*Teriakan Penuh Gelora selalu Mereka serukan, mencari empati untuk Sebuah keserakahan,
Tapi Saat Napsu terpuaskan Jemari yang seharusnya tuk menggenggam berakhir jadi sebuah cengkraman yang mematikan,
para Pengemis Keadilan pun di paksa bungkam, merelakan kesejahteraan jadi hutang Berkelanjutan yang terus sengaja Para Bandit pun lupakan.*
🍁. 'Lalu siapa yang harus disalahkan dan bertanggung jawab akan segala drama penuh perpecahan hingga darah pun bertumpahan ?'
..................🍁🍁🍁🍁...................
Happy reading Sun'sans
.
....................................................................
"Berani sekali kamu membuat keributan di sekolah saya!" Pekik pemimpin Sekolah Nusa Bangsa itu.
"Bagaimana bisa kamu menyerang Seorang Siswa sampai dia Luka parah, kamu mau jadi jagoan begitu?" Tuduh Pak Wijaya.
Dito Menunduk pasrah tak menanggapi Ocehan Lelaki tua itu.
"Akan jadi apa coba, Masa depan anak-anak kita kalo bergaul dengan anak tempramen macam ini" Nyinyir salah satu anggota komite juga sekaligus orang tua siswa.
"Saya cuma belain temen saya Zain, Pak." Timbal Dito.
"Palingan itu cuma Alasan kamu saja." Cela Bu Wina
"Saya gak bohong, Zain kritis karna diserang Bagas dan gengnya. Saya akui tindakan saya salah, tapi kenapa
Untuk kesalahan yang Bagas lakukan pada Zain dan itu sudah berulang kali, tapi pihak sekolah tidak ada respon dan tak ada ketegasan sama sekali" lontar Dito tanpa takut."Tidak ada saksi dan bukti yang memberatkan Bagas, itu semua
cuma asumsi kamu secara subjektif, sedangkan apa yang Kamu lakukan pada Bagas itu jelas terjadi di sekolah, dan dilakukan secara sengaja, bahkan Rekaman video saat kamu menyerang dia secara brutal pun sudah kami terima " sanggah Pak kepala sekolah."Jelas-jelas Penyerangan Zain dilakukan di sekolah, bahkan banyak saksi yang melihat, saat perkelahian Pertama itu terjadi di kantin, Apa itu bukan bukti bahwa Bagas sudah lakukan perundungan? Zain di
serang di waktu dia pulang dari Latihan basket, dan penyerangan itu dia lakukan di Area belakang Sekolah!" Orasi Dito dengan suara tinggi, napasnya berderu kencang saking kesal akan sikap para petinggi sekolah, yang bersikap tumpul pada Bagas.Tak ada yang peduli, muka Para anggota komite sama sekali tak menunjukan empati akan keluhan yang Dito ungkapkan, muka jengah justru lebih mendominasi beberapa orang bahkan menggaruk telinganya
malas, Dito menilik tiap pasang mata yang menatapnya jijik, dan sudutkan dirinya.Pemuda itu berdengus kasar, gusar hatinya tak percaya dengan apa yang dia lihat sekarang, dibalik tembok
sakral bernama pendidikan, dimana seharusnya setiap Anak dibubuhi nilai moral akan pentingnya sebuah kebenaran dan kejujuran.Tanpa ada sebuah keberpihakan, dimana seharusnya para tunas bangsa tumbuh dalam dekapan Kasih sayang, nyatanya hanya sebuah panggung berisikan manusia penuh kemunafikan. Mereka menutup mata dan telinga dengan sengaja hanya untuk ketenangan hidup mereka semata.
"Cukup Dito, jangan membuat pembelaan untuk sebuah kesalahan yang kamu perbuat, apalagi sampai menuding yang mengakibatkan kericuhan. Kami sudah melakukan rapat, dan dengan terpaksa Kamu Kami skorsing selama satu Minggu kedepan" tandas Pak kepala sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
L-E-N-T-E-R-A "Lima Simbol Sakral" [End]
General Fiction"Dimana keadilan yang kalian janjikan?" Jangankan memenuhi janji itu, sekedar mendengar saja. Kalian enggan!" Seorang pemuda berjalan terseok di tengah terik matahari sambil membawa sepanduk bertuliskan keluhannya. "Bebaskan Hasan prakasa putra, K...