🍁 Puncak Asa🍁

128 11 0
                                    

*Kita hidup bukan untuk bahagia, melainkan untuk terus bertumbuh menjadi manusia seutuhnya.*

Zain pranata putra.

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Ramai sudah rumor itu beredar, dalam satu malam semua rahasia terbongkar, Sekolah yang begitu dikenal baik dan jauh dari noda semua hancur dalam hitungan jam, karna sebuah video Instagram dari Zain dan kawannya telah mereka sebarkan di sosial media secara serentak.

Bukan karna kehebatan mereka tapi semua telah terjadi atas ijin sang pencipta, untuk membuka setiap tabir kebenaran lewat sebuah peristiwa kecelakaan Intan.

Bukan main.. berita itu mulai
mencuat ke permukaan satu-persatu, bahkan Zain beserta sahabatnya tidak pernah menduga kebusukan kepala sekolahnya bisa sejauh ini.

keesokan harinya Salah seorang gadis remaja yang notabene nya satu kelas dengan korban, mulai berani bicara dan menceritakan kebiadaban Kepala sekolah yang rupanya mengetahui semuanya selama ini, namun bersikap acuh tak acuh setiap kali Intan mengadu soal tindakan bullying yang dialaminya, bahkan salah satu anggota komite sekolah sempat
ada yang angkat suara meminta Ketegasan untuk pelaku bully segera di beri tindakan di sekolah yang terbilang elite ini, namun Semua
nihil dan dianggap angin lalu oleh para pemimpin disana.

Rupanya Intan atau pun Zain bukanlah satu-satunya, melainkan salah satu diantara mereka yang menjadi korban bullying dengan tidak adilnya, dari tempat menimba pendidikan.

Beginilah Cara main Sang pencipta dalam menyelesaikan problem satu Hamba-Nya dengan Hamba lainnya. Tidak ada yang bisa membantah atau meminta Ganti. Kamu tidak akan Paham karna itu bukan Ranah kita. Cukup Berpasrah dan Meyakini semua terjadi Atas karna Kasih sayangnya Sebab kita tidak pernah Tahu hasil akhirnya, Dia yang Maha Tahu segalanya sedang kita tidak.

🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Dalam Rumah petak 7 kali 5 meter ini, Tiga pemuda kini mulai meniti Asa kembali dengan penuh harapan baru, meski ada sedikit ragu yang tak jarang mengusik. Tapi semua mereka patahkan dengan Niat yang benar.

Sebuah tikar tergelar dilantai menjadi alas sarapan pagi ketiganya, dengan duduk lesehan dan menu seadanya berupa Bubur Ayam menjadi pengisi daya tubuh mereka untuk bisa menjalani hari yang panjang.

"Abang dengar kamu Ikutan Demo Zain?" Todong Raihan usai menelan sesuap bubur dengan lahap.

Sambil tersenyum bocah yang hampir tersedak oleh tembakan pertanyaan itu pun menutup mulutnya takut terciprat keluar akibat tak kuasa menahan tawa atas rasa malu dari ulahnya sendiri, jika di ingat betapa sok jagoannya dia kemarin.

"Bu-Bukan Demo Bang Raihan.." sahutnya usai berhasil menetralisir isi tenggorokannya yang sempat tersendat.

"Adek cuma Bantuin Teriak ajah!" Alibinya.

"Teriak, alasan macam apa itu? Gak masuk di otak Abang!"

"Tahu tuh, dapat keberanian dari mana sampe berbuat konyol begitu, baru beberapa hari masuk, tapi gak ada masa tenangnya sih hidup gue" gerutu Doni.

"Ya kan bukan Zain yang mulai,
Adek cuma lanjutin ajah, kasian liat ortunya Intan nangis di abaikan pihak sekolah, adek reflek ingat Bunda sama Ayah, Apa jadinya kalo posisi intan dan Zain ke tuker?" Celetuk Zain asal.

L-E-N-T-E-R-A "Lima Simbol Sakral" [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang