menangis terisak penuh haru, bangga juga bahagia, akan setiap kalimat yang adiknya sampaikan, sangat dalam dan luas, seolah bukan seorang remaja yang menulisnya,
"Ya Allah ... Ini beneran kamu dek, begitu dewasa cara pandangmu ini, Jazakillah ... Terima kasih sudah menguatkan Abang dek, hadiah ini begitu indah, begitu megah. Abang akan berusaha agar bisa jadi beringin itu untuk kalian juga"
Hasan melengkungkan senyum merekah, memeluk kertas di tangannya, berulang kali dia mengusap foto mungil dipojok atas kertas, hatinya begitu senang, dan tentram, Seuntai rangkaian kata yang adiknya kirimkan berhasil puaskan Jiwanya yang kelaparan akan Rasa tenang.
"Tenaga Abang jadi full lagi dek,
insya Allah pasti kita bareng lagi dan habiskan waktu bersama kaya dulu, tunggu sebentar, sampai Abang datang membawa kabar gembira buat kalian, Abang akan bersihkan nama dan kehormatan keluarga kita seperti sedia kala"🏵️🏵️🏵️🏵️🏵️🏵️🏵️🏵️🏵️🏵️🏵️🏵️🏵️🏵️
Nah, Ini part tambahan, dimana Plot Ariel belum ditunjukan saat dia jenguk Hasan dan bagian saat Hasan dipindahkan ke lapas. Part ini sengaja dibuat, untuk kalian yang penasaran moment-moment Zain dengan si penengah, semoga suka yah.
Jangan lupa spam Vote juga
komentar kalian, lanjut next part, dimana Kita bakal liat lanjutan chapter *Sebelumnya* jadi jangan kemana-mana oke. Semoga harimu Selalu dalam keberkahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
L-E-N-T-E-R-A "Lima Simbol Sakral" [End]
Ficção Geral"Dimana keadilan yang kalian janjikan?" Jangankan memenuhi janji itu, sekedar mendengar saja. Kalian enggan!" Seorang pemuda berjalan terseok di tengah terik matahari sambil membawa sepanduk bertuliskan keluhannya. "Bebaskan Hasan prakasa putra, K...