🍁.Terwaris Karma 🍁

162 9 0
                                    

* Setiap yang tercipta itu ada dikarenakan satu alasan. Bukan tanpa Tujuan, bahkan meski tak akan pernah bisa kita pahami hikmah dari tiap peristiwa yang kita alami sekalipun*

Arman putra
"Tak ada manusia yang luput dari dosa, namun dari pada sadar dan menyesali, kita jauh lebih suka untuk melupakan dan mendustakan, seolah tak ada kesalahan yang perlu kita pertanggung jawabkan.*

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Happy reading

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Dua anak lelaki itu masih menunduk dalam bungkam, dibawah tatapan intimidasi tiga saudara lelaki yang kini melipat dua tangan mereka yang bersidakep di depan dada.

Kedua anak muda itu tersentak kaget, meringis ketakutan saat Nazriel menggebrak meja dengan keras.

"Bisu loe berdua! Buruan ngomong, dan jelasin soal Hasan sampe bisa diseret polisi ?" Todong Ariel.

" Mi-minum dulu bang boleh, kan?" Tutur Iyan tatap Ketiga saudara itu dengan gugup dibalas anggukan Raihan, langsung bocah itu meneguk air putih di depannya.

Arga menoleh pada sang adik yang di balas anggukan serta tatapan isyarat, mulut Iyan pun mulai bercuap dengan ragu, pelan namun pasti. Bibirnya makin lancar menguntai setiap moment secara detail, apa dan bagaimana kejadian dihari saat para polisi menggiring Hasan beserta dia juga adiknya ke penjara. Tanpa menyela sedikit pun, tiga saudara laki -laki itu mendengar seksama tiap penuturan dua pemuda di depan mereka.

"Terus kenapa Hasan gak pulang, kenapa cuma kalian yang dibebasin dodol!" Sargas Raihan. Spontan Iyan menggeleng cepat dengan tatapan datar.

"Kita juga gak tahu alasannya kenapa Bang?" Sahut Arga menggeleng cepat.

"Kok bisa gak tahu?" Sewot Ariel

"Mu-mungkin karna barang bukti ditemuin pas dengan posisi Hasan ada di tempat Bang, jadi itu kali yang bikin dia ditahan lebih lama di sana ...." Simpul Iyan tergagu.

"Bang Doni, gimana dong ini urusan-nya?" Todong Raihan menatap kakak tertua mereka.

Doni menghela napas panjang "Gue juga bingung Han, tapi ... Yang pasti kita musti nengokin dulu Hasan biar jelas" tutur si sulung.

"Bener itu bang, Gue setuju!" Lantang Iyan menyahut penuh eksaited, tiga saudara itu langsung mendelik sinis yang otomatis lagi buat nyali Iyan turun.


...........🍁🍁🍁🍁🍁🍁............

Suara lirihan kecil nan lemah dari belakang Arman berhasil menarik perhatian Pria dewasa itu.

"Bu-Bunda ... A-Abang Hasan .... " Untai Zain yang mengigau jatuh dalam bawah sadarnya.

Arman seketika memutuskan sambungan ponselnya dan menoleh lalu menghampiri sang bungsu.

"Zain-- Dek, Ayah disini dek .... " Arman mengusap Surai hitam putranya. Tampak jelas maniknya menangkap bulir keringat dingin dari pelipis Zain, yang bernapas tersengal.

"Nak, Ayah disini nemenin Adek." Lembut Arman mengusap pipi putranya sambil berharap sang bocah bisa mendengar panggilannya dan membuka netranya.

L-E-N-T-E-R-A "Lima Simbol Sakral" [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang