🍁 Teguh 🍁

87 14 0
                                    

"Menentukan jalan adalah sebuah prioritas yang akan ciptakan jejak realitas"

🍀.............................................................🍀

Terdengar deru napas yang memburu, berselimut panik tapi kepala dipaksa tetap mendingin.
Sekuat tenaga dengan tubuh kurusnya dia menahan pintu agar bisa tertutup dari dorongan bandit bertubuh dua kali lipat lebih besar dari posturnya.

Dia berdiri dibelakang Hasan dengan air muka tegang, Ia menangkap urat tangan dan leher Kakaknya keluar, menyaksikan sendiri sebesar apa tenaga itu terkuras demi hadang para penjahat yang ingin mengejar hingga coba memaksa menerobos masuk.

"Zain Cepat masuk kamar dan kunci dari dalam." Suruh Hasan menoleh sesaat pada sang adik ditengah pergulatannya.

"Terus Abang gimana?" Sesaat dia Tersentak, dengan dililit rasa Cemas dan takut secara bersamaan.

"Abang akan urus mereka, cepat masuk, Gak mungkin Abang jaga kamu sambil lawan mereka, kan ?"

"Ta-tapi.."

"Buruan Zain!" Lantangnya sambil mengerahkan sisa tenaganya untuk mendorong balik perlawanan bandit yang sejak tadi mencoba rubuhkannya.

Zain mengangguk dan berlari
ke kamar sesuai perintah Hasan,
meski hati dan pikiran berlawanan.

Dia tahu abangnya tidak punya ilmu bela diri sama sekali, tak ada dari lima pilar yang jago bela diri
kecuali Ariel, Zain semakin takut
dan gelisah bagaimana Hasan akan menghadapi para preman seorang diri, dia tak mau kembali membebani, tapi dia juga tak bisa membantu apapun, bocah itu mengedar irisnya ke segala arah sambil berpikir keras.

Tanpa dia tahu, mendekam di
penjara membuat pemuda itu terpaksa beradaptasi dan akrab dengan dunia kekerasan, mau
tak mau harus belajar demi hidup didalam sana, setidaknya bertahan
Di atas tumpuan kakinya sendiri.

Hasan tak ingin kalo sampai adiknya melihat Dia terluka, hingga menjadi terbiasa dengan dunia perkelahian. Pemuda hitam manis itu tak rela jika adiknya mengenal sisi gelap dirinya.

Jarinya hendak memutar kunci
yang sejak awal sudah menggantung di lubangnya, sebelum dia berhasil memutar, sebuah tendangan dari
luar yang dilakukan dua orang preman bertubuh kekar juga tenaga besar mereka, berhasil mendobrak pintu sampai terbuka dan membuat tubuh Hasan ikut terjungkal ke belakang, sampai Punggungnya membentur lantai dengan keras.

Hasan menggeliat kesakitan dimana tubuh dia itu tidak sedang dalam keadaan sehat, beberapa jam lalu dia mengalami tabrakan dengan sang adik.

"Arrgghhh ..." Raungnya kesakitan.

Mendengar suara benturan yang keras dan Raungan saudaranya, spontan dia menarik kenop pintu sambil memanggilnya dengan panik.

"Bang Hasan !"

"Jangan keluar..." Lantang Hasan bersuara.

Dia berdiri dengan sempoyongan, tanpa melepas tatapan elang di arahkan pada lawan yang ada di hadapan, perlahan berancang-ancang buat kuda- kuda, bersiap siaga bertarung dengan secuil bekal ilmu tinju yang ada, hasil ajaran Alex di Lapas.

Dalam hitungan tak sampai
satu detik para bandit menerjang Hasan.

Dengan lincah tubuhnya berhasil menghindari setiap serangan yang diarahkan secara keroyokan itu.

L-E-N-T-E-R-A "Lima Simbol Sakral" [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang